Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Republik Indonesia (RI) mengatakan bahwa mereka akan segera meluncurkan High Throughput Satellite (HTS) yang kedua.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mengaatakan, Hot Backup Satellite (HBS) ini bisa digunakan untuk layanan telekomunikasi Indonesia, serta kepentingan masyarakat ASEAN.
Baca Juga
Johnny mengungkapkan, dalam pertemuan dengan beberapa Menteri ASEAN, Indonesia memilih HTS untuk menjaga independensi layanan satelit sebagai kepentingan transformasi digital nasional.
Advertisement
"Namun juga agar Indonesia mendapat layanan internet yang lebih kompetitif dan lebih efisien," kata Menkominfo di Jakarta Pusat, Selasa (15/03/2022), seperti mengutip keterangan resmi Kemkominfo.
Johnny menambahkan, HBS yang diluncurkan juga demi memenuhi kebutuhan negara-negara ASEAN, dalam kerangka kerja sama infrastruktur.
"Kepada saya disampaikan bahwa (satelit) backup tidak saja untuk memenuhi kebutuhan Indonesia, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan ASEAN dalam rangka kerja sama infrastruktur TIK ASEAN," kata Menkominfo.
Johnny menambahkan, HBS ini nantinya akan dipakai untuk melengkapi layanan publik di Indonesia.
"Satu satelit besar dengan kapasitas 150 Gbps, yang nanti akan digunakan untuk melengkapi kebutuhan layanan satelit bagi titik-titik layanan publik di Indonesia," kata Menkominfo.Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dua Jenis Satelit
Pada Selasa kemarin, penandatanganan pengadaan HBS dengan kapasitas yang setara dengan Satelit Republik Indonesia atau SATRIA-1 ini pun dilaksanakan.
Johnny juga berharap HBS bisa mengorbit sesuai jadwal pada kuartal pertama tahun 2023. Satelit ini sendiri merupakan buatan Boeing, sehingga Indonesia bakal memiliki dua jenis satelit.
"Satu buatan Thales Alenia Space Prancis, dan yang kedua buatan Boeing Amerika Serikat," ujar Menkominfo.
"Dua-duanya akan diluncurkan dengan roket pendorong Falcon 9-5500 milik perusahaan aerospace Elon Musk, SpaceX, dan diluncurkan melalui peluncuran Cape Canaveral di Florida."
Untuk SATRIA-1, menurut Johnny, proses produksinya saat ini sudah mencapai sekitar 70 persen.
Ia menambahkan, Thales Alenia Space mengatakan, peluncurannya masih sesuai jadwal yaitu bulan Juni 2023, dan beroperasi komersial di tahun 2023 kuartal ke empat.
Advertisement
150 Ribu Titik
Menkominfo mengatakan saat ini, terdapat 350 ribu titik layanan publik yang sudah mendapatkan layanan jaringan pita lebar. Sisa titik layanan publik perlu dilayani dengan pengadaan satelit telekomunikasi.
Johnny menyebut, jumlahnya saat ini tidak kurang dari 150 ribu titik yang belum mendapat layanan internet, dari 500 ribu titik layanan publik. "Dengan demikian, maka satelit yang dibangun untuk kepentingan Indonesia sebesar 300 Gbps," imbuhnya.
Adapun, rata-rata benchmark harga sewa kapasitas satelit di dunia berkisar USD400 per Mbps per bulan.
Dari waktu ke waktu, harga sewa tersebut terus mengalami penurunan. Menurut Menkominfo Johnny, saat ini harga sewa berada di kisaran US$ 150 per Mbps per bulan.
Namun, kata Johnny, Satelit SATRIA dan Hot Backup mampu membuatnya menjadi lebih efisien dengan biaya sekitar US$ 45 per Mbps per bulan.
"Jadi jauh lebih efiesien, itulah salah satu kombinasi pilihan jenis-jenis satelit. Kita memilih satelit telekomunikasi yang besar agar biaya per Mbps menjadi lebih efisien," pungkasnya.
(Dio/Isk)
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia
Advertisement