Sukses

5 Resep Jitu Mencari Product-Market Fit dari 3 Veteran Startup Indonesia

Product-market Fit (PMF) adalah berbagai upaya penyempurnaan produk dan model bisnis dalam peningkatan kecocokan atau loyalitas/retensi pengguna terhadap produk, sebelum startup masuk tahap ekspansi pasar.

Liputan6.com, Jakarta - Program inkubasi Startup Studio Indonesia (SSI) yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) kini tengah memasuki babak ketiga, di mana kian berfokus dalam memberikan nilai tambah bagi 15 startup early-stage yang terpilih menjadi finalis.

Kelimabelas founders startup tersebut mengikuti sesi 1-on-1 Coaching, yang mana dibina dan dilatih langsung oleh para veteran startup Indonesia, seperti Grady Laksmono, Co-founder Moka dan Head of Selly di GoTo Financial; Phil Opamuratawongse, Co-founder Shipper; serta Fajar Budiprasetyo, Co-founder dan CTO HappyFresh.

Fokus dan tema utama dalam batch ini adalah mencari product-market Fit (PMF), yaitu berbagai upaya penyempurnaan produk dan model bisnis dalam peningkatan kecocokan atau loyalitas/retensi pengguna terhadap produk, sebelum startup masuk tahap ekspansi pasar.

Mencari kecocokan atau fit penting karena menunjukkan seberapa jauh sebuah startup dapat memberikan solusi yang tepat bagi pasar yang ingin mereka layani.

Berkaitan dengan hal tersebut, berikut lima tips penting untuk mencari PMF dari tiga veteran startup Indonesia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 7 halaman

1. Lakukan Uji Pasar Secepat Mungkin

Salah satu kesalahan utama startup adalah menunggu terlalu lama untuk menguji apakah pasar menerima produk mereka dengan baik atau tidak.

Jika model bisnis startup adalah dengan basis langganan, maka tawarkan biaya langganan yang ideal kepada para pengguna, dan evaluasi feedback yang mereka berikan untuk menentukan apakah skema tersebut bisa berjalan dengan baik atau tidak.

Grady Laksmono mengatakan banyak founder startup yang menciptakan problem-problem yang sebenarnya tidak ada atau tidak signifikan di pasaran.

"Kita harus bisa membedakan antara ‘keyakinan’ dan ‘fakta’. Dan proses ini harus berjalan dengan cepat, apakah benar ada problem tersebut? Berapa orang yang benar-benar membutuhkan solusinya? Jika terlalu lama, kita hanya akan menghabiskan terlalu banyak sumber daya dan waktu untuk hal yang sia-sia," ujar Grady, dikutip Selasa (7/12/2021).

 

3 dari 7 halaman

2. Lakukan A/B Testing

Dalam operasional startup, seringkali perusahaan menghadirkan fitur-fitur baru dengan harapan untuk menarik semakin banyak pengguna. Namun, hal ini justru bisa menjadi distraksi dari tawaran utama startup.

Oleh karena itu, Fajar Budiprasetyo menyarankan startup untuk menjalankan A/B testing agar bisa menghitung dampak nyata dari sebuah promo/fitur/kemitraan baru. Ia pun mengaku budaya eksperimen ini telah ia pupuk sejak mengembangkan HappyFresh.

 

4 dari 7 halaman

3. Dengarkan Feedback Pengguna

Pemikiran kritis menjadi hal esensial yang harus dimiliki semua founder startup. Untuk bisa mencapai PMF, maka jalan terbaik adalah untuk benar-benar memahami target pengguna, mulai dari kebutuhan, keinginan, hingga harapan mereka.

"Semua pengguna ingin mencoba layanan startup agar bisa mempermudah hidup mereka. Untuk itu, terlebih bagi para startup B2B atau startup yang model bisnisnya rumit dan membutuhkan edukasi lebih, kalau pengguna belum tertarik mencoba, kita yang harus giat ‘jemput bola’ dan mengajak mereka untuk menggunakan sistem kita, jelaskan apa saja kelebihan-kelebihannya,” kata Phil Opamuratawongse, merefleksikan pengalamannya dalam membesarkan Shipper.

Fajar juga menekankan bahwa feedback dari pengguna menentukan jalan masa depan bagi perusahaan.

"Di HappyFresh, kami memiliki tim teknologi dan produk yang terintegrasi untuk membentuk mindset yang agile dan kolaboratif. Kami juga mengajak tim engineering untuk berbicara langsung dengan pengguna, supaya mereka semakin mendalami pain points dari pengguna dan menciptakan solusi yang tepat," paparnya.

 

5 dari 7 halaman

4. Bersikap Fleksibel dalam Mengadaptasi Produk

Faktanya, tidak semua startup akan sering digunakan oleh pengguna. Bergantung pada jenis bisnisnya, ada startup-startup yang hanya digunakan sekali sebulan atau sekali dalam beberapa bulan. Ini akan menurunkan tingkat retensi pengguna.

Mengomentari permasalahan ini, Phil menyarankan founder startup untuk bisa membangun produk atau fitur-fitur baru yang bisa melengkapi solusi utama tersebut.

Dengan memberikan fitur-fitur baru yang diakses lebih sering, maka kemungkinan untuk menambah aliran pendapatan juga semakin besar. Karena itu, penting bagi startup untuk bersikap fleksibel dan bisa mengadaptasi produk digitalnya sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Grady juga mengungkapkan hal yang sama, “Kita harus terus menerus mempertanyakan asumsi kita. Jangan bergantung di satu jawaban, tapi harus berani berevolusi. Misalnya, ketika masyarakat sedang menghadapi periode ‘New Normal’, perubahan gaya hidup seperti apa yang bisa kita antisipasi.”

 

6 dari 7 halaman

5. Fokus mengembangkan ‘Power User’

Hal lain yang tak kalah penting untuk menentukan PMF adalah fokus dalam pengembangan basis ‘power user’.

“Kenali siapa saja power user atau pengguna setia kita, dan berfokuslah untuk memperluas segmen ini dengan membangun produk-produk baru sesuai dengan kebutuhan mereka. Pahami apa yang membuat power user ini loyal dan tertarik untuk mencoba produk startup kita. Merekalah yang menentukan apakah startup kita bisa makin berkembang atau tidak,” jelas Grady.

Mengingat pentingnya tahap PMF untuk startup, SSI berharap pelatihan tahun ini bisa berkontribusi dalam mencetak 150 startup digital yang mampu mengembangkan skala bisnisnya, dari segi jumlah pengguna, jumlah pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan pendanaan dari Venture Capital pada tahun 2024 mendatang.

 

7 dari 7 halaman

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia