Liputan6.com, Jakarta - Hacker yang meretas platform DeFi bernama Poly Network, dan mencuri mata uang kripto senilai USD 611 juta atau setara Rp 8,8 triliun dikabarkan sudah mengembalikan aset lebih dari USD 4,8 juta.
Selang beberapa waktu kemudian, hacker yang masih belum diketahui identitasnya tersebut kembali mentransfer sekitar USD 256 juta atau sekitar Rp 3,71 triliun dari sisa aset yang dicuri.
Advertisement
Baca Juga
Memiliki niat baik untuk mengembalikan aset mata uang kripto yang dicuri tersebut, Poly Network memutuskan untuk menawarkan pelaku uang imbalan.
Dikutip dari Engadget, Minggu (15/8/2021), hacker tersebut ditawari uang hadiah ebesar USD 500,000 atau sekitar Rp 7,1 miliar.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Imbalan Sebagai Bug Bounty
Perusahaan menyebutkan, uang tersebut merupakan hadiah bug bounty bagi siapa saja yang menemukan dan melaporkan bilamana ada kerentanan keamanan di dalam sistem mereka.
Dalam pernyataannya, Poly Network menyebut pelaku peretasan sebagai "white hat" dan berterima kasih karena telah membantu meningkatkan keamanan di dalam sistem perusahaan.
Sayang, tidak diketahui secara pasti bagaimana hacker itu akan dibawar atau apakah uang bounty bug itu sudah diterima.
Advertisement
Poly Network Tawari Imbalan ke Hacker
Lebih lanjut, seseorang yang mengaku sebagai pelaku peretasan mengkonfirmasi Poly Network menawarkan dirinya hadiah sebesar USD 500.000 untuk mengembalikan aset yang dicuri.
Perusahaan juga berjanji tidak akan menuntut pelaku bertanggung jawab atas insiden tersebut, menurut pesan yang dibagikan di Twitter oleh Tom Robinson, kepala ilmuwan dan co-founder perusahaan pelacak kripto, Elliptic.
It's not over yet! The PolyNetwork hacker seems to have sent the last $235m to a "shared multisig" account. Keys from both Poly & hacker are required to access them. The hacker says they will "PROVIDE THE FINAL KEY WHEN _EVERYONE_ IS READY". Full story:https://t.co/ifku7VUoqu
— Tom Robinson (@tomrobin) August 13, 2021
Masih belum jelas apa yang menjadi alasan hacker tersebut untuk mundur. Beberapa ahli percaya, mereka mungkin merasa sulit untuk mencuci dan menguangkan sejumlah besar kripto yang dicuri.
Lainnya mengatakan, peretas takut diekspos dan dituntut setelah para peneliti menemukan beragam informasi yang dapat mengidentifikasi info, termasuk email dan alamat IP.
(Ysl/Isk)