Sukses

Menkominfo: Pembangunan Pusat Data Nasional Perlu Pertimbangkan Aspek Geostrategis

Menkominfo meninjau lokasi yang direncanakan dipakai untuk pembangunan Pusat Data Nasional di Batam, Kepri.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate menyebut penetapan lokasi proyek pembangunan Pusat Data Nasional tidak hanya dilandasi pertimbangan aspek teknis dan keamanan, tetapi juga aspek geostrategis.

"Di samping pertimbangan-pertimbangan teknis yang disampaikan, tentu kami juga akan melihat titik-titik geostrategis, salah satunya misalnya di Batam," kata Johnny, saat meninjau lahan yang direncanakan untuk membangun Pusat Data Nasional di Kawasan Barelang, Kota Batam, Kepri, Jumat (23/4/2021).

Mengutip keterangan resmi Kemkominfo, pemerintah bakal melakukan analisa terkait geostrategis, dalam hal ini terkait dengan cross-border data flow atau mengalirnya data lintas batas negara.

"Dengan demikian, perlu mempertimbangkan plus dan minusnya, selain itu Kemkominfo juga mempertimbangkan aspek kawasan dalam rangka efisiensi arus data nasional," tuturnya.

Selain Batam, pemerintah memutuskan memilih empat wilayah sebagai titik pembangunan Pusat Data Nasional, yakni wilayah Jabodetabek di Bekasi, calon Ibu Kota baru negara, dan Labuan Bajo.

Spesifikasi Teknis Pusat Data Nasional

Johnny juga menyebut spesifikasi teknis Pusat Data Nasional yang akan dibangun dengan prosesor sebanyak 42 ribu cors dengan kapasitas penyimpanan 72 petabyte.

2 dari 3 halaman

Government Cloud

"Jadi Pusat Data Government Cloud tier 4 standar global, prosesor 42 ribu cors dan kapasitas 72 petabyte atau hampir empat atau lima kali lipat dari jumlah kapasitas yang sudah digunakan saat ini. Karena nanti seluruh data nasional dalam rangka Government Cloud itu ada di sini (Pusat Data Nasional)," ujarnya.

Johnny pun menjelaskan, Indonesia seharusnya mempunyai Satu Data Indonesia sesuai dengan amanat UU ITE, Kepres, dan arahan Presiden Joko Widodo. Untuk itu pemerintah membangun Pusat Data Pemerintah.

Langkah tersebut diambil karena jumlah Pusat Data Pemerintah di Indonesia saat ini tidak sedikit dan dinilai tidak efisien.

Menurut Menteri Johnny, total data baik di pemerintah pusat dan pemerintah daerah berjumlah 2.700 pusat data dan hanya sekitar 3 persen yang memenuhi standar global.

3 dari 3 halaman

Kesulitan karena Data Menyebar dan Sulit Dianalisa

Dengan tidak memenuhi standar internasional, pemerintah jadi kesulitan menyatukan data menggunakan metode apa pun, baik itu data cleansing maupun data interoperabilitas.

Kesulitan ini membuat pemerintah juga sulit mengambil kebijakan publik dalam merancang pembangunan yang akurat sesuai data.

Menurutnya,saat ini untuk melayani pemerintahan pusat dan daerah, Indonesia memakai 24.700 aplikasi yang tidak semuanya bersifat efektif.

Hal ini membuat alokasi belanja negara terlalu besar untuk membiayai pusat data, padahal hanya sedikit yang memenuhi standar global.

Ia berharap kepada para mitra, kementerian, dan pemda di seluruh Indonesia agar saat dibangunnya satu Super Aplikasi dapat dipakai bersama-sama.

(Tin/Isk)

Video Terkini