Sukses

Link Twibbon Hari Puisi Nasional 2022 untuk Mengenang Wafatnya Chairil Anwar pada 28 April

Hari Puisi Nasional pada 28 April diperingati untuk mengenang wafatnya penyair Indonesia, Chairil Anwar

Liputan6.com, Jakarta - Tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional. Peringatan ini ditetapkan untuk mengenang wafatnya penyair Indonesia Chairil Anwar.

Dikutip dari laman Ensiklopedia Sastra Indonesia milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kamis (28/4/2022), nama Chairil Anwar tidak bisa dilepas dari dunia puisi Indonesia modern.

Chairil Anwar, yang menjadi pelopor Angkatan 45 dalam Sastra Indonesia, lahir pada tanggal 22 Juli 1922 di Medan, Sumatra Utara. Laman Ditsmp Kemdikbud mengungkapkan, Anwar sudah melahirkan 96 karya, termasuk 70 puisi.

Berbagai puisi dengan berbagai tema telah diciptakan oleh Anwar selama hidupnya. Sebut saja puisi perjuangan seperti "Aku", "Karawang-Bekasi", dan Diponegoro.

Tidak lupa ada puisi bertemakan percintaan dan renungan, di mana beberapa yang populer seperti "Senja di Pelabuhan Kecil", "Doa", dan "Selamat Tinggal."

Semangat serta bentuk apresiasi untuk puisi Indonesia bisa disebarkan oleh masyarakat, salah satunya dengan menyebarkan kampanye Hari Puisi Nasional 2022 melalui Twibbon.

Twibbon adalah bingkai yang dipasang di foto profil media sosial, yang memiliki tema atau kampanye tertentu.

Berikut ini 10 link Twibbon Hari Puisi Nasional 2022 yang jatuh pada tanggal 28 April ini, yang bisa diunduh dan digunakan secara gratis tanpa memasang aplikasi apapun.

  • https://pranala.link/haripuisinasional?link=6212
  • https://pranala.link/haripuisinasional?link=6211
  • https://pranala.link/haripuisinasional?link=6210
  • https://pranala.link/haripuisinasional?link=6209
  • https://pranala.link/haripuisinasional?link=6208
  • https://pranala.link/haripuisinasional?link=6207
  • https://pranala.link/haripuisinasional?link=6206
  • https://pranala.link/haripuisinasional?link=6205
  • https://pranala.link/haripuisinasional?link=6204
  • https://pranala.link/haripuisinasional?link=6203

Chairil Anwar mengenyam pendidikan dasarnya di sekolah dasar pada masa Belanda, di Neutrale Hollands Inlandsche School (HIS) di Medan.

Setelah lulus dari HIS, Anwar meneruskan pendidikannya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Medan, yang setingkat dengan SLTP atau SMP, namun hanya sampai kelas satu.

Anwar lalu pindah ke Jakarta dan masuk ke MULO di Jakarta. Saat itu, ia sudah membaca buku-buku tingkat Hogere Burger School (HBS). Meski begitu, Chairil Anwar hanya sampai kelas dua di MULO Jakarta.

Anwar lalu melanjutkan pendidikannya secara autodidak. Ia mempelajari bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman, sehingga bisa membaca dan mempelajari karya sastra dunia yang ditulis dalam bahasa-bahasa asing.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Riwayat Hidup dan Keluarga Chairil Anwar

Bulan Januari sampai Maret 1948, Chairil Anwar menjadi redaktur majalah Gema Suasana. Karena tidak puas, dirinya pun mengundurkan diri dari pekerjaan itu.

Anwar lalu bekerja sebagai redaktur di majalah Siasat sebagai pengasuh rubrik kebudayaan "Gelanggang" bersama Ida Nasution, Asrul Sani, dan Rivai Apin.

Anwar sempat merencanakan pendirian majalah kebudayaan bernama "Air Pasang" dan "Arena." Namun rencana itu tak terwujud hingga dirinya meninggal dunia.

Chairil Anwar menikah dengan Hapsah pada tanggal 6 September 1946 di Karawang. Dari perkawinannya itu, ia dikaruniai anak bernama Evawani Alissa yang biasa dipanggil Eva, dan lahir pada 17 Juni 1947.

Anwar lalu bercerai dengan Hapsah tanpa diketahui penyebabnya dan membawa Eva. Di usia 8 tahun, Eva baru mengetahui bahwa Chairil Anwar adalah ayahnya.

Bertahun-tahun kemudian, Eva lalu mengenyam pendidikan tinggi hukum dan menjadi seorang pengacara.

Sejak perceraiannya, kesehatan Chairil Anwar dikabarkan menurun. Tanggal 23 April 1949 dia diopname di CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) karena sakit paru-paru.

Anwar meninggal dunia pada 28 April 1949 pukul 14.30. Jenazahnya dimakamkan pada tanggal 29 April 1949 di Pemakaman Umum Karet, Jakarta Selatan, dan mendapatkan sorotan dari masyarakat saat itu.

3 dari 4 halaman

Berbagai Karya Ciptaan dan Terjemahan

Pengalaman menulis Anwar sendiri dimulai tahun 1942 saat dia menciptakan sebuah sajak yang berjudul "Nisan." Di tahun 1949, jelang akhir hayatnya, ia masih menghasilkan enam buah sajak.

Keenam sajak tersebut yaitu: "Mirat Muda", "Chairil Muda", "Buat Nyonya N", "Aku Berkisar Antara Mereka", "Yang Terhempas dan Yang Luput", "Derai-Derai Cemara", dan "Aku Berada Kembali".

Tak hanya menciptakan, Anwar juga menerjemahkan sajak-sajak dari sastrawan luar negeri seperti R.M. Rilke (Jerman), H. Marsman (Belanda), E. du Perron (Belanda), dan J. Slauerhoff (Belanda), serta NIetzsche (Jerman).

Ia juga menerjemahkan sajak De Llatste Dag Der Hollanders op Jawa karya Multatuli dengan judul "Hari Akhir Olanda di Jawa."

Sajak lain yang diterjemahkan antara lain The Raid karya John Steinbeck (Amerika) dengan judul "Kena Gempur", serta Le Retour de l'enfant prodigue karya Andre' Gide (Prancis) dengan judul "Pulanglah Dia Si Anak Hilang."

Chairil Anwar juga telah menerjemahkan karya John Cornford (Inggris), Hsu Chih Mo (Cina), Conrad Aiken (Amerika), dan W.H. Auden (Amerika).

4 dari 4 halaman

Sajak Chairil Anwar

Selama enam setengah tahun sejak tahun 1942 sampai 1949, Charil Anwar telah menghasilkan 71 buah sajak asli, 2 buah sajak saduran, 10 sajak terjemahan, enam prosa asli, dan 4 prosa terjemahan.

Anwar mengatakan, menulis sebuah sajak tidak bisa sekali jadi. Setiap kata yang ditulis harus digali dan dikorek dengan sedalam-dalamnya.

Semua kata harus dipertimbangkan, dipilih, dihapus, dan kadang-kadang dibuang, yang kemudian dikumpulkan lagi dengan wajah baru.

Anwar sendiri adalah pelopor Angkatan 45. Dirinya dinilai berjasa dalam melakukan pembaruan puisi Indonesia. Berikut ini salah satu puisi ciptaan Chairil Anwar yang paling terkenal, yang berjudul "Aku".

Kalau sampai waktuku

Ku mau tak seorang kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari Hingga hilang pedih perih

Dan akan lebih tidak peduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

(Dio/Ysl)