Liputan6.com, Jakarta - Bukalapak akhirnya secara resmi tercatat di BEI (Bursa Efek Indonesia) hari ini dengan kode 'BUKA'. Acara peresmian termasuk serah terima sertifikat pencatatan saham Bukalapak digelar secara virtual dengan dihadiri Direktur Utama BEI Inarno Djajadi bersama direksi.
Turut hadir dalam acara tersebut, Komisaris Utama Bambang Brodjonegoro bersama jajaran komisaris lainnya. Lalu, ada Direktur Utama Bukalapak Rachmat Kaimuddin serta jajaran direksi lainnya.
Baca Juga
"Kami sangat bersyukur bahwa proses Initial Public Offering (IPO) dapat berjalan dengan baik sesuai rencana. Hari ini, di bulan yang sangat baik bagi bangsa Indonesia, Bukalapak secara resmi tercatat di BEI," tutur Rachmat dalam keterangan resmi yang diterima, Jumat (6/8/2021).
Advertisement
Menurutnya, hal ini dimungkinkan karena dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, OJK, BEI, profesi penunjang, seluruh karyawan, termasuk mitra dan pelapak.
"Walaupun IPO Bukalapak dilakukan di tengah berlangsungnya pandemi COVID-19, minat terhadap saham Bukalapak tetap tinggi. Hal ini mencerminkan kepercayaan terhadap Bukalapak, perusahaan yang berfokus kepada pemberdayaan UMKM yang merupakan penggerak utama ekonomi Indonesia serta kunci potensi ekonomi negara kita," tutur Rachmat melanjutkan.
Sebagai informasi, Bukalapak sebelumnya telah menyelesaikan proses penawaran awal dan roadshow mulai dari 9 hingga 19 Juli 2021. Sementara penawaran umum dilakukan dari 27 hingga 30 Juli 2021.
Hasilnya, ada antusiasme besar dari para investor umum, tercatat jumlah pemesanan yang tinggi melalui metode pooling allotment mencapai sekitar Rp 4,8 triliun. Bukalapak juga telah menambah porsi polling allotment bagi inovestor retail dari 2,5 persen ke 5 persen dari total pemesanan yang tersedia.
Oleh sebab itu, nilai dari saham yang dialokasikan untuk porsi pooling allotment bagi investor retail naik dari yang sebelumnya Rp 547,5 miliar menjadi Rp 1,1 triliun.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Terkumpul Dana Rp 21,9 Triliun
Sesuai dengan ketentuan dalam penawaran umum perdana saham, Bukalapak menawarkan 25.765.504.800 lembar saham dengan harga penawaran sebesar Rp 850 setiap sahamnya.
Adapun dana yang berhasil dihimpun dari IPO ini sekitar Rp 21,9 triliun akan digunakan sebagai modal kerja Bukalapak dan anak usahanya untuk melakukan investasi di beragam produk maupun layanan.
"Bukalapak berhasil melalui proses IPO ini dan diterima dengan amat baik oleh para investor domestik dan internasional. Tercatat bahwa penawaran saham Bukalapak (melalui metode pooling) mengalami kelebihan permintaan sekitar 8,7 kali lipat, dengan pemesanan dari hampir 100.000 investor," tutur Plt. Direktur Utama Mandiri Sekuritas, Silva Halim yang bertindak sebagai Penjamin Pelaksana Emisi Efek.
Bukalapak sendiri menunjuk UBS AG Singapore Branch dan Merrill Lynch (Singapore) sebagai Koordinator Global Gabungan dan Agen Penjual Internasional untuk memasarkan IPO pada investor internasional.
Sementara PT Mandiri Sekuritas dan PT Buana Capital Sekuritas ditunjuk sebagai Penjamin Pelaksana Emisi Efek.
Advertisement
CEO Bukalapak: Kami Sudah All-Commerce, Bukan Cuma E-Commerce
Di sisi lain, CEO Bukalapak, Rachmat Kaimuddin menuturkan, Bukalapak saat ini sudah tak lagi sekadar e-commerce, tapi all-commerce atau menjangkau seluruh kanal. Hal itu bukannya tanpa alasan sebab Bukalapak memang kini menaungi pelapak (online merchant) dan Mitra Bukalapak (warung offline).
"Akhir 2020, (Bukalapak) punya 6,5 juta (online merchant) dan warung offline (Mitra Bukalapak) 7 juta. Total UMKM di bawah ekosistem Bukalapak ada 13,5 juta pada akhir 2020. Jadi bisa dibilang kami ini bukan cuma e-commerce, tapi sudah all-commerce," tutur Rachmat saat bertemu dengan Liputan6.com, Jumat (2/7/2021).
Lebih lanjut Rachmat menuturkan, Bukalapak memang ingin membuat UMKM naik kelas, bukan lagi membakar uang. Terlebih data menunjukkan transaksi e-commerce di Indonesia belum terlalu signifikan dibanding transaksi ritel.
"Business model kami tidak mau ikut seperti itu (membakar uang)," tuturnya. Menurut Rachmat, transaksi e-commerce di Indonesia masih sekitar 5 hingga 10 persen, sedangkan 95 persen transaksi masih terjadi di offline dengan 66 hingga 75 persen terjadi di warung.
Berdasarkan data pula, 70 persen transaksi e-commerce terjadi di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, dan Semarang. Padahal penduduk di lima kota besar itu hanya 10 persen dari populasi Indonesia secara keseluruhan, sehingga masih ada potensi untuk melayani 90 persen sisanya.
Rachmat menuturkan, Bukalapak merasa online marketplace tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Karenanya pada 2016 atau 2017, Bukalapak melakukan perubahan bisnis dengan menghadirkan Mitra Bukalapak.
"Kami ingin warung itu naik kelas biar modern. Sebab, warung itu masih memiliki masalah seperti berupa bisnis individual dan tidak tersentuh teknologi. Untuk itu, kami membuatkan aplikasinya dan menawarkan solusi untuk warung menjadi modern," ujar Rachmat.
(Dam/Isk)