Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengungkap masalah terkait payung hukum menjadi salah satu hal yang menghambat terlaksananya TV digital di Indonesia. Padahal menurut mereka, rencana TV digital sesungguhnya sudah ada sejak lama, namun baru bisa mulai direalisasikan pada 2021.
Henri Subiakto, Staf Ahli Hukum Kemkominfo menyebut, Kementerian sesungguhnya sudah membuat beberapa peraturan soal digitalisasi TV terestrial pada 2011 dan 2012.
Baca Juga
"Sudah sempat di-launching, dalam artian percobaan maupun juga bidding, itu 2013 sudah ada," kata Henri dalam webinar sosialisasi TV digital, seperti disiarkan kanal Youtube Kemkominfo TV, ditulis Jumat (40/7/2021).
Advertisement
Namun, Henri mengatakan bahwa mereka baru optimistis akan terlaksananya TV digital ketika sudah ada Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Undang-undang ini adalah undang-undang yang memayungi banyak persoalan, termasuk salah satunya adalah analog switch off," kata Henri.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Analog Switch Off di 22 November 2022
Henri menjelaskan, keterlambatan Indonesia untuk digitalisasi televisi hingga 10 sampai 15 tahun adalah karena dibutuhkannya payung hukum berupa undang-undang.
"Undang-undang penyiaran belum selesai-selesai, sementara undang-undang penyiaran yang lama dianggap tidak mampu oleh Mahkamah Agung untuk menjadi payung," kata Henri.
"Karenanya kita, negara, pemerintah, menunggu undang-undang, yang muncullah Undang-Undang Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020," kata Henri.
Dalam UU Ciptaker sendiri disebutkan bahwa analog switch off harus diselesaikan paling lambat dua tahun setelah undang-undang tersebut diundangkan.
"Akhirnya tanggal 22 November 2022 besok, analog switch off harus kita lakukan," kata Henri.
Advertisement
Penataan Frekuensi
Henri pun mengatakan bahwa digitalisasi televisi bukan sekadar bukan sekadar mengubah teknologi yang dulunya analog menjadi digital, meski tak bisa dipungkiri ada perubahan di sana.
"TV kita nanti akan semakin cerah, semakin bersih, tidak ada semutnya. Betul-betul cerah sekali, tetapi bukan hanya itu," kata Henri.
Selain membuat kualitas siaran televisi lebih baik, menurut Henry, digitalisasi televisi penting untuk penataan frekuensi. Ia menjelaskan bahwa di masa TV analog, satu TV bisa menghabiskan frekuensi 8 megahertz (MHz).
"Nantinya 8 MHz itu ketika digital dipakai untuk sembilan atau bisa lebih sampai 12. Itulah ada yang namanya penghematan frekuensi," kata Henri.
Henri mengatakan, nantinya akan ada frekuensi-frekuensi yang dulunya digunakan oleh TV analog, tidak dipakai lagi dan dikembalikan ke pemerintah.
"Itulah yang namanya frekuensi pita 700 megahertz. Itu kemudian nanti menjadi satu pendapatan negara, karena frekuensinya bisa dipakai kepentingan-kepentingan lain yang lebih sesuai dengan konteks digital sekarang," sambungnya.
(Gio/Ysl)
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia
Advertisement