Sukses

Tanggapan Praktisi soal Target Pembangunan BTS 4G di Wilayah 3T yang Baru Capai 86 Persen

Praktisi kebijakan publik Alamsyah Saragih yang sedang melakukan telaah pada sektor telekomunikasi terutama pemerataan akses telekomunikasi ke wilayah 3T menanggapi target pembangunan BTS 4G BAKTI yang baru capai 86 persen.

Liputan6.com, Jakarta - BAKTI Kemkominfo melaporkan telah membangun 1.900 BTS dari target 4.200 lokasi BTS untuk pembangunan di 2022. Berdasarkan perkembangan terkini, rata-rata pembangunan BTS 4G Fase 1 adalah 86 persen, dimana 1.900 lokasi telah on air dari target 4.200 lokasi BTS.

Menurut BAKTI, pembanguna yang belum sesuai target ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti tantangan geografis dimana kebanyakan pembangunan BTS 4G bertempa di daerah 3T yang sulit dijangkau, hambatan transportasi, serta pembatasan mobilitas barang dan orang akibat pandemi.

Selain itu, kelangkaan pasokan microchip secara global dan gangguan keamanan yang secara spesifik terjadi di Papua. Untuk diketahui, jumlah lokasi BTS yang dibangun di Papua dan Papua Barat mencapai sekitar 65 persen dari total BTS yang dibangun di seluruh Indonesia juga menjadi salah satu penyebab keterlambatan pembangunan.

Alasan ini, menurut praktisi kebijakan publik Alamsyah Saragih yang sedang melakukan telaah pada sektor telekomunikasi terutama pemerataan akses telekomunikasi ke wilayah 3T, memang bisa dipahami, tapi juga berlebihan.

"Hingga Maret 2022, di Papua, konsorsium Lintas Arta, Huawei dan SEI justru berhasil mencapai kinerja Ready For Installation (RFI) 89%. Sementara di luar Papua Fiberhome, Telkom Infra dan MTD secara keseluruhan hanya mencapi 57%, meskipun beberapa subkontraktor mereka ada yang bisa mencapai 80 persen. Jadi, inti masalah bukan pada kendala geografis," tutur Alamsyah dalam keterangan resmi yang diterima, Minggu (17/4/2022).

Lebih lanjut ia menuturkan, mengenai alasan pandemi, fase pertama proyek pembangunan BTS 4G untuk 2021 sebenarnya sudah diperpanjang hingga 31 Maret 2022. Beberapa subkontraktor juga memiliki kinerja yang tinggi dan ditandai oleh pembayaran yang lancar.

Namun, menurut Alamsyah, ada banyak pembangunan yang terhambat karena masalah pembayaran. "Faktanya justru terjadi kelambanan di daerah luar Papua karena banyak subkontraktor level-2 tak dibayar sesuai perjanjian seperti yang ramai diberitakan. Covid-19 sudah tidak relevan lagi dijadikan alasan setelah proyek diperpanjang," tuturnya.

Lalu terkait alasan gangguan keamanan yang menjadi penyebab keterlambatan pembangunan, mantan komisioner Ombudsman ini menyatkan di wilayah Papua dengan gangguan keamanan tinggi masih ada konsorsium yang berhasil mencapai RFI hingga 89 persen, seperti yang dilakukan di Lintas Arta dan Huawei.

"Di wilayah kerja IBS-ZTE hanya mencapai 31%. Berdasarkan informasi dari lapangan, selain terjadi insiden penembakan pekerja, juga pernah terjadi kendala akibat sistem pengangkutan material yang sekaligus dan tak tersortir. Akibatnya terjadi penumpukan di gudang dan diperlukan waktu agak lama untuk melakukan penyortiran dan pengiriman ke lokasi. Pembayaran kepada subkontraktor relatif tak bermasalah," ujarnya menjelaskan.

Sementara di wilayah luar Papua dan Papua Barat yang dikerjakan oleh konsorsium Fiberhome, Telkom Infra dan MTD hanya mencapai RFI 57 persen. Padahal, tingkat risiko keamanan rendah. Menurut Alamsyah, konsorsium ini memiliki persoalan pembayaran pada subkontraktor.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Saran untuk BAKTI

Dengan perkembangan pembangunan BTS yang rendah ini, Alamsyah pun menyarankan agar proyek pembangunan tahap dua tidak dilanjutkan, sebelum dilakukan evaluasi teknis lebih dulu untuk mengetahui fungsionalitas BTS yang sudah dibangund sekaligus mengetahui apakah standar layanannya sudah terpenuhi satu sama lain.

Selain itu, ia menuturkan, perlu dilakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu oleh BPK terkait proses lelang awal dan realisasi pembayaran, baik ke subkontraktor dan pekerja di lapangan. Hal ini dillakukan agar bisa mengetahui akar masalah sesungguhnya keterlambatan pembangunan BTS.

Baru kemudian, Alamsyah menuturkan, dapat dicari solusi konstruktif agar akselerasi pembangunan BTS daerah 3T dapat segera terwujud.

"Jangan sampai proyek pembangunan BTS BAKTI ini mengalami nasib serupa dengan proyek Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) yang pernah digagas Kominfo cq BP3TI (sekarang BAKTI). Hingga saat ini proyek tersebut mangkrak dan berpotensi menimbulkan pemborosan uang negara sebesar Rp 1,4 triliun," tutur Alamsyah menjelaskan.

3 dari 4 halaman

BAKTI Operasikan 1.900 BTS 4G dari Target 4.200 Lokasi di 2022

Sebelumnya, BAKTI Kemkominfo melaksanakan pembangunan jaringan Base Tranceiver Station (BTS) di seluruh Indonesia guna memeratakan sinyal 4G, hingga daerah 3T (terluar, terdepan, tertinggal).

Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kemkominfo Anang Latif mengatakan, pembangunan BTS adalah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi digital yang inklusif.

Ia menyampaikan progress pembangunan BTS di tahun 2022 ini. Menurutnya, dari target 4.200 lokasi BTS, ada 1.900 BTS yang telah beroperasi.

"Rata-rata, progres pembangunan BTS 4G Fase 1 adalah 86 persen, di mana 1.900 lokasi telah on air dari target 4.200 lokasi pada tahun 2022," kata Anang, seperti dikutip dari keterangan resmi BAKTI, Jumat (15/4/2022).

Sementara, menurutnya, pembangunan BTS 4G tahap 2 di 3.704 lokasi dilakukan bertahap sesuai ketersediaan anggaran.

Anang mengatakan, anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan BTS 4G di 2022 adalah untuk membangun 2.300 BTS.

Menurutnya, pembangunan BTS 4G selain dari Universal Service Obligation (USO) juga didukung alokasi APBN, sesuai dengan kemampuan fiskal pemerintah.

4 dari 4 halaman

Bangun 4.200 BTS Butuh Rp 11 Triliun

Anang merinci, pembangunan 4.200 BTS 4G butuh sekitar Rp 11 triliun. Di mana, komponen terbesar adalah untuk biaya logistik material.

Apalagi banyak lokasi pembangunan di daerah 3T yang belum didukung infrastruktur fisik seperti jalan. Itu sebabnya, logistik dikirimkan menggunakan helikopter.

Anang juga mengapresiasi dukungan operator yang kini telah menyediakan sinyal di wilayah 3T. Menurutnya, operator seluler dan vendor mendukung program penyediaan sinyal di wilayah 3T.

"Kini masyarakat di sejumlah wilayah 3T sudah mulai memanfaatkan jaringan BTS yang telah dibangun BAKTI. Pembayaran kepada vendor tidak mengalami kendala karena anggaran tersedia dan termin pembayaran progress diatur dalam kontrak," katanya.

Lebih lanjut dalam paparannya, BAKTI menjelaskan proses pembangunan BTS dimulai dari survei hingga akhirnya bisa on air atau berfungsi.

Tahap pertama yang dilakukan BAKTI sebelum membangun BTS adalah site survei. Tahap ini adalah pelaksanaan survei di lokasi pembangunan BTS.

Kedua, Ready for Construction, yakni tahap lokasi pembangunan BTS sudah siap dan kegiatan konstruksi siap dimulai.

Ketiga ada tahap Material on Area. Di sini merupakan tahap material dan perangkat sudah ada di area di lokasi pembangunan BTS.

Lalu keempat adalah Material on Site, yakni tahap material dan perangkat sudah berada di lokasi pembangunan BTS.

Kelima adalah Ready for Service, yakni seluruh material dan perangkat BTS telah selesai diinstalasi dan siap untuk diintegrasikan dengan jaringan milik operator telekomunikasi.

Keenam adalah tahap on air, yakni BTS telah beroperasi alias on air memberikan layanan. BAKTI menjelaskan, ke-4200 site BTS yang ditargetkan rata-rata progress-nya sudah mencapai 86 persen.

(Dam/Ysl)