Sukses

Wabah Covid-19 Baru di Asia Kian Memperparah Kelangkaan Chip Global

Taiwan yang merupakan hub signifikan untuk pembuatan chip, saat ini mengalami lonjakan kasus Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Wabah baru Covid-19 di Asia disebut-sebut akan membuat rantai pasokan global kian tertunda dan memperburuk kondisi kekurangan semikonduktor global.

Dilaporkan The Wall Street Journal, Taiwan yang merupakan hub signifikan untuk pembuatan chip, saat ini mengalami lonjakan kasus Covid-19.

Pada Sabtu (12/6/2021), Pusat Komando Epidemi Pusat Taiwan mengumumkan ada 251 kasus baru Covid-19 yang dikonfirmasi dan 26 orang meninggal dunia.

Hari sebelumnya, Jumat (11/6/2021), lembaga tersebut melaporkan 287 kasus baru dan 24 kematian. Kasus Covid-19 tercatat telah meningkat sejak awal Mei 2021.

"Mulai 10 Mei, infeksi Covid-19 melonjak dari angka satu menjadi tiga digit dalam hitungan hari," South China Morning Post melaporkan, sebagaimana dikutip dari The Verge, Minggu (13/6/2021).

Wabah ini berdampak besar pada setidaknya satu perusahaan chip besar di Taiwan.

 

2 dari 3 halaman

Ratusan Karyawan Positif Covid-19

"Di King Yuan Electronics Co., salah satu perusahaan pengujian dan pengemasan chip terbesar di pulau itu, lebih dari 200 karyawan telah dites positif Covod-19 bulan ini. Sementara 2.000 pekerja lainnya tengah dikarantina sehingga memotong sepertiga pendapatan perusahaan," lapor The Wall Street Journal.

TSMC, yang membuat chip untuk Apple, Qualcomm, dan banyak perusahaan teknologi besar lainnya, mengatakan belum terpengaruh.

Akan tetapi, perusahaan memperingatkan pada April lalu bahwa kekurangan chip diprediksi bisa berlangsung hingga 2022.

 

3 dari 3 halaman

Pabrik Chip di Negara Lain

Pabrik-pabrik di Malaysia juga dilaporkan mengalami perlambatan kemampuan manufaktur karena Covid-19.

Asosiasi Industri Semikonduktor Malaysia mengatakan aturan lockdown akan mengurangi produksi antara 15 persen dan 40 persen.

Pusat pengiriman di Asia juga terkena dampak pandemi. Misalnya, Yantian, pelabuhan peti kemas utama di Shenzhen, menurun 30 persen dari aktivitas normalnya.

(Isk/Tin)