Liputan6.com, Jakarta - Jelang tengah malam, langit di Indonesia tampak tidak seperti biasanya. Benda-benda bersinar terang, mirip UFO, bahkan seperti hujan meteor, terlihat melintasi langit di wilayah Sumatera bagian selatan dan Kalimantan Barat.
Media sosial pun geger. Benda asing di langit itu terekam kamera dan viral. Dalam sejumlah video yang beredar, perekam dan sejumlah rekannya tak paham dengan fenomena tersebut. Mereka hanya bisa merekam dan takjub, namun juga khawatir.
Baca Juga
Belakangan, Badan Riset dan Informasi Nasional (BRIN) mengonfirmasi bahwa benda yang jatuh dari langit itu bukan UFO, melainkan sampah antariksa CZ5B atau roket Long March 5B milik China yang meluncur dari ruang angkasa.
Advertisement
Benda itu jatuh tidak terkendali memasuki atmosfer Bumi, melintasi wilayah Sumatera bagian selatan dan Kalimantan Barat. Sampah antariksa dari roket China ini sudah jatuh di lautan.
"Alhamdulillah, bekas roket peluncuran RRTÂ CZ5BÂ berbobot sekitar 20 ton berukuran 30 meter telah terkonfirmasi atmospheric re-entry di Samudera Hindia tadi malam, 30 Juli 2022, pk 23.45 WIB,"Â ungkap Peneliti Senior BRIN, Thomas Djamaludin.
Seorang warga Desa Pengadang, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, mengaku merasakan getaran di rumahnya. Diduga getaran tersebut berasal dari serpihan sampah antariksa bekas roket China yang jatuh di lahan perkebunan warga.
Pengakuan warga juga dibenarkan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sanggau Siron. Dirinya mengatakan, warga Desa Pengadang sempat merasakan getaran pada kaca jendela dan rumahnya, diduga saat sampah antariksaa itu jatuh. Hal itu dirasakan warga saat tengah malam, dan pada saat bersamaan, warga juga mendengar suara dentuman keras dari langit.
Menurut Thomas, sampah Antariksa tersebut tidak berbahaya bagi biota laut di Samudera Hindia.Â
Peneliti Bidang Astronomi/Astrofisika, Pusat Riset Antariksa BRIN, Rhorom Priyatikanto menambahkan, puing roket China itu tak mengandung unsur radioaktif, "sehingga tidak berbahaya (tidak ada radiasi) yang berdampak buruk bagi masyarakat sekitar," katanya kepada Liputan6.com, Rabu (3/8/2022).
Sementara itu, Aerospace Corporation, sebuah pusat penelitian nirlaba yang didanai pemerintah di dekat Los Angeles, menyatakan insiden itu ceroboh. China dianggap membiarkan seluruh tahap inti utama roket - yang berbobot 22,5 ton - kembali ke Bumi namun tidak dapat dikendalikan.
"Semua negara harus mengikuti praktik terbaik yang telah ada dan melakukan bagian mereka untuk membagikan jenis informasi ini sebelumnya untuk memungkinkan prediksi yang andal tentang potensi risiko dampak puing-puing," kata administrator NASA Bill Nelson.
"Sangat penting untuk mematuhi penggunaan ruang yang bertanggung jawab dan untuk memastikan keselamatan orang-orang di Bumi."
Dilansir BBC, Selasa (2/7/2022), NASA meminta badan antariksa China merancang roket agar hancur menjadi potongan-potongan kecil saat masuk kembali ke Bumi, sesuai norma internasional yang berlaku.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Antisipasi Sampah Antariksa Membahayakan Bumi
China saat ini sedang menyelesaikan pembangunan stasiun luar angkasa yang dikenal sebagai Tiangong, dengan meluncurkan sejumlah roket. Roket yang baru-baru ini diluncurkan ke Tiangong, tidak memiliki kemampuan untuk masuk kembali ke Bumi secara terkendali.
Peluncuran terakhir dilakukan pada Minggu lalu, ketika roket Long March 5 membawa modul lab ke stasiun Tiangong. Pemerintah China mengatakan bahwa masuknya kembali pecahan roket ke Bumi hanya menimbulkan sedikit risiko bagi siapa pun di darat karena kemungkinan besar akan jatuh di lautan.
Sebelum mendarat, tubuh roket kosong berada di orbit elips di sekitar Bumi di mana ia diseret ke arah masuk kembali yang tidak terkendali.
Konfigurasi roket Long March 5 yang sama telah diluncurkan dua kali sebelumnya, pada Mei 2020 dan Mei 2021. Pada kedua kesempatan itu, puing-puing dari "tahap inti" roket dibuang kembali ke Bumi, jatuh Pantai Gading dan Samudra Hindia. Pendaratan ini mengikuti prototipe yang jatuh ke Samudra Pasifik pada 2018.
Tak satu pun dari insiden ini yang menyebabkan cedera tetapi menuai kritik dari berbagai badan antariksa.Â
Menurut Rhorom Priyatikanto ada dua langkah antisipasi yang perlu dilakukan agar sampah antariksa dari roket itu tidak berbahaya bagi penduduk Bumi.
"Pertama, mendukung best practice dalam peluncuran satelit/wahana antariksa. Salah satunya dengan menjatuhkan sampah antariksa secara terkendali. Hal ini kami lakukan dalam forum internasional terkait," kata Rhorom.
Kedua, sambung Rhorom, memantau benda jatuh antariksa yang punya risiko tinggi. Ia menyebut Roket Long March 5B adalah satu di antaranya.
"Salah satu pemantauan yang kami lakukan adalah melalui Situs Pemantauan Realtime Benda Jatuh Antariksa Buatan di orbit.brin.go.id. Selain pemantauan, tidak banyak yang bisa dilakukan," ucapnya.
Peringatan dini, menurutnya bisa saja diberikan secara berimbang, mengingat waktu dan lokasi benda jatuh antariksa amat tidak tentu--perkiraan lokasi jatuh bisa membentang hingga 1000-an kilometer.
"Maka otoritas dipandang belum perlu memberikan peringatan dini langsung kepada masyarakat. Pada kasus ekstrem, kami perlu memberikan peringatan pada otoritas penerbangan," ujar Rhorom.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Mengenal Sampah Antariksa
Sampah antariksa bisa didefinisikan sebagai objek yang sengaja ditinggalkan di orbit Bumi atau pun hasil dari tubrukan dua objek ketika ada misi luar angkasa.
Saking banyaknya jumlah dan beragam bentuk ukuran sampah antariksa yang mengorbit di atas Bumi, setiap penerbangan ke luar angkasa saat ini hingga masa mendatang semakin berbahaya di setiap misinya.
Adapun sampah antariksa ini mulai menumpuk di orbit setelah manusia memulai percobaan untuk terbang ke luar angkasa, dan mulai mengirim satelit ke orbit pada akhir 1950-an.
Alih-alih kembali ke Bumi, kebanyakan satelit yang sudah mati atau rusak sengaja ditinggal di luar angkasa sehingga berpotensi memicu tabrakan dengan meteor atau puing-puing buatan manusia lainnya.
Sampah antariksa sendiri tidak terbang begitu saja ke luar angkasa setelah ditabrak. Mereka akan terjebak di orbit terdekat karena gravitasi, atau turun ke Bumi.
The National Oceanic and Atmospheric Administration’s (NESDIS) dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) mencatat, rata-rata 200 hingga 400 objek sampah antariksa memasuki atmosfer Bumi setiap tahun.
NESDIS melaporkan, dari jutaan keping puing ruang angkasa yang diperkirakan mengorbit planet ini, sekitar 30.000 di antaranya lebih besar dari bola softball dan hanya sekitar 1.000 yang merupakan pesawat ruang angkasa.
Data lebih dari 50 tahun menunjukkan, rata-rata satu bagian puing jatuh kembali ke Bumi setiap hari, meskipun tidak ada korban meninggal dunia yang dikonfirmasi atau cedera serius dari orang-orang yang terkena puing-puing ruang angkasa.
Tergantung dari tempat sampah antariksa tersebut jatuh, puing-puing ini dapat menyebabkan kerusakan pada Bumi dan membahayakan jiwa manusia yang berada di sekitarnya.
7 Objek Sampah Antariksa yang Pernah Jatuh di Indonesia
LAPAN mengembangkan Sistem Pemantau Benda Jatuh Antariksa untuk mengidentifikasi objek yang jatuh di wilayah Indonesia.
Dengan memanfaatkan data sampah antariksa dari Space-Track dan perangkat lunak analisis orbit, dapat diidentifikasi objek yang yang jatuh di wilayah Indonesia berdasarkan lokasi dan waktu kejadiannya.
Berikut ini dokumentasi objek-objek yang jatuh dan dilaporkan kepada LAPAN, sebagaimana dikutip dari blog pribadi Thomas Djamaludin.
1. Sampah Antariksa Jatuh di Gorontalo, Tahun 1981
Tabung bahan bakar roket jatuh di Gorontalo pada 16 Maret 1981. Berdasarkan waktu dan lokasi titik jatuhnya, dapat diidentifikasi bahwa objek tersebut adalah bagian roket SL-8 milik Uni Sovyet/Rusia dengan nomor katalog 11610.
Roket itu digunakan untuk meluncurkan satelit Interkosmos 20 pada 1 November 1979.
2. Sampah Antariksa Jatuh di Lampung, Tahun 1988
Tabung bahan bakar bekas roket jatuh di lampung pada 16 April 1988. Analisis orbit sampah antariksa yang melintas Lampung pada hari kejadian, menyimpulkan benda jatuh tersebut adalah bagian roket SL-4 milik Uni Sovyet/Rusia dengan nomor katalog 19042.
Roket tersebut digunakan untuk meluncurkan satelit Cosmos 1938 pada 11 April 1988.
3. Sampah Antariksa Jatuh di Bengkulu, Tahun 2003
Ada laporan benda jatuh di Bengkulu pada 13 Oktober 2003. Hasil analisis orbit sampah antariksa menyimpulkan bahwa objek tersebut adalah pecahan roket CZ-3 milik RRT dengan nomor katalog 23416.
Roket tersebut digunakan untuk meluncurkan satelit DFH-3 1 pada 29 November 1994.
4. Sampah Antariksa Jatuh di Madura, Tahun 2016
Beberapa objek antariksa jatuh di perairan Madura pada 26 September 2016. Dari analisis orbitnya, objek-objek tersebut diidentifikasi sebagai bagian roket Falcon 9 dengan nomor katalog 41730 milik Space X Amerika Serikat.
Roket itu digunakan untuk meluncurkan satelit JCSAT 16 pada 14 Agustus 2016.
5. Sampah Antariksa Jatuh di Sumatera Barat, Tahun 2017
Ada dua objek antariksa jatuh di dua lokasi berbeda di Sumatera Barat, pada 18 Juli 2017. Dari analisis orbitnya diidentifikasi kedua objek tersebut berasal dari pecahan roket CZ-3A dengan nomor katalog 31116 milik RRT.
Roket digunakan untuk meluncurkan satelit Beidou M1 pada 13 April 2017.
6. Sampah Antariksa Jatuh di Kalimantan Tengah, Tahun 2021
Sebuah objek berlogo CNSA (Chinese National Space Administration) ditemukan warga pada 4 Januari 2021. Awalnya objek tersebut diduga bagian roket RRT yang melintas wilayah tersebut saat jatuh awal Januari.
Namun, setelah gambar lengkap diperoleh dan didukung konfirmasi dari CNSA, disimpulkan bahwa objek tersebut adalah payload fairing (pelindung muatan satelit) roket Long March/CZ-8 milik RRT.
7. Sampah Antariksa Ditemukan di Kalimantan Barat, Tahun 2022
Menurut informasi dari space-track.com, sampah CZ-5B sudah jatuh pada 30 Juli 2022 pukul 23.45 WIB di samudera Hindia.
Pada 30 Juli 2022 dikabarkan sampah antariksa berkode CZ-5B milik RRT bakal segera jatuh. CZ-5B adalah bekas roket peluncur modul stasiun antariksa RRT yang diluncurkan pada 24 Juli 2022.
Malam itu Tim Pusat Riset Antariksa BRIN terus memantau lintasan akhir orbit CZ-5B yang melalui langit Indonesia. Akhirnya diperoleh konfirmasi dari USSPACECOM di situs space-track.com bahwa objek telah jatuh di samudera Hindia pada pukul 23.45 WIB.
Itu artinya, ketinggiannya sudah mencapai atmosfer padat (ketinggian sekitar 120 km) yang menyebabkan objek turun cepat atau jatuh.
Advertisement