Liputan6.com, Jakarta - Apple dan WhatsApp (Meta) yang jadi produk dengan miliaran pengguna di dunia, keduanya sama-sama menekankan pentingnya privasi, terutama ketika bicara mengenai aplikasi pesan yang aman.
Apple dengan produk iMessage-nya dan WhatsApp dengan layanan pesan yang diklaim memiliki privasi tinggi berkat enkripsi end-to-end.
Baca Juga
Sayangnya, dalam dokumen FBI yang tidak dilaporkan dan diterima oleh Rolling Stone, FBI pernah mengklaim sangat mudah mengumpulkan data dari WhatsApp dan layanan iMessage Apple, selama FBI memiliki surat perintah pengadilan atau surat perintah penggeledahan.
Advertisement
Dikutip dari Rolling Stone, Selasa (30/11/2021), berdasarkan dokumen, Kepala Petugas Teknologi di Pusat Demokrasi dan Teknologi Mallory Knodel mengatakan, "aplikasi pesan terenkripsi paling populer, iMessage dan WhatsApp juga yang paling permisif."
Padahal menurut CEO Meta (dulu bernama Facebook Inc) Mark Zuckerberg, "Facebook telah mengartikulasikan visi yang berfokus pada privasi yang dibangun untuk WhatsApp sebagai layanan pesan paling populer di dunia."
Sementara itu, CEO Apple Tim Cook mengatakan, privasi adalah hak asasi manusia. Ia berkata, Apple memberikan transparansi dan kontrol kepada pengguna. Filosofi ini berlaku juga untuk produk iMessage yang populer di kalangan pengguna iPhone dan produk Apple lainnya.
Dokumen FBI ini tidak mengajukan pertanyaan mengenai kemampuan aplikasi dalam mencegah hacker. Namun, dokumen ini menjelaskan, bagaimana lembaga penegak hukum punya banyak jalur hukum untuk mengekstrak data sensitif pengguna, bahkan dari layanan pesan populer yang diklaim paling aman sekali pun.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dokumen Bernama Lawful Access
Dokumen dengan nama "Lawful Access" ini disiapkan bersama oleh Cabang Sains dan Teknologi serta Divisi Teknologi Operasional FBI. Dokumen tersebut menawarkan jendela dengan kemampuan FBI untuk memperoleh sejumlah besar data dari aplikasi perpesanan terpopuler di dunia secara legal.
Dokumen ini tertanggal 7 Januari 2021 dan merupakan panduan internal FBI tentang jenis data yang dapat diminta oleh lembaga penegak hukum negara bagian dan FBI dari 9 aplikasi pesan terbesar saat ini.
Sementara itu, pakar hukum dan teknologi yang meninjau dokumen tersebut mengatakan, dirinya jarang mendapat informasi sedetail itu dari sudut pandang pemerintah tentang akses penegak hukum ke layanan pengiriman pesan.
"Saya mengikuti hal ini dengan cermat. Saya rasa saya belum pernah melihat ada informasi seperti ini ditata sedemikian rupa, tentu bukan dari perspektif penegak hukum," kata Staf Pengacara Senior di Electronic Frontier Foundation, Andrew Crocker.
Setelah skandal Cambridge Analytica--skandal tentang kebocoran data pengguna Facebook besar-besaran--Mark Zuckerberg bertekad, masa depan komunikasi akan berada di layanan pesan pribadi dan terenkripsi.
Advertisement
WhatsApp Jadi Sumber Data Pribadi
Namun dalam pandangan FBI, melalui dokumen tersebut, WhatsApp adalah sumber data pribadi pengguna.
Menurut dokumen FBI Lawful Access, WhatsApp akan memberikan informasi real-time yang lebih praktis tentang pengguna dan aktivitas mereka, ketimbang aplikasi pesan lainnya. Semua itu bisa didapat asalkan ada surat perintah penggeledahan dan surat perintah pengadilan.
Begitu ada surat perintah, WhatsApp disebut-sebut akan menyerahkan data pengguna hingga contact list yang ditargetkan oleh FBI.
Namun, WhatsApp adalah layanan yang unik, dalam hal seberapa cepat perusahaan memberikan data ke lembaga penegak hukum, sebagai respon dari pen-register (permintaan pengawasan pada pengguna yang ditarget).
WhatsApp akan menghasilkan metadata pengguna tertentu (bukan konten pesan) tiap 15 menit, sebagai tanggapan terhadap pen-register. Panduan FBI menjelaskan, banyak layanan pesan tidak bisa melakukan seperti yang dilakukan WhatsApp.
Tanggapan WhatsApp
Sementara itu, juru bicara WhatsApp yang tak disebut namanya mengkonfirmasi tentang tanggapan WhatsApp terhadap pen-register yang mendekati waktu real-time.
Juru bicara ini mengatakan, dokumen FBI menghilangkan konteks penting, bahwa pen-register tak membuat WhatsApp memberikan konten pesan yang sebenarnya dan hanya berlaku ke depan, tak berlaku surut.
Perusahaan juga menyebut, pihaknya memakai teknologi enkripsi end-to-end untuk menjaga pesan pengguna.
Dengan begitu, baik itu WhatsApp atau penegak hukum tidak bisa mengakses konten pesan secara langsung. WhatsApp juga berkeyakinan, pihaknya mempertahankan enkripsi end-to-end di pengadilan di seluruh dunia.
"Kami dengan hati-hati meninjau, memvalidasi, dan menanggapi permintaan penegakan hukum berdasarkan hukum yang berlaku. Hal ini dijelaskan di situs web kami dan dalam laporan transparansi reguler," tutur juru bicara tersebut.
Pihak perusahaan juga menyebut, dokumen FBI mengilustrasikan bahwa penegak hukum tak perlu memecahkan enkripsi end-to-end untuk berhasil menyelidiki kejahatan.
Menurut si juru bicara, metadata yang diberikan oleh WhatsApp ke penegak hukum hanya berisi informasi tentang pengguna mana yang saling berinteraksi, kapan interaksi dilakukan, dan pengguna lainnya yang memiliki kontak ke orang yang dicurigai.
Advertisement
Permintaan Data iMessage
Sementara itu terkait iMessage, dokumen FBI Lawful Access menyebut, jika ada perintah pengadilan, Apple harus bersedia menyerahkan informasi pelanggan dan data selama 25 hari tentang kueri yang dibuat di iMessage. Misalnya data tentang apa yang dicari pengguna (yang tengah diselidiki), tak termasuk konten pesan.
Dokumen FBI juga menyebut, penegak hukum bisa meminta backup data ponsel (termasuk backup pesan yang dikirim dan diterima di iMessage) jika dicadangkan ke cloud.
Layanan iCloud sendiri dilindungi dengan enkripsi, namun Apple dikatakan memegang kunci enkripsi ini. Sehingga, ketika penegak hukum atau FBI meminta kunci tersebut dengan surat perintah, Apple bisa menyerahkannya.
Juru bicara Apple menolak berkomentar tentang dokumen yang dilihat oleh Rolling Stone ini. Ia meminta media untuk merujuk ke pedoman proses hukum Apple, yang didalamnya menjelaskan data apa saja yang bisa diserahkan perusahaan ke penegak hukum, dalam keadaan tertentu.
(Tin/Isk)
Infografis Mekanisme Virtual Police Awasi Pengguna Media Sosial
Advertisement