Sukses

Facebook Rilis Buku Panduan Jaga Privasi dan Keamanan di Medsos

Facebook baru saja meluncurkan buku Panduan Konsumen 'Anti-Ribet' sebagai bagian dari kampanye Nyaman di Sosmed.

Liputan6.com, Jakarta - Facebook baru saja meluncurkan buku Panduan Konsumen 'Anti-Ribet' sebagai bagian dari kampanye Nyaman di Sosmed. Buku panduan ini hadir untuk memberikan panduan bagi para pengguna untuk tetap aman dan nyaman saat berada di Facebook, Instagram, maupun WhatsApp.

Buku panduan ini juga diharapkan dapat membantu meningkatkan kecakapan digital pengguna, sekaligus membantu mereka memanfaatkan fitur-fitur di platform milik Facebook untuk membangun interaksi lebih bermakna bersama komunitas di ranah online.

Menurut Kepala Kebijakan Publik untuk Facebook di Indonesia, Ruben Hattari, buku panduan ini merupakan hasil kolaborasi bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Kami hendak mengajak orang-orang memahami pentingnya menjaga keamanan dan memperkuat privasi ranah online dengan memanfaatkan fitur-fitur di Facebook, Instagram, dan WhatsApp, sehingga mereka dapat menikmati pengalaman online secara optimal," tutur Ruben dalam keterangan resmi yang diterima, Kamis (10/6/2021).

Dikemas dalam bahasa sehari-hari yang mudah dipahami, buku panduan ini memaparkan cara mudah mengaktifkan fitur keamanan di Facebook, Instagram, dan WhatsApp. Mulai dari otentikasi dua langkah hingga melakukan pemeriksanaan keamanan untuk memastikan akun telah terlindungi.

Panduan ini juga membahas tentang sejumlah isu yang kerap dihadapi pengguna, seperti aksi penipuan online dan pembajakan akun. Karenanya, pengguna Facebook dapat menemukan tips mengenai bentuk-bentuk penipuan online hingga langkah mudah melakukan pelaporan, termasuk mengembalikan akun yang dibajak pihak tidak bertanggung jawab.

Selain membahas tentang fitur keamanan, buku panduan ini turut mengajak publik memahami apa saja yang termasuk data pribadi dan cara menjaga informasi berharga tetap aman. Buku panduan ini dapat diunduh secara gratis melalui situs Facebook Indonesia.

"Facebook, Instagram, dan WhatsApp berkomitmen untuk menjaga komunitas tetap aman dan memiliki informasi yang memadai agar dapat saling terhubung, berinteraksi di platform online," tutur Ruben menutup pernyataannya.

2 dari 3 halaman

Facebook Coba Fitur Ingatkan Pengguna Sebelum Berbagi Link Berita

Di sisi lain, Facebook diketahui sedang mencoba fitur baru yang memberikan peringatan pop-up pada pengguna sebelum membagikan link berita. Fitur ini mirip seperti yang telah diterapkan Twitter di platform-nya untuk aksi serupa.

Cara kerjanya, pengguna akan melihat sebuah pesan yang mengingatkan untuk membuka terlebih dulu link artikel tersebut atau melanjutkan membagikannnya.

Uji coba ini akan menjangkau sekitar 6 persen pengguna Facebook di Android secara global dalam peluncuran bertahap.

Dengan adanya tambahan fitur ini, diharapkan pengguna akan memikirkan kembali tujuan asli mereka untuk membagikan jenis konten yang kemungkinan menghasut.

Pasalnya, banyak konten menghasut yang kini mendominasi di platform Facebook.

Dikutip dari Tech Crunch, Selasa (11/5/2021), Twitter memperkenalkan fitur ini pada Juni 2020 lalu, meminta pengguna untuk membaca tautan sebelum me-retweet-nya, kemudian memperluasnya ke lebih banyak pengguna.

Sebelumnya, Facebook juga mulai mencoba fitur yang mirip seperti ini tahun lalu. Juni 2020, perusahaan meluncurkan pesan pop-up untuk memperingatkan pengguna sebelum mereka membagikan konten yang 'berusia' lebih dari 90 hari dalam upaya untuk mengurangi cerita menyesatkan yang diambil dari konteks aslinya.

Beberapa bulan kemudian, Facebook meluncurkan pesan pop-up serupa yang mencatat tanggal dan sumber tautan apa pun yang mereka bagikan terkait dengan COVID-19.

3 dari 3 halaman

Strategi Facebook

Langkah ini disebut sebagai strategi yang menunjukkan preferensi Facebook untuk mendorong penggunanya menghindar dari informasi yang salah.

Selanjutnya, mereka akan mencari sumber berita yang telah terverifikasi, layaknya berita mengenai Covid-19 dan Pemilu Amerika Serikat 2020.

Sementara itu, juri masih belum mengetahui seberapa besar dampak dari pemberlakuan fitur ini terhadap epidemi informasi yang salah.

(Dam/Ysl)