Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan rintisan atau startup buatan anak bangsa semakin banyak bermunculan sejalan dengan teknologi berkembang.
Berbagai startup di sektor bisnis yang beragam pun semakin ramai muncul setiap tahunnya, dengan misi tak hanya sukses di Tanah Air tetapi juga merambah pasar internasional.
Baca Juga
Berdasarkan laporan CB Insights, sepanjang 2021 kucuran modal bagi startup pra-Seri A maupun Seri A mencapai angka 772 juta dolar AS, setara dengan kenaikan sebesar 214 persen secara YoY.
Advertisement
Pendanaan di tahap ini menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan Seri B, Seri C, dan seterusnya. Artinya, peluang masih terbuka sangat lebar bagi para founders perusahaan startup yang masih berada di tahap awal (dikenal juga dengan early-stage).
Gunawan Susanto, Country Manager, Indonesia, Amazon Web Services (AWS) mengatakan, AWS telah menemani perjalanan sejumlah startup anak bangsa dari early-stage hingga tahap lebih lanjut.
Disebutkan, AWS telah menemani perjalanan startup, dari telemedisin (Halodoc), ecommerce (HappyFresh), hingga logistik (Paxel) melalui program AWS Activate.
"Kini, AWS pun tengah membimbing kedua startup Sribuu dan Twibbonize yang menjadi narasumber pada sesi ini," kata Gunawan baru-baru ini dalam jumpa pers secara online.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kiat Twibbonize dan Sribuu Tumbuh Pesat
Lebih lanjut, Sribuu dan Twibbonize berbagai kiat bagaimana startup mereka dapat berkembang dengan cepat walau menghadapi berbagai tantangan, terkhusus saat pandemi Covid-19 saat ini.
“Sribuu merupakan startup yang bergerak di bidang perencanaan keuangan pribadi,” tutur Francisca Susan, CTO dan Co-Founder, Sribuu.
Melalui aplikasi Sribuu, pengguna akan mendapatkan rekomendasi tentang bagaimana sebaiknya mengatur pengeluarannya setiap bulan.
Susan mengatakan, Sribuu menganalisis transaksi yang dilakukan pengguna di platform ecommerce, dompet digital, dan perbankan menggunakan teknologi machine learning AWS untuk menentukan strategi berhemat yang optimal bagi masing-masing pengguna.
Berawal dari pertemanan semasa kuliah, Susan dan teman-temannya menyadari literasi keuangan masih rendah di kalangan masyarakat. Akan tetapi, kesadaran warga meningkat dan kebutuhan untuk pengelolaan uang lebih baik di masa pandemi, membuat Susan dan rekan-rekannya semakin yakin untuk menggarap ide tersebut.
“Sepuluh tahun lalu saja, tidak mungkin perusahaan startup seukuran kami dapat mengakses teknologi termutakhir seperti cloud dan machine learning karena terkendala biaya," katanya.
Namun sekarang, teknologi dapat dimanfaatkan oleh semua orang untuk merealisasikan dan menskalakan ide bisnisnya.
“Sribuu banyak mendapatkan grants dari berbagai program inkubator. Namun, berkat AWS, kami dapat mengalokasikan anggaran untuk merekrut talenta-talenta yang berbakat untuk menunjang perusahaan dalam jangka panjang.”
Advertisement
Twibbonize
Sementara, Twibbonize adalah startup yang mengembangkan aplikasi pembuat twibbon, yakni bingkai foto digital untuk melakukan kampanye online dan dikembangkan oleh Mohamad Fokkerizky, COO dan Co-Founder, Twibbonize, dan kawan-kawannya di jenjang kuliah.
Menurut pria yang akrab disapa Fokker tersebut, Twibbonize mengalami pertumbuhan paling pesat saat kampanye vaksin baru diluncurkan.
Dalam waktu kurang dari 3 tahun, Twibbonize berhasil meraih 120 juta pengguna, dengan 90 juta pengguna dari Tanah Air dan selebihnya dari mancanegara, seperti Filipina dan Thailand. Meski demikian, Twibbonize belum pernah menerima pendanaan.
“AWS membantu kami untuk menskalakan bisnis dan operasional Twibbonize agar dapat disesuaikan dengan lonjakan pengguna kami yang cukup signifikan. AWS pun secara konsisten mengoptimalisasi biaya yang perlu dikeluarkan. Pertumbuhan Twibbonize tidak lepas dari bimbingan AWS yang berharga,” ucapnya.
Startup Tidak Perlu Keluarkan Modal Besar
Gunawan menambahkan, perusahaan startup yang memanfaatkan cloud AWS tidak perlu mengeluarkan modal besar di awal dan dapat membayar sesuai kebutuhan (pay as you go), kecepatan, inovasi tanpa batas dengan risiko yang lebih minim, dan kebebasan untuk berfokus pada permasalahan inti bisnis.
Terlebih, dengan diluncurkannya AWS Asia Pacific (Jakarta) Region pada bulan Desember lalu, pelanggan dapat menikmati tata kelola data serta latensi yang jauh lebih rendah.
(Ysl/Isk)