Liputan6.com, Jakarta - Berukuran kecil dan dengan sirip punggung membulat yang khas, lumba-lumba Māui adalah salah satu lumba-lumba paling langka dan paling terancam di laut, dengan populasi yang diketahui hanya 54.
Praktik penangkapan ikan selama puluhan tahun, seperti gillnetting di lepas pantai barat Selandia Baru di Pasifik Selatan telah mendorong sub-spesies ini mendekati kepunahan.
Baca Juga
Sekarang para ilmuwan dan konservasionis menggunakan paduan teknologi drone, AI, dan cloud untuk mempelajari lebih lanjut tentang mamalia laut langka ini.
Advertisement
Upaya ini adalah bagian dari tren yang berkembang menuju penggunaan AI dan teknologi lainnya untuk mengumpulkan dan menganalisis data secara lebih efektif untuk pelestarian lingkungan.
Misalnya, mitra Microsoft AI for Earth, Conservation Metrics, menggabungkan machine learning, remote sensing, dan kepakaran ilmiah untuk meningkatkan skala dan efektivitas survei satwa liar.
NatureServe, organisasi mitra lainnya, memanfaatkan alat Esri ArcGIS dan komputasi awan Microsoft untuk menghasilkan peta habitat resolusi tinggi untuk spesies yang terancam punah.
Para ilmuwan dan konservasionis dengan kelompok nirlaba MAUI63 menggunakan AI dan alat lain untuk mendukung konservasi lumba-lumba Māui.
Lumba-lumba Māui memainkan bagian penting dari struktur ekologi dan spiritual Aotearoa — nama Māori untuk Selandia Baru. Mereka mendiami perairan di lepas pantai barat Pulau Utara negara itu — juga dikenal sebagai Te Ika-a-Māui, yang diterjemahkan menjadi "Ikan Māui".
Dengan berat 50 kilogram dan berukuran hingga 1,7 meter saat dewasa, lumba-lumba Māui adalah salah satu anggota terkecil dari keluarga lumba-lumba laut dan salah satu yang paling sulit ditangkap. Mereka memiliki tanda putih, abu-abu dan hitam dan sirip punggung bulat hitam.
Cara konvensional bermasalah dan mahal
Cara konvensional untuk memantau dan mempelajari hewan yang bergerak cepat ini di laut terbukti bermasalah dan mahal. Para peneliti mengakui relatif sedikit yang diketahui tentang perilaku mereka, terutama di musim dingin ketika kondisi cuaca memburuk.
Sekarang, MAUI63 percaya bahwa ia memiliki solusi: drone yang dilengkapi AI yang dapat secara efisien menemukan, melacak, dan mengidentifikasi lumba-lumba itu.
"Saat ini semua yang kami ketahui tentang mereka berasal dari musim panas. Kami hampir tidak tahu apa-apa tentang mereka di musim dingin," tutur ahli biologi kelautan, Profesor Rochelle Constantine.
Constantine, bersama dengan spesialis teknologi dan inovasi Tane van der Boon dan penggemar drone Willy Wang, membentuk MAUI63 pada tahun 2018. Pada saat itu, populasi lumba-lumba Māui diperkirakan mencapai 63 individu dan sekarang telah turun menjadi 54.
Advertisement
Drone selebar 4,5 meter
"Saya tertarik dengan disiplin machine learning. Saya benar-benar melihat bagaimana mengajari komputer untuk melihat adalah hal yang luar biasa. Semua hal yang bisa kami mulai selesaikan dan lakukan, benar-benar menggelitik saya," kata van der Boon.
Sirip bulat lumba-lumba Māui berbeda dari sirip lumba-lumba lain yang lebih runcing. Itu berarti model Computer Vision yang ada, tidak cocok untuk mengidentifikasi lumba-lumba Māui.
Jadi, van der Boon menghabiskan beberapa bulan untuk belajar sendiri cara membuat model yang tepat. Dia kemudian dengan susah payah memberi label pada gambar lumba-lumba Māui dari rekaman internet untuk melatih model mengidentifikasi mereka.
Empat tahun pengembangan, pengujian, dan penggalangan dana berjalan. Tim juga harus mendapatkan kualifikasi spesialis untuk menerbangkan drone dengan lebar sayap 4,5 meter ke laut. Mereka melihat lumba-lumba Maui pertama mereka awal tahun ini.
"Itu cukup menarik. Kami duduk di dalam van, drone itu 16 kilometer di bawah pantai, dan kami bisa melihat AI mendeteksi lumba-lumba itu saat kami berputar-putar di sekitar mereka," kata van der Boon.
Pendanaan
Pengembangan proyek ini telah dibantu oleh pendanaan di bawah skema Cloud dan AI Country, yang mencakup pendanaan untuk proyek-proyek dengan dampak sosial yang berkelanjutan, serta dukungan dari Microsoft Philanthropies ANZ.
Solusi di proyek ini juga mencakup kamera berdefinisi tinggi 8K dan kamera gimbal HD dengan model deteksi objek untuk melihat lumba-lumba, dan algoritme sumber terbuka yang awalnya dikembangkan untuk pengenalan wajah.
Model yang disimpan dan berjalan di Microsoft Azure itu mengumpulkan data yang akan digunakan untuk mengidentifikasi hewan individu berdasarkan bentuk dan ukuran sirip punggung mereka dan goresan dan tanda apa pun pada mereka.
MAUI63 juga mengembangkan aplikasi bernama Sea Spotter dengan pendanaan Microsoft, yang menggunakan Azure Functions untuk memungkinkan orang mengunggah foto penampakan Māui. Mampu menentukan habitat lumba-lumba Maui sangat penting untuk memahami bagaimana melindungi mereka dari ancaman, menurut para konservasionis.
Advertisement