Liputan6.com, Jakarta - Thread Analysis Group (TAG) Google menemukan perangkat lunak mata-mata berjuluk Hermit yang mengincar pengguna perangkat Android maupun iPhone.
Berita ini menuai perhatian para pembaca di kanal Tekno Liputan6.com, Senin (27/6/2022) kemarin.
Baca Juga
Informasi lain yang juga populer datang dari Rusia yang mengenakan denda kepada Google karena dinilai sebarkan hoaks soal perang.
Advertisement
Lebih lengkapnya, simak tiga berita terpopuler di kanal Tekno Liputan6.com berikut ini.
1. Waspada, Software Mata-Mata Hermit Incar Pengguna Android dan iPhone
Kampanye serangan software mata-mata canggih dilancarkan dengan bantuan internet service provider (ISP) guna menipu pengguna dan mengunduh aplikasi-aplikasi jahat.
Informasi ini diungkap melalui laporan yang dipublikasikan oleh Thread Analysis Group (TAG) Google.
Laporan yang dipublikasikan peneliti di Google ini memperkuat temuan sebelumnya dari kelompok riset keamanan Lookout. Saat itu, Lookout menghubungkan spyware Hermit ke vendor spyware Italia, RCS Labs.
Mengutip The Verge, Senin (27/6/2022), Lookout mengatakan, RCS Labs memiliki cara kerja yang sama dengan NSO Group.
NSO sendiri merupakan perusahaan Israel yang bergerak di bidang pengawasan dan mata-mata dengan produk terkenalnya spyware Pegasus. Pegasus ini dijual ke lembaga-lembaga pemerintah di seluruh dunia.
Para peneliti di Lookout meyakini, Hermit telah dipakai oleh pemerintah Kazakhstan dan otoritas Italia untuk memata-matai korban mereka. Sejalan dengan temuan ini, Google mengidentifikasi korban di kedua negara.
Google dalam temuannya menyebut, akan memberi tahu para pengguna yang terdampak. Spyware Hermit merupakan ancaman modular yang bisa mengunduh kemampuan tambahan dari server perintah dan kontrol.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
2. Rusia Denda Google Rp 18 Miliar karena Dinilai Sebarkan Hoaks tentang Perang
Pengawas telekomunikasi Rusia, Roskomnadzor, dikabarkan telah mendenda Google senilai 68 juta rubel (sekitar Rp 18 miliar).
Pihak Rusia menuding, Google telah membantu menyebarkan informasi "tidak dapat diandalkan" tentang perang di Ukraina.
Tak hanya itu, Rusia juga beranggapan raksasa mesin pencari itu telah gagal menghapus informasi tidak dapat diandalkan atau hoaks dari platform-nya.
Roskomnadzor mengatakan, YouTube juga berkontribusi menyebarkan informasi tidak akurat tentang perang di Ukraina, sehingga memfitnah tentara Rusia.
Disebutkan, saat ini YouTube menampung lebih dari 7.000 materi mempromosikan yang dianggap ilegal oleh pengawas telekomunikasi.
Adapun materi tersebut, termasuk mempromosikan pandangan ekstremis, ketidakpedulian terhadap kehidupan dan kesehatan anak di bawah umur, dan seruan untuk protes.
"Google LLC telah berulang kali dibawa ke tanggung jawab administratif atas pelanggaran undang-undang Rusia," kata Roskomnadzor yang dikutip dari Bleeping Computer, Senin (26/6/2022).
"Adapun Google telah gagal menghapus informasi yang dilarang. Untuk ini, Google didenda total Rp 18 miliar," sambungnya.
Â
Advertisement
3. Samsung Didenda Rp 148 Miliar karena Iklan Menyesatkan Soal Fitur Antiair
Bukan suatu hal mengherankan ketika melihat perusahaan berupaya membuat produknya jauh lebih baik daripada kenyataannya. Salah satunya melalui iklan-iklan yang dipublikasikan ke publik.
Hal ini pun terjadi pada Samsung. Namun, perusahaan teknologi asal Korea Selatan itu harus merogoh kocek cukup dalam akibat iklannya yang dianggap menyesatkan.
Pada 2019, Samsung Australia diseret ke meja hijau oleh lembaga perlindungan konsumen setempat atau Australian Competition and Consumer Commission.
Gara-garanya, iklan fitur antiair di smartphone Samsung dianggap tidak sesuai dengan kenyataan. Alias Samsung dianggap melakukan pembohongan publik.
Sekadar informasi, Samsung memang kerap memasarkan smartphone seri S, A, dan Note sebagai perangkat antiair yang bisa dipakai di kolam renang dan air laut.
Tiga tahun setelah gugatan diajukan, pengadilan memerintahkan Samsung untuk membayar denda sebesar AUD 14 juta atau setara USD 9,6 juta. Jika dikalkulasi setara dengan Rp 148 miliar.
Mengutip Gizchina, Senin (27/6/2022), pengadilan menyimpulkan bahwa Samsung membuat konsumen bingung dengan iklan-iklannya. Apalagi nyatanya, tidak semua perangkat cocok untuk digunakan di kolam ataupun air laut.
Beragam Model Kejahatan Siber
Advertisement