Liputan6.com, Jakarta - TikTok menyebut pihaknya secara agresif memblokir banyak akun dan perangkat di Myanmar. Hal ini dilakukan dalam upaya mencegah beredarnya informasi yang salah dan penyebaran video kekerasan di platformnya.
Informasi ini dilaporkan oleh Rest of World, yang menyebut bahwa pemerintah Myanmar telah mengunggah ratusan video ke TikTok sejak militernya melakukan kudeta pemerintahan pada Februari 2021.
Baca Juga
Video tersebut berisi propaganda pro pemerintah dan informasi yang salah yang dimaksudkan untuk membingungkan para demonstran. Ada pula berbagai video ancaman dari tentara yang menodong demonstran dengan senjata.
Advertisement
TikTok sendiri sudah menghapus sejumlah video di awal Maret ini setelah media melaporkan maraknya konten berisi ujaran kebencian di negara tersebut.
Kendati demikian, Rest of World melaporkan, TikTok mengaku tidak bergerak cukup cepat untuk menghentikan penyebaran video bernada ancaman dan konten kekerasan lainnya.
Perlu diketahui, di Myanmar, ketika para demonstran memprotes kudeta pada 1 Februari lalu ada lebih dari 200 warga yang meninggal dunia.
Pernyataan TikTok
"Promosi kebencian, kekerasan, dan informasi yang salah sama sekali tidak memiliki tempat di TikTok," kata juru bicara TikTok dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari The Verge, Minggu (21/3/2021).
"Ketika kami mengidentifikasi situasi yang meningkat pesat di Myanmar, kami dengan cepat memperluas sumber daya khusus kami dan selanjutnya meningkatkan upaya untuk menghapus konten yang melanggar," kata juru bicara TikTok.
Menurut juru bicara tersebut, TikTok secara agresif telah memblokir banyak akun dan perangkat yang diidentifikasi mempromosikan konten berbahaya dalam skala besar.
Advertisement
Investasi Lebih Besar untuk Amankan TikTok Myanmar
Juru bicara tersebut menambahkan, TikTok akan terus membuat investasi yang signifikan guna merespon ancaman-ancaman baru untuk membuat TikTok Myanmar menjadi platform yang aman.
Para aktivis dan advokad HAM mengatakan ke Rest of World bahwa penggunaan TikTok untuk menyebarkan propaganda di Myanmar memiliki kesamaan dengan pemerintahan militer yang memakai Facebook untuk propaganda dalam kasus etnis minoritas Rohingya.
Pada Februari 2021, Facebook mengatakan mereka melarang Tatmadaw --militer Myanmar-- dan mengendalikan entitas menggunakan Facebook dan Instagram.
(Tin/Isk)