Liputan6.com, Jakarta - Memanjat pohon, mendaki bukit atau berlari menuju bibir pantai biasa dilakukan warga Desa Pasir Panjang yang ada di Pulau Rinca Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat demi mencari sinyal ponsel.
Tapi itu dulu, sebelum Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mendirikan base transceiver station (BTS).
Baca Juga
Sejak ada BTS di desa Pasir Panjang 2 tahun lalu, warga bisa berkomunikasi dengan orang di luar pulau. Sehingga menyambut wisatawan yang datang sudah tidak perlu dadakan lagi.
Advertisement
Pelaku wisata di Labuan Bajo bisa menginformasikan ke pemandu wisatawan di Pulau Rinca jika ada tamu yang akan berkunjung ke Taman Nasional Komodo di Pulau Rinca atau di Pulau Komodo.
Tak cuma itu, dengan sinyal 4G warga mulai bisa mempromosikan wisata dan kerajinan Pulau Rinca lewat media social. Warga juga lebih mudah mengakses telekomunkasi seluler dan internet.
Ternyata, bukan hal yang mudah untuk BAKTI membangun infrastruktur BTS seperti di Pulau Rinca. Jarak pulau yang memakan waktu 2 jam dengan kapal motor dari daratan Labuan Bajo menjadi tantangan sendiri.
Belum lagi semua kebutuhan peralatan pembangunan tower BTS harus didatangkan lewat daratan sehingga harus bolak balik diangkut kapal ke Pulau Rinca.
“Tidak hanya peralatan tower, kebutuhan lahan dan pengadaan listrik juga jadi isu sendiri. Untung saja untuk lahan justru banyak warga yang menawarkan karena makin dekat dengan tower sinyal mereka makin kuat,” kata Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif saat meninjau BTS di Pulau Rinca pada medio Agustus 2022.
Menurut Anang untuk membangun BTS di Pulau Rinca, BAKTI mengeluarkan investasi sebesar Rp 2,5 miliar. Hampir seperempat biaya investasi ini digunakan untuk membangun panel surya karena di Pulau Rinca belum ada listrik. Pembangunan tower BTS ini juga diwajibkan menggunakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri).
“Kewajiban TKDN ini menjadi salah satu tantangan, kalau tidak ada kewajiban TKDN bisa saja kita pakai produk luar yang lebih murah,” jelasnya.
Sementara Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadis Kominfo) Kabupaten Manggarai Barat, Paulus Setahu, memberikan apresiasinya kepada Kominfo yang memberikan bantuan 206 titik sinyal ke sekolah-sekolah hingga organisasi perangkat daerah (OPD). Bantuan ini menurut Paulus sangat membantu terutama saat pandemi.
Merdeka Sinyal
Sepanjang 2020-2022 BAKTI telah menginvestasikan pembangunan tower BTS sebesar Rp 29 triliun. Dana tersebut berasal dari BAKTI Rp 15 triliun dan iuran perusahaan telekomunikasi swasta Rp 14 triliun. Target sampai akhir tahun 2022 adalah 6.000 BTS, itu artinya 95 persen desa di Indonesia sudah ada akses internet.
Setelah ini, masih ada 12.500 desa lagi yang harus dibangun tower BTS. Ini sebagai bagian dari komitmen untuk percepatan transformasi digital.
Anang menjelaskan tugas BAKTI adalah membangun infrastruktur telekomunikasi digital di daerah 3 T (Terluar, Terdepan, Tertinggal). Perusahaan telekomunikasi komersial tentu saja hanya akan membangun tower yang penduduknya banyak yang sudah pasti ada pasarnya.
“Maka di situlah tugas BAKTI masuk untuk melayani wilayah yang tidak terlayani perusahaan telekomunikasi komersial. Dengan begitu BAKTI bisa melengkapi titik-titik yang blank spot,” jelasnya.
Bagi operator komersial, jumlah penduduk menjadi faktor utama dalam membangun BTS. Rata-rata jika satu tower menghasilkan pendapatan pulsa Rp 50 juta per bulan, barulah operator komersial berani membangun tower.
Tentu saja menurut Anang ini berbeda dengan 1.600 tower BTS yang dibangun BAKTI di daerah 3T yang rata-rata per bulan belanja pulsa di wilayah tersebut hanya Rp 5-15 juta.
Advertisement
BAKTI Kominfo Luncurkan 2 Satelit di 2023
Untuk percepatan transformasi digital ini, BAKTI sudah menyiapkan 2 satelit yang akan diluncurkan pada Mei dan September 2023. Rencananya peluncuran satelit ini dari Florida Amerika Serikat yang akan memakai roket SpaceX milik Elon Musk.
Biaya investasi 2 satelit itu mencapai Rp 14 triliun dengan skema KPBU (Kerjasama Pemerintah – Badan Usaha) dengan pihak swasta yang ditunjuk PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN).
Anang menjelaskan dengan skema KPBU pihak PSN yang mendanai seluruh biaya peluncuran satelit sampai beroperasi. Lalu pemerintah akan membayar pengembalian investasi selama 15 tahun saat satelit sudah beroperasi.
Satelit pertama yang diluncurkan adalah satelit cadangan atau HBS (hot backup satellite) dengan kapsitas 160 Gbps (Giga Byte per Second).
Nantinya 80 Gbps dipakai pemerintah dan 80 Gbps lagi akan dipakai swasta. Sedangkan satelit kedua yang diluncurkan pada September 2023 dinamakan Satria 1 memiliki kapasitas 150 Gbps yang semuanya dipakai pemerintah.
Dengan satelit Satria 1 biaya bandwith menjadi sebesar US$ 60 per Mbps per bulan dibandingkan biaya saat ini yang sebesar US$ 400 per Mbps per bulan.
“Dengan adanya penambahan 2 satelit baru ini, akan menjadikan akses internet lebih cepat, kapasitas besar dengan harga yang lebih murah,” ujar Anang.
Jaringan Fiber Optic
Sementara saat acara Forum Group Discussion (FGD) BAKTI, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menjelaskan pemerintah akan terus membangun kabel serat optic sepanjang 12.373 kilometer.
Saat ini Indonesia telah memiliki 360.000 kilometer kabel serat optik. Dengan tambahan baru tersebut, maka di akhir tahun 2023 Indonesia akan memiliki 372.373 kilometer kabel serat optik.
Jaringan kabel serat optik ini menurut Johnny merupakan back bone penting dalam infrastruktur telekomunikasi digital yang berguna juga untuk meningkatkan kegiatan perekonomian.
Johnny juga menegaskan pentingnya pengelolaan spektrum frekuensi yang saat ini masih kacau karena ada yang memakai satelit dan analog televisi.
Indonesia menurutnya membutuhkan 2.047 megahertz (MHz) spektrum tapi yang tersedia cuma 737 Mhz. “Spektrum ini harus diatur dan dikelola penggunaannya agar efisien dan efektif,” ujar Johnny.
Advertisement