Liputan6.com, Jakarta - Sebuah roket milik perusahaan yang bergerak di bidang luar angkasa, Astra, gagal meluncur saat membawa dua satelit pelacak cuaca milik badan antariksa Amerika Serikat, NASA.
Akibat kegagalan yang terjadi karena kematian prematur mesin di tahap kedua tersebut, NASA harus kehilangan dua satelit cuaca miliknya.
Baca Juga
Dilansir The Verge, dikutip Selasa (14/6/2022), Launch Vehicle 0010 (LV0010) Astra sebenarnya sudah berhasil lepas landas dari Cape Canaveral Space Force Station, Florida pada Minggu siang waktu setempat.
Advertisement
Namun, roket tersebut mengalami kegagalan di tahap atas sekitar 10 menit setelah penerbangannya.
"Tahap atas ditutup lebih awal dan kami tidak mengirimkan muatan ke orbit," kata Astra dalam sebuah pernyataan di akun Twitternya. "Kami telah membagi penyesalan kami dengan NASA dan tim muatan."
Sementara, Thomas Zurbuchen, Associate Administrator untuk divisi sains NASA mengakui peluncuran yang gagal tersebut melalui sebuah utas di Twitter-nya. Namun ia masih menyatakan optimistis.
Zurbuchen juga menulis ini masih "menawarkan peluang besar untuk sains baru dan kemampuan peluncuran."
Peluncuran ini merupakan bagian dari misi NASA untuk mengirim enam satelit TROPICS ke luar angkasa, CubeSats kecil sepanjang satu kaki ini diharapkan membantu NASA melacak perkembangan badai tropis dengan lebih baik.
CubeSats merupakan satelit murah yang sering dibuat oleh para peneliti di perguruan tinggi dan universitas.Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sedang Diselidiki
Tidak diketahui apakah atau kapan NASA bakal mengirimkan satelit TROPICS yang tersisa dengan Astra, atau apakah mereka akan menggantikan dua satelit yang hilang.
Mengutip pernyataan di situs resminya, NASA mengatakan bahwa masih ada empat CubeSat TROPICS lainnya yang akan diluncurkan.
"Dengan empat satelit, TROPICS masih akan memberikan pengamatan siklon tropis dengan resolusi waktu yang lebih baik dibandingkan dengan metode pengamatan tradisional," tulis NASA.
Astra dan Federal Aviation Administration dalam keterangannya menyatakan sedang menyelidiki insiden tersebut.
Sementara menurut NASA, mereka akan "meminjamkan keahlian apa pun yang dibutuhkan" dan "memperkirakan untuk penghentian peluncuran bersama Astra saat penyelidikan digelar."
Sejauh ini, Astra hanya berhasil melakukan dua peluncuran orbital dari dua kali upaya. Perusahaan mencapai orbit untuk pertama kali di bulan November lalu dan berhasil mengerahkan satelit pelanggan ke orbit pada bulan Maret.
Advertisement
NASA Bikin Tim Independen untuk Pelajari Soal UFO
Sebelumnya, NASA membentuk tim untuk mengkaji fenomena aerial tak dikenal (unidentified aerial phenomena/UAP), atau istilah baru untuk unidentified flying object (UFO), dari perspektif ilmiah atau sains.
UAP sendiri didefinisikan NASA sebagai terlihatnya peristiwa di langit yang tidak dapat diidentifikasi, sebagai pesawat atau fenomena alam yang diketahui.
Studi ini akan fokus pada mengidentifikasi data yang tersedia, cara terbaik untuk mengumpulkan data di masa depan, serta bagaimana data bisa digunakan oleh NASA untuk memajukan pemahaman ilmiah tentang UAP.
Mengutip laman resminya, Minggu (12/6/2022), NASA mengatakan terbatasnya pengamatan fenomena semacam ini, membuatnya sulit untuk menarik kesimpulan ilmiah tentang sifat peristiwa tersebut.
Mereka mengatakan, fenomena tak dikenal di atmosfer menarik bagi keamanan nasional dan keselamatan udara.
Sehingga, menetapkan peristiwa mana yang terjadi secara natural, merupakan langkah kunci pertama untuk mengidentifikasi atau memitigasi fenomena tersebut.
Hal ini, kata NASA, sejalan dengan salah satu tujuan NASA untuk memastikan keselamatan pesawat. Selain itu, badan antariksa itu juga mengatakan tidak ada bukti bahwa UAP atau UFO berasal dari luar Bumi.
Â
Mengumpulkan Data
Thomas Zurbuchen, Associate Administrator for Science di markas NASA, Washington mengatakan, mereka memiliki akses ke berbagai pengamatan Bumi dari luar angkasa, yang menjadi sumber kehidupan penyelidikan ilmiah.
"Kami memiliki alat dan tim yang dapat membantu kami meningkatkan pemahaman kami soal yang tidak diketahui. Seperti itu penjelasan definisi sebenarnya dari sains. Itulah yang kami lakukan," kata Zurbuchen.
Lebih lanjut, kata NASA, tim bukan bagian dari Unidentified Aerial Phenomena Task Force milik Departemen Pertahanan, atau penerusnya.
Namun, mereka juga akan berkoordinasi dengan pemerintah tentang bagaimana menerapkan alat-alat ilmu pengetahuan, untuk menjelaskan sifat dan asal usul dari UAP.
Tim studi independen ini akan dikepalai oleh David Spergel, ahli astrofisika dan presiden dari Simons Foundation di New York City. "Mengingat kurangnya pengamatan, tugas pertama kami hanyalah mengumpulkan kumpulan data paling kuat yang kami bisa," kata Spergel.
"Kami akan mengidentifikasi data apa – dari warga sipil, pemerintah, organisasi nirlaba, perusahaan – yang ada, apa lagi yang harus kami kumpulkan, dan cara terbaik untuk menganalisisnya," imbuhnya.
Dimulai di musim gugur ini, studi ini diperkirakan bakal memakan waktu sekitar sembilan bulan untuk diselesaikan.
(Dio/Ysl)
Advertisement