Liputan6.com, Jakarta PT. Cashtree For Indonesia yang sebelumnya dikenal lewat aplikasi Cashtree mobile advertising, kini merilis platform e-commerce terbaru mereka bernama Hotdeal Indonesia. Namun saat ini, platform tersebut masih dalam tahap beta.
Inovasi terbaru ini digagas saat Cashtree melihat efek signifikan dari pandemi Covid-19, di mana meningkatnya pembelian barang melalui online platform. Lantas, apa yang membedakan Hotdeal dengan e-commerce lainnya?
Baca Juga
Dalam hal ini Hotdeal ingin meminimalisir maraknya penipuan dan kekecewaan konsumen karena barang yang tidak sesuai dengan foto menjadi salah satu masalah dalam online shopping.
Advertisement
Permasalahan inilah yang ingin Hotdeal Indonesia selesaikan dengan cara menampilkan produk di platform melalui video yang diproduksi sendiri oleh tim Hotdeal.
“Mengingat kebiasaan online shopping orang Indonesia yang lebih percaya pada real video dan testimoni, jadi semua pasti akan terbantu dengan kehadiran video commerce ini," ujar CEO Hotdeal Indonesia, Dallen Kim melalui keterangannya, Selasa (19/4/2022).
Ia menambahkan, hal tersebut dirancang untuk mengurangi risiko konsumen mengalami perbedaan antara produk yang dipesan dengan produk yang sampai ke tangan konsumen.
Sebelumnya, Hotdeal sempat menjadi salah satu startup yang berhasil lolos mengikuti Shinhan Future's Lab batch ke-3 dan berkembang pesat melalui program-program yang diadakan oleh Shinhan.
Dalam masa beta launch selama 4 bulan ini, tim Hotdeal mengungkapkan telah siap dengan berbagai event dan promo menarik.
Salah satu promo yang akan digelar yaitu 'Rejeki Nomplok' dengan cashback 100 persen kepada 10 persen dari jumlah konsumen yang melakukan pembelian produk dalam periode tertentu yang sudah ditentukan.
Jadi hanya dengan berbelanja di Hotdeal, para konsumen bisa memiliki kesempatan belanja gratis.
Rencananya Hotdeal Indonesia akan melakukan official launching pada Juli 2022. Hotdeal sendiri mengaku yakin kehadiran video commerce di Indonesia ini akan memberikan kemudahan dan kepastian bagi pembeli di Indonesia, khususnya online shopper.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kebiasaan Konsumen Selama Pandemi Bikin Tren Belanja Hybrid Meningkat
Institute for Business Value IBM dan National Retail Federation, asosiasi perdagangan ritel terbesar di dunia, merilis studi global yang berjudul "Consumer Want It All".
Studi ini mengungkapkan adanya peningkatan preferensi konsumen untuk keberlanjutan dan pengalaman belanja yang tersebar di berbagai titik kontak digital, fisik, dan mobile.
Survei terhadap lebih dari 19 ribu konsumen menunjukkan, belanja secara hybrid saat ini mengalami peningkatan karena kebiasaan konsumen yang terbentuk selama pandemi Covid-19.
Mengutip keterangan pers IBM, Selasa (8/2/2022), belanja hybrid sendiri merupakan cara belanja yang memadukan saluran fisik dan digital dalam pengalaman berbelanja.
Peritel pun dinilai harus lebih gesit untuk mampu menemui pelanggan di mana pun mereka berada, dengan mengintegrasikan pengalaman digital dan toko fisik.
Adapun, 27 persen responden melaporkan bahwa belanja hybrid menjadi metode pilihan berbelanja mereka, dengan konsumen Gen Z menjadi yang paling mungkin melakukan ini dibandingkan kelompok usia lainnya.
Advertisement
Berbelanja di Toko
Sementara, 72 persen responden mengungkapkan bahwa mereka masih belanja langsung di toko secara keseluruhan atau sebagai sebagian metode pembelanjaan utama mereka.
Alasan teratas responden masih mengunjungi toko adalah mereka bisa menyentuh dan merasakan produk sebelum membelinya (50 persen), serta dapat memilih dan menentukan produk mereka sendiri (47 persen).
Beberapa juga menilai mereka bisa langsung mendapatkan produk yang diinginkan (43 persen), meskipun apa yang dicari pembeli di toko fisik bervariasi menurut kategori produk.
Mulai tahun 2020, keberlanjutan juga menjadi semakin penting untuk keputusan pembelian dan preferensi merek bagi konsumen yang disurvei.
Konsumen yang memiliki tujuan khusus, memilih produk atau merek berdasarkan nilai mereka misalnya terkait dengan keberlanjutan, yang jadi segmen tebesar dari konsumen yang disurvei (44 persen).
Perubahan Mendasar dalam Perilaku Konsumen
62 persen responden mengatakan bersedia mengubah kebiasaan berbelanja mereka untuk mengurangi dampak lingkungan, naik dari sebelumnya 57 persen dua tahun lalu.
Setengah dari responden mengatakan bahwa mereka bersedia membayar premi untuk keberlanjutan, dengan rata-rata premi adalah 70 persen. Diperkirakan, premi ini dua kali lipat dari tahun 2020.
Namun, ada kesenjangan antara intensi dan tindakan. Hanya 31 persen responden yang mengatakan bahwa produk berkelanjutan merupakan sebagian besar ataukeseluruhan pembelian terakhir mereka.
Mark Mathews, Wakil Presiden Pengembangan Penelitian dan Analisis Industri di National Retail Federation mengatakan, konsumen kini juga mengharapkan fleksibilitas untuk membangun pengalaman belanja mereka sendiri.
"Pendekatan hybrid merupakan perubahan mendasar dalam perilaku konsumen," kata Mathews.
Transformasi Operasi
Sementara, Luq Niazi, Direktur Pelaksana Global IBM Consumer Industries mengatakan, keberlanjutan saat ini jadi semakin penting bagi konsumen, meski masih ada kesenjangan antara intensi dan tindakan.
Hal itu dinilai karena kurangnya informasi dalam proses pembelian. "Oleh karena itu, penting bahwa peritel untyuk menunjukkan pilihan dan opsi berkelanjutan di setiap langkah berbelanja para pelangganya," kata Niazi.
Niazi juga menyebutkan, belanja hybrid telah menguasai sebagian besar kategori, terutama terutama barang-barang rumah tangga dan pakaian.
"Sementara toko fisik terus memainkan peran utama dalam grosir, belanja hybrid juga berkembang dalam kategori ini," ujarnya.
Maka dari itu, menurut Niazi, terlepas dari dampak Covid-19, banyak merek ritel yang secara cepat terus mentransformasi operasi, pengalaman pelanggan, dan rantai pasokan dengan teknologi seperti Ai, hybrid cloud, dan blockchain.
Advertisement