Sukses

Peneliti MIT Rancang Alat Desalinasi Portabel untuk Ubah Air Laut jadi Air Minum

Peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) membangun unit desalinasi portabel 10 kg yang dapat mengubah air laut menjadi air yang dapat diminum.

Liputan6.com, Jakarta Dalam situasi darurat atau ekstrem, akses air minum adalah masalah hidup atau mati. Hingga saat ini isu tersebut masih sulit dipecahkan, sehingga logistik dan infrastruktur yang baik tetap menjadi solusi pasokan air.

Sebagai solusi, peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), Jongyoon Han dan rekan lainnya menggambarkan teknik dan bahan yang digunakan untuk membangun unit desalinasi portabel 10 kg yang mengubah air laut menjadi air yang dapat diminum hanya 'dengan menekan satu tombol'.

Menurut para peneliti, perangkat yang diberi nama ICP Water Tech ini menggunakan sedikit energi dan dapat ditenagai oleh panel surya portabel kecil senilai sekitar US$ 50.

Mengutip laman Ubergizmo, Rabu (4/5/2022), laman Techxplore memperkirakan bahwa alat canggih tersebut akan melebihi standar kualitas Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

Untuk mencapai kebutuhan energi yang rendah seperti itu, proses desalinasi tidak menggunakan sistem tipikal yang membutuhkan air untuk didorong melalui filter pada tekanan tinggi. Teknik klasik ini juga mencegah miniaturisasi seluruh mesin.

Sebagai gantinya, perangkat tersebut mengusir partikel garam (tetapi juga bakteri dan virus) menggunakan medan listrik, sehingga mengisolasinya dalam air yang nantinya akan dibuang.

Dengan menggunakan teknik ini, mereka dapat membuat 0,3 liter air minum per jam menggunakan sekitar 20 watt listrik.

Saat ini, ICP Water Tech belum dijadikan produk komersial. Meskipun demikian, prototipe-nya bisa berfungsi dengan baik dan menjadi konsep untuk pengoptimalan di masa depan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 5 halaman

20 Juta Orang Indonesia Belum Punya Akses Air Minum Layak

Di sisi lain, masyarakat Indonesia masih banyak yang belum memiliki akses air minum dan sanitasi yang layak. Menurut Senior Program Manager Water.org, Aldi Surianingrat, ada 38 juta masyarakat yang belum punya akses sanitasi dan 20 juta orang yang belum punya akses air minum layak.

Padahal akses terhadap air minum di negara berkembang dapat mendorong kualitas hidup masyarakat yang lebih produktif dan sehat.

“Yang belum memiliki akses air minum dan sanitasi layak, banyak dari masyarakat khususnya berpenghasilan rendah,” kata Aldi dalam keterangannya, Kamis (24/3/2022).

Menurut Aldi, meningkatkan pembiayaan mikro dapat memberikan akses yang lebih luas bagi masyarakat terhadap infrastruktur air dan sanitasi yang layak. Water.org terus mendorong lembaga keuangan, agar memiliki produk keuangan yang menyasar orang dapat mengakses air minum dan sanitasi.

Sejak 2014, Aldi menjabarkan, sudah lebih 600 ribu rumah tangga yang mendapat pembiayaan yang difasilitasi Water.org. Dari 600 ribu rumah tangga itu, sekitar 3,3 juta jiwa yang menerima manfaat dari pembiayaan untuk mengakses air minum dan sanitasi.

“Yang menarik, jumlah dana yang berputar untuk kredit, untuk membantu rumah tangga, khususnya masyarakat bergolongan rendah itu untuk mencicil, itu sampai Rp1,4 triliun dari 2014. Tetapi masih banyak yang perlu kita kolaborasi lebih lanjut untuk meningkatkan itu,” ujar dia.

Aldi berharap, di momentum hari air sedunia yang jatuh pada tanggal 22 Maret ini, semakin banyak masyarakat memahami bahwa persoalan sanitasi dan air minum masih belum tuntas. Apalagi Mei 2022 nanti Indonesia akan menjadi tuan rumah Sector Minister Meeting (SMM) yang hadir untuk memperkuat kerja sama antara menteri-menteri yang bertanggung jawab atas air, sanitasi, dan kebersihan dari 50 negara.

“SMM 2022 akan diadakan beriringan dengan Konferensi Sanitasi dan Air Minum (KSAN) sebagai wadah strategis untuk mengikat komitmen antar-stakeholders dalam memperbaiki akses air dan sanitasi,” katanya.

 

 

3 dari 5 halaman

Atasi Kemiskinan

Sementara itu Kepala Divisi Pengelola Bisnis Mekaar Permodalan Nasional Madani (PNM), Wisnandi Habang, mengatakan masalah utama saat ini adalah kemiskinan. Dan kemiskinan berkaitan dengan akses air minum dan sanitasi.

“Makanya untuk menyelesaikan masalah akses air minum dan sanitasi, tentu kita harus menyelesaikan masalah kemiskinan itu sendiri,” katanya.

Menurut Wisnandi, PNM berupaya mengatasi persoalan kemiskinan di masyarakat berpenghasilan rendah dengan mendukung ekonomi produktif di masyarakat. “Dan di dalam masyarakat ada keluarga. Dan keluarga sangat erat kaitannya dengan perempuan,” katanya.

Maka itu, PNM mencoba mendukung kelompok ibu-ibu produktif. “Yang awalnya belum punya usaha, bisa punya usaha. Dari usahanya kecil bisa lebih berkembang. Sehingga kesejahteraan mereka meningkat,” ujarnya.

Setelah kesejahteraan meningkat, kata Wisnandi, akses terhadap sanitasi dan air minum bisa ditingkatkan. “Kami punya nasabah 14,5 juta perempuan semuanya yang mendapat pembiayaan,” katanya.

PNM juga menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat berpenghasilan rendah, untuk akses sanitasi dan air minum keluarga. Besarannya, mulai dari Rp500 ribu sampai Rp2 juta. “Saat ini ada 40 ribu pembiayaan aktif, dengan total penyaluran sebesar lebih dari Rp120 miliar,” kata Wisnandi.

Sementara itu dari sisi pemerintah, Koordinator Lintas Bidang Air Minum dan Sanitasi Direktorat Perumahan dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas, Nur Aisyah Nasution, menjelaskan pemerintah memiliki target agar semua masyarakat Indonesia memiliki akses air minum yang layak di 2024. Sementara capaian Bappenas hingga akhir 2021 untuk akses air minum layak sebesar 90,8 persen.

 

4 dari 5 halaman

Target Diperluas

Pemerintah juga mentargetkan 15 persen dari total penduduk Indonesia bisa mendapat akses air minum yang aman.

“Kalau akses air minum aman, ini sebenarnya menjadi agenda SDGs. Kalau kita bepergian ke luar negeri kan ada yang bisa langsung minum dari air kran. Itu air aman. Itu targetnya di 2024 itu 15 persen, air minum yang aman,” katanya.

Di sisi lain, persoalan sanitasi yang buruk dapat meningkatkan terjadinya stunting. “Makanya persoalan sanitasi itu harus dituntaskan. Masalah stunting itu berkaitan dengan limbah domestik. Kalau air limbah tidak dikelola dengan baik, itu yang menyebabkan anak-anak diare. Ketika dia sering diare, pertumbuhannya terhambat sehingga bisa mengakibatkan stunting,” Nur Aisyah menjelaskan.

Saat ini akses air minum layak dialirkan melalui jaringan perpipaan ke 14,4 Juta Sambungan Rumah (SR) atau 19,1 persen dan melalui Bukan Jaringan Perpipaan (BJP) seperti sumur, sebanyak 54,2 Juta Rumah Tangga atau 69,52 persen.

Di waktu yang bersamaan, Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, Faldo Maldini, mengakui negara masih memiliki masalah akses air minum dan sanitasi. Untuk mengatasi itu, bisa dilakukan dengan pembiayaan mikro. “Selain persoalan akses, yang perlu ditingkatkan adalah dari sisi kualitas,” ujarnya.

Pemerintah tidak akan menutup ruang untuk pembiayaan mikro untuk akses air minum dan sanitasi yang layak dan aman. “Kita pasti mendukung pembiayaan dan program yang sustain. Dan perlu juga kita berbicara dengan Pemda-Pemda nanti,” ujar Faldo.

5 dari 5 halaman

[INFOGRAFIS] Manis Pahit Kopi untuk Kesehatan

Video Terkini