Sukses

OnlyFans Batal Larang Konten Porno, Ini Alasannya

OnlyFans batalkan rencana pelarangan konten porno di platformnya. Sebelumnya perusahaan menyebut, akan melarang adanya konten eksplisit seksual di platformnya mulai 1 Oktober 2021.

Liputan6.com, Jakarta - Situs khusus untuk konten dewasa, OnlyFans, membatalkan rencana pelarangan konten eksplisit seksual alias konten porno di platform-nya. Pembatalan rencana pelarangan konten porno ini setelah OnlyFans bersepakat dengan pihak pemroses pembayaran.

Sekadar informasi, sebelumnya OnlyFans mengatakan akan melarang materi konten dewasa mulai 1 Oktober 2021. Para pengguna maupun kreator pun kecewa atas rencana tersebut.

Menurut para pengguna, pelarangan konten porno di OnlyFans justru berisiko mendorong maraknya peredaran konten dewasa secara sembunyi-sembunyi.

Melalui cuitan, OnlyFans mengumumkan rencana batalnya pelarangan konten dewasa.

"Terima kasih kepada semua orang karena membuat suara Anda didengar. Kami telah mendapatkan jaminan yang diperlukan untuk mendukung komunitas kreator kami yang beragam. Kami telah menangguhkan perubahan kebijakan yang rencananya diterapkan 1 Oktober mendatang," kata pihak OnlyFans, dikutip dari The Guardian, Kamis (26/8/2021).

Lebih lanjut, OnlyFans juga menyebut, perusahaan berupaya untuk terus menyediakan rumah bagi semua kreator.

Sekadar informasi, pada awalnya pengguna marah dan menyalahkan OnlyFans atas rencana larangan konten porno di platformnya.

Perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh maestro porno Leo Radvinsky ini memang telah lama menyatakan keinginan untuk beralih dari konten dewasa ke yang lebih umum.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Bisnis Baru

Dua hari sebelum mengumumkan rencana pelarangan konten porno, OnlyFans mengungkap bisnis baru, yakni OFTV yang akan membawa platformnya ke smart TV untuk pertama kalinya. Namun aturan dari toko aplikasi melarang adanya konten eksplisit seksual.

Pejabat eksekutif sekaligus salah satu pendiri OnlyFans, Tim Stokely, malah menuding larangan konten porno karena kurangnya dukungan finansial.

"Perubahan kebijakan, kami tidak punya pilihan, jawaban singkatnya adalah (karena) bank," kata Tim Stokely kepada Financial Times.

Dalam hal ini Stokely menunjuk BNY Mellon yang mendanai OnlyFans telah menolak melakukan transfer dana. Bank lain yang berbasis di Inggris, Metro Bank, menutup rekening perusahaan pada 2019.

BNY Mellon dan Metro Bank menolak berkomentar ketika ditanya perihal klaim yang dilayangkan Tim Stokely.

Bukan hanya itu, OnlyFans terdampak aturan baru dari pemroses pembayaran, seperti Mastercard, yang menindak pelanggaran berupa pembagian gambar seksual dan materi pelecehan seksual anak tanpa konsensual (persetujuan).

Persyaratan untuk penyedia konten dewasa ini diumumkan oleh Mastercard pada April lalu. Saat itu Mastercard meminta penerapan verifikasi usia dan identitas yang didokumentasikan untuk semua orang.

3 dari 4 halaman

Valuasi OnlyFans Meroket Gara-Gara Pandemi

"Anda mungkin bertanya, 'kenapa sekarang?" kata Mastercard. Lebih lanjut dikatakan pula, dalam beberapa tahun terakhir, kemampuan mengunggah konten di internet jauh lebih mudah dibanding sebelumnya. "Kini yang dibutuhkan hanya smartphone dan koneksi WiFi," kata Mastercard.

Sekadar informasi, OnlyFans yang dimiliki secara pribadi memiliki valuasi lebih dari USD 1 miliar. Nilainya meroket seiring melonjaknya penggunaan selama pandemi.

OnlyFans dikenal di kalangan pembuat konten amatir karena biaya langganan yang relatif rendah, memungkinkan kreator membawa pulang 80 persen dari penghasilan kreator.

Oleh karenanya, ketika OnlyFans berencana melarang konten dewasa dan eksplisit, para kreator takut bakal kehilangan sumber pendapatan.

"Perubahan ini akan membuat pekerja jalanan tidak mampu membayar sewa dan anak-anak akan kelaparan. Kreator yang tadinya bekerja jarak jauh kini berisiko bekerja di jalanan yang lebih berbahaya," kata pekerja seks online sekaligus ketua bersama asosiasi pekerja dan seniman industri dewasa, Mary Moody.

(Tin/Isk)

4 dari 4 halaman

Infografis Mekanisme Virtual Police Awasi Pengguna Media Sosial