Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat dan Rusia dilaporkan menggunakan pengaruh media sosial, terutama TikTok untuk mendorong agendanya masing-masing mengenai invasi ke Ukraina. Bahkan, kedua negara memakai influencer TikTok untuk menyebarkan pandangan mereka terkait invasi Rusia ke Ukraina.
Dikutip dari Engadget, Selasa (15/3/2022), pihak Amerika Serikat melalui juru bicara Jen Psaki dan penasihat Dewan Keamanan Nasional Matt Miller dilaporkan telah melakukan pertemuan dengan sekitar 30 influencer TikTok, termasuk Khalil Greene dan Jules Terpak.
Baca Juga
Seperti dilaporkan The Washington Post, dalam pertemuan tersebut, pihak Gedung Putih memberikan penjelasan mengenai posisi Amerika Serikat dalam invasi Rusia ke Ukraina.
Advertisement
Selain itu, mereka juga menguraikan tujuan strategis AS di kondisi tersebut sekaligus menjawab pertanyaan para influencer, mulai dari upaya bantuan hingga respons teoritis AS bila Rusia menggunakan senjata nuklir.
Menurut Direktur Strategi Digital Gedung Putih, Rob Flaherty, pengarahan tersebut dilakukan sebagai upaya memberikan informasi yang dapat dipercaya dari otoritas, sekaligus pengakuan TikTok merupakan sumber penting untuk pembaruan di Ukraina.
Dengan kata lain, pertemuan ini diharapkan bisa melawan misinformasi terkait invasi Rusia ke Ukraina di platform TikTok.
Sementara di Rusia, berdasarkan temuan Vice, ada sejumlah influencer TikTok yang dibayar untuk membagikan video narasi pemerintahan Vladimir Putin mengenai invasi yang dilakukan ke Ukraina. Para influencer ini mendapatkan arahan dari operator anonim di kanal Telegram.
Tidak hanya itu, operator anonim tersebut juga memberikan informasi untuk menghindari pembatasan diunggahnya video baru yang berasal dari Rusia di TikTok, karena TikTok memang diketahui telah melarang ada video baru yang berasal dari Rusia.
Kendati demikian, belum diketahui siapa yang berada di balik kampanye tersebut. Hanya dari informasi terakhir, kanal di Telegram tersebut sudah ditutup ketika Vice melakukan penyelidikan.
Sejumlah video dalam kanal itu diketahui sudah dihapus. Terkait temuan ini, TikTok sendiri tidak berkomentar dan hanya menyebut pihaknya terus berupaya untuk melawan informasi yang salah seputar invasi Rusia ke Ukraina.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pengguna Google di Rusia Tak Bisa Beli dan Berlangganan Aplikasi Android
Invasi Rusia ke Ukraina hingga kini masih berlangsung, meskipun berbagai sanksi telah diterapkan terhadap negara itu di bidang ekonomi dan teknologi.
Salah satu perusahan teknologi yang ikut mematuhi sanksi lokal dan internasional terhadap Rusia adalah Google.
Belum lama ini, Google telah mengumumkan akan memangkas iklan dan media dari Rusia. Sekarang, perusahaan mengambil langkah untuk menangguhkan sistem penagihan (billing) di Play Store.
Mengutip postingan Google via Gizchina, (14/3/2022), perusahaan menangguhkan sistem pembayaran untuk pengguna di Rusia pada 10 Maret 2022.
Raksasa pencarian itu menjelaskan, pengguna tidak dapat membeli aplikasi dan game di perangkat tablet, TV, atau HP Android mereka masing-masing.
Tak hanya itu, pengguna juga tidak dapat melakukan pembayaran berlangganan atau pembelian barang digital di dalam aplikasi apa pun melalui Google Play Store.
Meski begitu, pengguna Android masih bisa mengunduh aplikasi dan game gratis yang tersedia di Play Store.
Advertisement
Tak Bisa Perbarui Langganan
Lebih lanjut, Google menyatakan saat ini tidak ada cara untuk memperbarui langganan yang sedang berlangsung.
Jika pengguna berlangganan aplikasi, layanan atau apa pun, itu akan dibatalkan segera setelah mencapai batas waktu.
Saat ini, pengguna yang berlangganan selama 1 bulan atau 1 tahun akan berlanjut hingga akhir periode penagihan saat itu.
(Dam/Tin)
Infografis Tentang Rusia
Advertisement