Sukses

Kebocoran Data Terus Berulang, SAFEnet Nilai Pemerintah Sepelekan Perlindungan Data Pribadi

Menurut SAFEnet, berulangnya kebocoran data membuat pemerintah terlihat menyepelekan perlindungan data pribadi

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dinilai menyepelekan kasus kebocoran data pribadi yang marak terjadi di Indonesia selama beberapa pekan terakhir.

Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SAFEnet mengatakan, dugaan kebocoran 1,3 miliar data registrasi SIM Card yang terjadi baru-baru ini membuat Indonesia memiliki kasus kebocoran data terbesar di Asia.

"Tentu ini jadi sebuah pertanyaan yang langsung muncul dimana-mana, siapa sebetulnya pihak harus bertanggung jawab terhadap kebocoran ini," kata Damar dalam konferensi pers virtual baru-baru ini.

Damar menyebut, menurut seorang Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, dalam hal registrasi ini ada tiga pihak yang harus bertanggung jawab.

Mereka adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) itu sendiri sebagai pihak yang mewajibkan registrasi kartu SIM, operator seluler, dan Dukcapil.

Namun, Damar melihat dalam kasus kebocoran data registrasi SIM Card beberapa waktu lalu, pihak-pihak yang terlibat dinilai saling melempar tanggung jawab.

"Ini menjadi wajar kalau sebagian warga marah. Dan saya rasa kita semua di sini geram, karena kebocoran ini bukan kebocoran yang pertama. Tahun ini saja ada tujuh kebocoran," kata Damar.

Menurutnya, kebocoran tahun ini belum ditambah kasus kebocoran data yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, seperti yang dicatat oleh SAFEnet.

"Ini yang menyulitkan posisi Indonesia karena Indonesia kelihatan sekali menyepelekan soal perlindungan data warga yang dikumpulkan lewat berbagai mekanisme," kata Damar.

 

2 dari 3 halaman

Koalisi Peduli Data Pribadi Luncurkan Posko Aduan

Merespon kebocoran data yang marak terjadi, Koalisi Peduli Data Pribadi akhirnya meluncurkan Posko Aduan Kebocoran Data Pribadi.

Dalam konferensi pers virtualnya, Koalisi mengatakan bahwa dengan berulangnya kasus kebocoran data di Indonesia, negara dinilai lalai melindungi warganya.

"Suatu peristiwa yang berulang, tetapi tidak ada antisipasinya, tidak ada perbaikan," kata Bayu Wardhana dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Menurut Bayu, bagi masyarakat, dampak dari kebocoran data adalah "tidak ada rahasia di antara kita."

Salah satunya seperti nama yang disangkut-pautkan dengan pinjaman online, serta pada jurnalis, identitas menjadi terbuka dan membuat mereka tidak aman dalam melaksanakan tugasnya, salah satunya ancaman doxing.

"Dalam kesempatan kali ini, kita mencoba untuk menawarkan sebuah cara bagaimana kita bisa menyalurkan kemarahan ini dengan suatu bentuk yang konstruktif," kata Damar menambahkan.

 

3 dari 3 halaman

Posko Aduan Kebocoran Data Pribadi

Inisiatif yang dilakukan Koalisi ini juga bertujuan untuk mencari pihak-pihak yang dirugikan oleh adanya kasus kebocoran data, untuk kemudian dikumpulkan.

Posko Aduan Kebocoran Data Pribadi oleh Koalisi Peduli Data Pribadi bisa diakses melalui tautan https://s.id/kebocorandata

Setelah aduan masuk, tim akan menganalisa dan mengontak pengadu untuk diperdalam lebih lanjut. Langkah strategis kemudian akan didiskusikan lebih lanjut.

Koalisi menegaskan bahwa data-data pengadu akan dijamin terlindungi dan dirahasiakan berdasarkan kesepakan bersama. Selain itu, data yang diminta untuk aduan adalah nama dan email yang ditujukan untuk berkomunikasi.

Data yang didapatkan dari aduan, nantinya akan diverifikasi dan diklasifikasi oleh Koalisi, untuk mengetahui dan dilakukan klasterisasi, darimana suatu data bisa bocor.

Koalisi Peduli Data Pribadi sendiri terdiri dari SAFEnet, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, AJI, LBH Pers, dan Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia (PBHI).

(Dio/Ysl)