Sukses

Model Machine Learning Bantu Peneliti Koreksi Bias Gender dalam Uji Klinis

Para peneliti menganalisis 16.772 makalah dari pangkalan data PubMed dan masing-masing diberi bobot berdasarkan persentase wanita di dalam uji klinis yang dijelaskan dalam setiap artikel

Liputan6.com, Jakarta - Pengembangan obat-obatan dan perawatan medis lainnya biasanya dimulai dengan penelitian dasar, diikuti dengan percobaan di laboratorium, uji praklinis, dan uji klinis yang mengonfirmasi kemanjuran pengobatan pada manusia dan keamanannya.

Uji klinis adalah proses panjang dan mahal yang menentukan apakah suatu obat-obatan akan menerima persetujuan otoritas terkait. Oleh karena itu, uji klinis berperan penting dan kritis dalam pengembangan perawatan medis.

Sebuah studi terbaru dari para peneliti di Henry and Marilyn Taub Faculty of Computer Science at the Technion – Israel Institute of Technology, dengan kolaborasi bersama Dr. Eric Horvitz of Microsoft Research menjelaskan bias spesifik yang memengaruhi implementasi temuan uji coba klinis. Mereka mendapati bias gender di mana wanita kurang terwakili dalam banyak uji klinis.

Makalah yang terbit di Journal of American Medical Informatics Association (JAMIA) tersebut pun menawarkan alat khusus yang dapat membantu mengimbangi bias gender ini, sehingga meningkatkan perawatan medis untuk wanita.

Menurut Shunit Agmon, seorang kandidat PhD yang terlibat di studi ini, kelompok populasi yang berbeda bereaksi secara berbeda terhadap pengobatan yang diberikan--khususnya, wanita dapat memiliki reaksi berbeda dari pria terhadap suatu pengobatan.

"Kurangnya representasi wanita dalam uji klinis menciptakan bias bermasalah yang membahayakan kualitas perawatan kesehatan wanita, termasuk penyakit yang salah didiagnosis dan reaksi obat yang merugikan," kata Agmon dikutip dari rilis pers via Eurekalert pada Selasa (8/2/2022).

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Kelompok Kurang Terwakili Lainnya

Agmon juga menyoroti bahwa kelompok populasi lain kurang terwakili, termasuk kelompok usia, kelompok etnis, dan demografi tertentu lainnya. Dalam beberapa kasus, ada juga laki-laki yang kurang terwakili, seperti pada penyakit yang dianggap lebih "feminin", seperti fibromyalgia.

Model machine learning dalam beberapa tahun terakhir telah diperkenalkan ke dunia kedokteran, yang bertujuan untuk meningkatkan diagnosis medis, perawatan, dan pencegahan.

Namun, Agmon mengklaim bahwa banyak di antara model tersebut didasarkan pada uji coba yang bias. Oleh karena itu, menurut dia, model-model ini pun tetap mewarisi dan bahkan memperkuat bias-bias tersebut dalam beberapa kasus.

3 dari 4 halaman

Algoritme

Agmon dan tim pun mengeksplorasi masalah ini menggunakan Machine Learning, termasuk Natural Language Processing, Word Embedding. Mereka menganalisis 16.772 makalah dari pangkalan data PubMed dan masing-masing diberi bobot berdasarkan persentase wanita di dalam uji klinis yang dijelaskan dalam setiap artikel.

Dengan cara ini, mereka mengembangkan alat algoritmik yang memungkinkan penggunaan literatur klinis yang sensitif terhadap gender. Algoritme ini mengoreksi bias gender dan meningkatkan kesesuaian perawatan untuk pasien wanita.

Secara substansial algoritme berhasil meningkatkan prediksi untuk wanita dalam berbagai situasi, termasuk lama rawat inap, rawat inap ulang dalam sebulan, dan korelasi antara berbagai penyakit. Meskipun berfokus pada peningkatan prediksi untuk wanita, model ini juga secara signifikan meningkatkan prediksi klinis secara keseluruhan (termasuk untuk pria).

4 dari 4 halaman

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia