Liputan6.com, Jakarta - Dunia teknologi tidak dimungkiri masih identik dengan pria. Namun bukan berarti perempuan tidak bisa mengambil peran sebagai tenaga ahli, bahkan menjadi eksekutif di perusahaan yang bergerak di bidang teknologi.
Salah satunya adalah Country Manager Cloudera untuk Indonesia, Fanly Tanto. Ia diketahui telah berkiprah di dunia teknologi selama kurang lebih 18 tahun, sebelum memimpin Cloudera di Indonesia.
Keputusan terjun di industri teknologi, menurut Fanly, diambil karena memang dunia ini sangat dinamis dan cepat. Selain itu, banyak hal yang bisa dipelajari di bidang teknologi.
Advertisement
"Selain itu, dengan terjun di dunia teknologi, saya bisa bertemu orang dengan beragam background, mulai dari telco, banking, government, hingga pebisnis," tuturnya saat berbincang dengan Tekno Liputan6.com.
Terlebih saat berkarir di Cloudera, Fanly menuturkan dirinya bisa mempelajari dan memberikan solusi untuk tiap-tiap kasus dari lini konsumen yang berbeda.
"Jadi, dari situ kami dapat membuat sesuatu berupa ide hingga bisa menjadi kenyataan dengan teknologi," tuturnya.
Lebih lanjut Fanly menuturkan, meski saat ini kiprah perempuan di bidang teknologi sudah banyak, tapi jumlahnya masih perlu ditingkatkan.
Baca Juga
Secara khusus, dia menyorot mengenai perempuan yang ada di level eksekutif sebuah perusahaan. Pernyataan Fanly ini didukung pula oleh riset McKinsey yang menyebut keberagaman gender di jajaran eksekutif perusahaan bisa membawa keuntungan lebih besar, dibandingkan yang tidak.
"Kalau lebih beragam, misalnya ada perempuan dan laki-laki, hal itu dapat mendorong solusi yang lebih kreatif dan menghindari groupthink," ujarnya.
Untuk itu, dia mengatakan penting bagi perusahaan membentuk talent pool dan menghindari broken rung. Sebagai informasi, broken rung merupakan sistem yang membuat perempuan sulit dipromosikan dari posisi entry-level ke manajerial.
Hal ini tentu berdampak pada komposisi di tingkat eksekutif, mengingat jumlah laki-laki yang dipromosikan sejak di tingkat awal lebih banyak ketimbang perempuan.
Tantangan yang Dihadapi Perempuan
Padahal, Fanly menuturkan bakat yang dimiliki pria dan perempuan sebenarnya tidak berbeda. Namun dia mengatakan terkadang ada perempuan yang merasa kurang percaya diri dengan bakat dan kemampuannya.
Untuk itu, Fanly menuturkan, perempuan harus memiliki rasa percaya diri terhadap kemampuannya sendiri. Bahkan, menurut Fanly, perempuan harus berani untuk meminta imbalan setimpal atas kerja kerasnya.
"Sebagai perempuan harus punya confidence. Misalnya, kalau memang bekerja bagus, kita bisa saja meminta promosi atau kenaikan. Kadang memang ada rasa tidak sungkan, tapi padahal kita mampu," ujarnya.
Fanly sempat menceritakan ketika di awal karir, pimpinannya merasa dia memiliki keterbatasan sebagai karyawan perempuan, dibandingkan karyawan laki-laki. Karenanya, ada sebuah tugas dan posisi yang diberikan ke karyawan pria.
Ketika itu, Fanly mengatakan dirinya menentang pandangan tersebut. Fanly berani mengatakan bahwa sebagai perempuan dia juga mampu melaksanakan tugas itu, bahkan jika berhasil melakukannya dia meminta agar bisa mendapatkan posisi tersebut.
"Tapi saya bilang, agar bos saya juga memberikan support. Bukan berarti karena saya berani mengerjakannya, lalu dilepas. Jadi, sama-sama diberi dukungan," ujarnya bercerita.
Kisah lain yang dia diceritakan adalah saat diberi tawaran untuk memimpin Cloudera Indonesia. Padahal, dia sendiri sebenarnya bukan lulusan bidang teknologi informatika.
Ketika mendapat tawaran itu, dia ragu untuk menerimanya karena merasa belum mampu untuk menduduki posisi tersebut. Hanya keraguan itu dijawab Cloudera dengan dukungan melalui mentoring dan coaching, sehingga dia berani mengambil kesempatan tersebut.
"Jadi, saya melihat di company yang baik, mereka memberikan kesempatan yang sama rata secara gender, seperti yang dilakukan Cloudera ini," tuturnya melanjutkan.
Oleh sebab itu, Fanly menuturkan perempuan harus mampu untuk memperlihatkan kemampuan dirinya dan menunjukkan bahwa dia bertanggung jawab terhadap pekerjaanya. Namun tidak hanya itu, perempuan juga perlu menuntut hak jika memang sepadan dengan kerja kerasnya.
Fanly menambahkan perempuan sebaiknya berani memperjuangkan agar dirinya tidak berada di tingkat yang sama terus menerus dalam hal pekerjaan. Dia juga mengingatkan agar lantang bersuara apabila memang perempuan mendapatkan pelecehan di pekerjaannya.
Advertisement
Cloudera Punya Chief Diversity Officer
Cloudera sendiri, menurut Fanly, merupakan perusahaan yang menaruh perhatian dalam keberagaman dan inklusif di lingkungan pekerjaan. Sebagai bentuk keseriusan tersebut, Fanly mengatakan Cloudera kini telah memiliki Chief Diversity Officer.
"Bentuk keberagaman dan inklusif itu diterapkan mulai dari cara kami merekrut, termasuk saat memberikan performance appraisal. Begitu pula saat meeting, kami memastikan agar tidak hanya leader yang berbicara, tapi kesempatan untuk semua orang," ucapnya menjelaskan.
Dengan budaya kerja seperti itu, Fanly menuturkan, Cloudera memastikan seluruh tingkatan karyawan mendapatkan apresiasi yang sama. Bahkan saat ini, eksekutif Cloudera di negara Asia Pasifik memiiki perbandingan yang sama antara pimpinan pria dan perempuan, yakni 50 banding 50.
Oleh sebab itu, Fanly menuturkan perempuan yang ingin menjadi pimpinan di perusahaan teknologi sangat dimungkinkan. Namun perlu diingat, seorang pimpinan tidak hanya perkara kemampuan saja, melainkan juga sikap yang dimilikinya.
"Saya melihat leadership role itu erat kaitannya dengan attitude, kalau ada skill tapi tidak ada attitude itu sama saja. perempuan juga harus memiliki business mindset, cara mengatasi friksi di perusahan, termasuk membuka diri terhadap new technology," tandasnya mengakhiri pembicaraan.
(Dam/Isk)