Liputan6.com, Jakarta - Gelombang panas yang melanda Inggris menyebabkan Google Cloud dan Oracle Cloud padam setelah sistem pendingin tak berfungsi di pusat data perusahaan.
Selama seminggu terakhir, Inggris telah mengalami gelombang panas yang memecahkan rekor sehingga menyebabkan suhu naik drastis di seluruh wilayah.
Baca Juga
Dengan suhu yang mencapai 40,2 derajat Celcius (104,4 Fahrenheit), sistem pendingin di pusat data yang digunakan oleh Google dan Oracle untuk menampung infrastruktur cloud mereka tidak berfungsi.
Advertisement
Guna mencegah kerusakan permanen pada komponen perangkat keras, perusahaan memutuskan untuk melakukan pemadaman. Baik Google maupun Oracle telah mematikan peralatan, yang menyebabkan padamnya layanan cloud mereka.
Mengutip laman BleepingComputer, Jumat (22/7/2022), Oracle adalah perusahaan pertama yang terpengaruh, di mana kegagalan sistem pendingin terjadi pada Selasa (19/7/2022), sekitar pukul 11:30 waktu setempat.
"Sebagai akibat dari suhu yang tidak sesuai musim di wilayah tersebut, sebagian infrastruktur pendingin di Pusat Data Inggris Selatan (London) mengalami masalah," kata Oracle Cloud, dilansir The Register.
Hal ini menyebabkan sebagian infrastruktur layanan harus dimatikan untuk mencegah kegagalan perangkat keras yang tidak terkendali.
"Langkah ini telah diambil dengan tujuan membatasi potensi dampak jangka panjang bagi pelanggan kami," sambungnya.
Meski cuma perangkat keras non-kritis yang dimatikan, Oracle menyatakan bahwa pelanggan di zona ini mungkin tidak dapat mengakses sumber daya Oracle Cloud Infrastructure.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pengumuman Google
Sekitar dua jam kemudian, Google juga melaporkan kegagalan sistem pendingin di salah satu gedung mereka yang menampung zona Eropa Barat.
"Telah terjadi kegagalan terkait pendinginan di salah satu gedung kami yang menampung zona eropa-barat2-a untuk wilayah Eropa Barat. Hal ini menyebabkan kegagalan sebagian kapasitas di zona itu, yang menyebabkan penghentian VM dan hilangnya mesin untuk sebagian kecil pelanggan kami," membaca laporan insiden Google Cloud.
Google manambahkan pihaknya telah melakukan segala upaya untuk membuat sistem pendingin kembali berfungsi dan menciptakan kapasitas di zona itu.
"Kami tidak mengantisipasi dampak lebih lanjut di zona eropa-barat2-a dan saat ini menjalankan virtual machines (VM) tidak akan terpengaruh. Sebagian kecil dari perangkat Persistent Disk yang direplikasi adalah berjalan dalam mode redundan tunggal," Google menerangkan.
"Untuk mencegah kerusakan pada mesin dan pemadaman yang berkepanjangan, kami telah mematikan sebagian dari zona tersebut dan membatasi peluncuran yang dapat didahului GCE. Kami sedang berupaya memulihkan redundansi untuk perangkat Persistent Disk yang direplikasi," sambungnya.
Seperti Oracle, kegagalan pendinginan ini mengganggu pelanggan Google Cloud, di mana mesin virtual dihentikan, mesin tidak dapat dijangkau, dan perangkat Persistent Disk berjalan dalam mode redundansi tunggal.
Advertisement
Google: Anak Muda Sekarang Lebih Suka Cari Informasi di TikTok dan Instagram
Seorang pejabat Google mengakui bahwa ancaman dari TikTok dan Instagram, tak hanya sebatas pada YouTube, namun juga layanan utama mereka yaitu pencarian, termasuk terhadap Search dan Maps.
Hal itu seperti diakui Senior Vice President Prabhakar Raghavan yang bertanggung jawab pada organisasi Pengetahuan dan Informasi Google dalam diskusi di konferensi Brainstorm Tech yang digelar Fortune.
Secara tak langsung, Raghavan menyebut, pengguna yang lebih muda saat ini sering beralih ke Instagram dan TikTok alih-alih Google Search atau Maps, untuk mencari sebuah informasi.
Kami terus belajar, lagi dan lagi, bahwa pengguna internet baru tidak memiliki harapan dan pola pikir yang telah menjadi kebiasaan kami, kata Raghavan seperti dikutip dari Tech Crunch, Senin (18/7/2022).
Menurutnya, "pertanyaan yang mereka ajukan benar-benar berbeda." Raghavan menjelaskan, pengguna yang lebih muda, cenderung tidak mengetikkan kata kunci, melainkan mencari konten dengan cara baru yang lebih mendalam.
"Dalam penelitian kami, hampir 40 persen anak muda, ketika mereka mencari tempat untuk makan siang, mereka tidak membuka Google Maps atau Search," ujarnya. "Mereka pergi ke TikTok atau Instagram."
Kepada Tech Crunch, Google pun mengonfirmasi hal itu berdasarkan survei internalnya di Amerika Serikat, yang menggunakan data dari responden berusia 18 sampai 14 tahun.
Data ini belum dipublikasikan, namun disebut bakal ditambahkan ke situs kompetisi milik Google, bersama dengan statistik yang lainnya.
Lebih Tertarik pada Hasil yang Kaya Visual
Raghavan melanjutkan, pengguna yang lebih muda pada umumnya tertarik pada pencarian dan temuan yang lebih "kaya visual", di mana ini tak hanya terbatas soal tempat makan.
"Kita harus memunculkan harapan yang benar-benar baru dan itu membutuhkan dasar-dasar teknologi yang sama sekali baru," kata Raghavan.
Sebagai contoh, Google Maps menggabungkan augmented reality (AR), untuk membantu pengguna memposisikan diri di lingkungannya, ketimbang memaksa mencari tahu ke mana harus pergi berdasarkan titik biru berkedip di layar.
Baru-baru ini, Google juga menyebut Google Maps akan meningkatkan fitur-fitur di layanan itu, misalnya dengan mode 3D baru dan tampilan imersif, serta membuat Maps tak seperti versi digital peta kertas.
Raghavan juga mengungkapkan adanya permintaan dari pengguna muda, akan konten visual yang bisa mengubah Google Search. Namun, dia yakin ini adalah bagian dari evaluasi berkelanjutan Search.
Mengutip Android Central, Google kabarnya tengah bernegosiasi dengan ByteDance dan Meta, untuk mengindeks video TikTok dan Instagram Reels dalam pencarian.
Selain itu, Google juga sedang mencari cara untuk menggabungkan gambar dan teks, dengan membayangkan nantinya, pengguna bisa mengangkat ponsel mereka atau memakai kacamata AR, untuk mencari berdasarkan apa yang mereka lihat.
Advertisement