Liputan6.com, Jakarta - Google Doodle hari ini, Senin (8/11/2021), memperingati dinobatkannya Roehana Koeddoes sebagai pahlawan nasional. Siapa dia?
Lahir pada 20 Desember 1884 di kota kecil Koto Gadang, Sumatera Barat, Hindia Belanda (sekarang Indonesia), dengan nama Siti Roehana, dirinya tampil sebagai sosok jurnalis perempuan pertama di Tanah Air.
Baca Juga
Dibesarkan selama era ketika perempuan Indonesia umumnya tidak mendapat pendidikan formal, Roehana Koeddoes mengembangkan kecintaan membaca lewat berbagai halaman-halaman surat kabar lokal pada usia tujuh tahun.
Advertisement
Pada tahun 1911, ia memulai karirnya di bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah pertama di Indonesia di kota kelahirannya.
Adapun sekolah Koeddoes didirikan untuk memberdayakan perempuan melalui berbagai program, mulai dari pengajaran literasi bahasa Arab hingga moralitas.
Tak hanya itu, Roehana juga memperluas pengaruhnya setelah pindah ke Bukittinggi, sebuah kota besar di Sumatera Barat, dengan menjadi salah satu jurnalis wanita pertama di Indonesia.
Roehana dinilai sebagai perempuan Indonesia pertama yang secara sadar memerankan dirinya sebagai seorang jurnalis. Dia bersedia meliput berita sekaligus menulis untuk kemudian dikirimkan ke media massa.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kiprah Jurnalistik Roehana Koeddoes
Sebelum mendirikan surat kabar Soenting Melajoe, ia berkiprah di surat kabar Oetoesan Melajoe yang sudah terbit sejak 1911.
Pengalamannya mendapat apresiasi dari Datoek Soetan Maharadja alias DSM, pemilik Oetoesan Melajoe yang kemudian mendukung Rohana menerbitkan Soenting Melajoe pada 10 Juli 1912.
Â
Advertisement
Membela Kesetaraan dan Melawan Kolonialisme
Sepanjang karirnya, Roehana terus menulis artikel yang mendorong perempuan untuk membela kesetaraan dan melawan kolonialisme, dengan beberapa mencapai pengakuan nasional.
Sebagian berkat perintis seperti Roehana Koeddoes, banyak yang menganggap perempuan dalam jurnalisme Indonesia lebih kritis dan berani dari sebelumnya.
(Ysl/Isk)