Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan induk dari aplikasi kencan Tinder, Match, dan OkCupid yaitu Match Group, mengajukan gugatan terhadap Google dan Alphabet pada hari Senin pekan ini, untuk memprotes sistem pembayaran.
Perusahaan mengatakan, hal ini adalah "upaya terakhir" untuk mencegah Tinder dan aplikasi lainnya dipaksa berhenti dari Play Store, karena menolak membagikan 30 persen dari penjualan mereka.
Baca Juga
Gugatan Match, mengutip New York Post, Selasa (10/5/2022), diajukan di pengadilan federal California, Amerika Serikat.
Advertisement
Match menuding Google telah melanggar undang-undang anti-monopoli federal dan negara bagian, serta berusaha untuk menghentikan perilaku tersebut. Beberapa aplikasi Match telah dikecualikan dari kebijakan Google selama sekitar satu dekade terakhir.
Namun, menurut gugatan tersebut, Google mengatakan akan memblokir aplikasi tersebut untuk bisa diunduh pada 1 Juni, kecuali mereka hanya menawarkan sistem pembayarannya dan berbagi pendapatan.
"Gugatan ini adalah langkah terakhir," kata Chief Executive Match, Shar Dubey.
"Kami mencoba, dengan itikad baik, untuk menyelesaikan masalah ini dengan Google, tetapi desakan dan ancaman mereka membuat kami tidak punya pilihan," kata Dubey.
Gugatan juga menyebut, mayoritas pengguna di aplikasi paling populer Match yaitu Tinder, lebih memilih sistem pembayaran yang memungkinkan untuk paket cicilan, transfer bank, dan fitur lain yang tidak disediakan oleh Google.
Juru Bicara Google Dan Jackson, di sisi lain menuding gugatan ini hanyalah kelanjutan dari "kampanye kepentingan pribadi Match Group untuk menghindari nilai signifikan yang mereka terima dari platform seluler tempat mereka membangun bisnisnya."
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Google Sebut Melindungi Pengguna dari Penipuan
"Seperti bisnis apa pun, kami mengenakan biaya untuk layanan kami, dan seperti platform yang bertanggung jawab, kami melindungi pengguna dari penipuan dan penyalahgunaan dalam aplikasi," kata Jackson, dikutip dari The Verge.
Menurut Jackson, aplikasi Match Group memenuhi syarat untuk membayar hanya 15 persen di Google Play untuk langganan digital, yang disebut sebagai tarif terendah di antara platform aplikasi besar.
Selain itu, kata Jackson, aplikasi Android juga terbuka untuk didistribusikan dari tempat lain apabila "mereka tidak ingin mematuhi kebijakan Google Play."
"Keterbukaan Android memberi mereka banyak cara mendistribusikan aplikasinya ke pengguna Android, termasuk lewat toko aplikasi Android lain, langsung ke pengguna lewat situs web-nya, atau sebagai aplikasi khusus konsumsi."
Match Group diketahui tergabung dalam Coalition of App Fairness, sekelompok perusahaan yang juga mencakup Spotify dan Tile.
Kelompok ini dibentuk untuk melawan kebijakan anti kompetisi, di mana di antaranya seperti aturan Apple dan Google, yang melarang pengembang menggunakan pemroses pembayaran pihak ketiga.
Di bulan Maret, Google mengumumkan mereka akan mulai menguji cara bagi pengembang Android untuk menggunakan sistem pembayarannya sendiri, dimulai dengan Spotify.
Namun, tidak jelas apakah Google masih akan mengambil komisi dari penjualan tersebut dan, jika benar dilakukan, berapa biayanya.
Advertisement
Google Hapus 1,2 Juta Aplikasi Android dari Play Store
Di sisi lain, Google tampaknya semakin serius untuk memberantas maraknya peredaran aplikasi berbahaya, dan pengembang bermasalah di layanan Play Store.
Menurut laporan Neowin, raksasa mesin pencari itu sedang meningkatkan privasi dan keamanan lebih baik lagi di Play Store.
Mengutip laporan Neowin, Minggu (1/5/2022), Google telah menonaktifkan semua aplikasi pihak ketiga yang memiliki kemampuan untuk merekam panggilan pengguna.
Perusahaan juga mengungkap bagian "data safety" di aplikasi, dan mengharuskan pengembang untuk memberikan informasi tentang data yang mereka kumpulkan dan tujuannya.
Selain itu, Google juga mengungkap data telah memblokir 190 ribu akun pengembang aplikasi berbahaya dan spam pada tahun 2021 saja. Mereka menyebutkan telah menghapus sekitar 1,2 juta aplikasi dari toko digital miliknya karena telah melanggar kebijakan Google Play.
Perusahaan yang berbasis di Mountain View, California, ini juga telah menutup lebih dari 500 ribu akun pengembang yang tidak aktif di Google Play Store.
Google Membatasi Aplikasi Lama
Keinginan Google untuk menjadikan Play Store lebih aman bagi pengguna tablet dan HP Android. Salah satunya dengan bagian "Data Security".
Ini adalah kebijakan aplikasi paling utama bagi pengembang, dan sebagai upaya untuk menyediakan SDK lebih aman kepada miliaran konsumen saat membuat aplikasi mereka.
Untuk melindungi privasi dan keamanan pengguna, Google juga akan mulai membatasi aplikasi lama di Google Play Store.
Google menjelaskan, mulai 1 November 2022, aplikasi yang tidak menggunakan API baru dua tahun setelah OS Android dirilis tidak akan muncul di pencarian.
Aplikasi apa pun yang termasuk dalam kategori tersebut akan keluar dari Play Store mulai 1 November.
Pengguna yang meng-update perangkat mereka secara teratur “diharapkan akan menyadari potensi penuh dari semua perlindungan privasi dan keamanan yang ditawarkan Android”.
(Dio/Ysl)
Advertisement