Sukses

WhatsApp Keberatan Dijatuhi Denda Rp 3,8 Triliun oleh Uni Eropa

WhatsApp mengajukan keberatan atas sanksi denda sebesar €225 juta atau setara Rp 3,8 triliun yang dijatuhkan oleh Komisi Perlindungan Data Eropa.

Liputan6.com, Jakarta - Lengan bisnis WhatsApp di Eropa melayangkan keberatan kepada Pengadilan Tinggi atas pemberian sanksi denda €225 juta atau setara Rp 3,8 triliun oleh Komisi Pelindungan Data (Data Protection Commission/ DPC).

Sebelumnya, pada Agustus lalu, DPC menjatuhi sanksi denda sebesar Rp 3,8 triliun kepada WhatsApp karena aplikasi pesan tersebut dinilai melanggar aturan perlindungan data Uni Eropa, yang dikenal dengan GDPR.

DPC merupakan lembaga yang didirikan berdasarkan UU Perlindungan Data 2018/ GDPR. Dalam kasus ini, DPC memulai penyelidikan atas inisiatif sendiri terhadap WhatsApp.

Mengutip laman RTE, Minggu (19/9/2021), hasil investigasi menemukan adanya masalah terkait pemrosesan data pengguna dan non-pengguna WhatsApp. Selain itu, praktik berbagi data pribadi antara WhatsApp dan Facebook juga turut disoroti.

Agustus lalu, DPC pun membuat temuan tertentu terhadap WhatsApp. Di mana, selain mengenakan sanksi denda DPC juga memerintahkan WhatsApp untuk menjalankan pemrosesan data sesuai dengan persyaratan GDPR.

Namun, WhatsApp Ireland Ltd, sebagai perpanjangan tangan WhatsApp di kawasan Eropa mengklaim bahwa keputusan DPC tidak konstitusional dan tidak sesuai dengan Konvensi Eropa mengenai Hak Asasi Manusia.

WhatsApp yang diwakili oleh Declan McGrath SC mengklaim, keputusan DPC yang dibuat berdasarkan bagian dari Undang-Undang Perlindungan Data/ GDPR tahun 2018 cacat dan harus dikesampingkan secara keseluruhan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Poin Keberatan WhatsApp

Menurut WhatsApp, UU GDPR 2018 tersebut memungkinkan DPC untuk terlibat dalam bentuk administrasi peradilan adalah hal yang tidak diizinkan dan bertentangan dengan konstitusi Irlandia.

Pihak WhatsApp juga mengatakan, pengenaan denda sebesar Rp 3,8 triliun merupakan pengenaan sanksi pidana. Mereka mengklaim, besaran denda merupakan gangguan terhadap hak konstitusional WhatsApp.

WhatsApp juga menyatakan, haknya atas prosedur yang adil telah dilanggar. Selain itu, perusahaan juga menyebut, UU GDPR 2018 tidak menyediakan hak banding terkait semua temuan DPC yang menentangnya.

Pasalnya, proses banding terbatas yang terkandung dalam UU 2018 hanya memungkinkan WhatsApp untuk mengungkapkan keberatan atas denda administrasi.

WhatsApp menyebut, bagian dari UU 2018 ini melanggar pasal 6 ECHR, yang menyatakan bahwa tiap orang berhak atas persidangan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang independen.

WhatsApp juga keberatan karena DPC yang membuat keputusan untuk membuka penyelidikan kepada WhatsApp bukan merupakan pengadilan independen dan tidak memihak.

WhatsApp juga telah mengajukan banding hukum kepada Pengadilan Irlandia, menentang putusan DPC. WhatsApp dalam proses judicial review terhadap DPC berupaya untuk membatalkan keputusan denda DPC yang dijatuhkan Agustus lalu.

Kendati demikian, penyelesaian masalah ini ditunda ke bulan Oktober 2021.

3 dari 4 halaman

WhatsApp Kena Denda Rp 3,8 Triliun

Sebelumnya, Agustus lalu, Komisi Perlindungan Data Irlandia (DPC) mengenakan denda 225 juta euro (sekitar Rp 3,8 triliun) kepada WhatsApp karena dinilai melanggar aturan perlindungan data Uni Eropa.

Data Protection Commission (DPC) di Dublin, Irlandia mengumumkan keputusan itu pada hari Kamis waktu setempat, usai melakukan penyelidikan tiga tahun terhadap WhatsApp. 

Dikutip dari The Guardian, Jumat (3/9/2021), langkah tersebut memaksa aplikasi perpesanan milik Facebook itu untuk memperbaiki kebijakan perlindungan data pribadi.

Denda itu merupakan jumlah terbesar yang pernah dikenakan DPC dan denda terbesar kedua yang dikenakan kepada perusahaan teknologi di bawah aturan Uni Eropa.

DPC mengatakan, WhatsApp telah melakukan pelanggaran berat dan serius terhadap peraturan perlindungan data umum atau General Data Protection Regulation (GDPR), sebuah aturan tentang transparansi yang mulai berlaku sejak 2018.

"Ini termasuk informasi yang diberikan kepada subjek data tentang pemrosesan informasi antara WhatsApp dan perusahaan Facebook lainnya," kata DPC dalam sebuah pernyataan.

Dalam putusan setebal 266 halaman, Komisioner Helen Dixon mengatakan, WhatsApp hanya memberikan 41 persen informasi yang ditentukan kepada penggunanya.

Sementara mengutip Tech Crunch, penyelidikan yang dilakukan mempertimbangkan apakah WhatsApp memenuhi kewajiban transparansi kepada pengguna dan non-pengguna layanannya atau tidak.

Sebagai contoh, WhatsApp bisa mengunggah nomor telepon non-pengguna jika pengguna setuju untuk memasukkan kontak mereka yang berisi data pribadi orang lain.

(Tin/Isk)

4 dari 4 halaman

Infografis Waspada WhatsApp Rentan Dibobol Hacker