Sukses

Pengamat Apresiasi Uji Coba Face Recognition oleh KAI, Keamanan Data Jadi Perhatian

Pakar keamanan siber, Alfons Tanujaya menuturkan, face recognition memang memudahkan penumpang KAI, tapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait pengamanan datanya.

Liputan6.com, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia atau KAI baru-baru ini memperkenalkan tengah menguji coba fitur face recognition (pengenalan wajah) untuk boarding di stasiun. Uji coba ini dilakukan di Stasiun Bandung.

Penggunaan teknologi ini diharapkan bisa mempermudah pelanggan KA jarak jauh yang ingin naik kereta api. Sebab, mereka tidak perlu repot menunjukkan berbagai dokumen, seperti boarding pass fisik, e-boarding pass, KTP, termasuk dokumen vaksinasi.

Terkait penggunaan teknologi, pakar keamanan siber, Alfons Tanujaya menuturkan, face recognition memang dapat memberikan manfaat layanan yang lebih cepat, karena mengurangi antrean dengan biaya investasi lebih murah.

Alasannya, perangkat utama yang dibutuhkan face recognition adalah kamera ponsel pintar yang sudah tersedia dengan harga relatif murah. Selain itu, akurasi teknologi ini juga sudah mengalami peningkatan yang sangat pesat, bahkan dapat melakukan pengenalan dengan cukup akurat, meski wajah yang dipindai memakai masker.

Kendati demikian, Alfons menuturkan, sama seperti teknologi database lainnya, face recognition merupakan data biometrik yang perlu dikelola dan diamankan dengan baii. Sebab, apabila jatuh ke tangan yang salah, eksploitasi teknologi ini dapat merugikan pemilik data biometrik.

"Meski bukan institusi pertama yang menerapkan face recognition, langkah KAI patut diapresiasi dan hal ini menunjukkan manajemen KAI memiliki pemahaman yang cukup baik atas teknologi yang tersedia," tutur Alfons dalam keterangan resminya yang diterima, Jumat (7/10/2022).

Ia menuturkan, penggunaan face recognition ini juga bisa mengurangi antrean dalam identifikasi identitas dengan biaya investasi yang relatif murah. Selain mempermudah pengguna, teknologi ini juga bisa memberikan database lebih andal pada penyedia layanan.

Data tersebut termasuk informasi tiket perjalanan yang dibeli, informasi kesehatan/vaksinasi sebagai persyaratan perjalanan dan informasi kependudukan pemilik face recognition yang relevan.

"Selain itu, implementasi database face recognition yang baik juga dapat mencegah aksi kejahatan dimana jika pencopet atau pelaku pelecahan seksual yang telah teridentifikasi dapat diawasi secara khusus atau dicegah menggunakan layanan," ujar Alfons menjelaskan lebih lanjut.

Lewat pendaftaran identifikasi face recognition juga dapat mencegah penyalahgunaan data kependudukan yang bocor. Sebab, proses pendaftaran hanya perlu dilakukan satu kali menggunakan KTP yang asli dan telah diverifikasi.

 

2 dari 4 halaman

Akurasi Face Recognition

Lebih lanjut Alfons menuturkan, akurasi face recognition juga lebih rendah dan memiliki tingkat kesalahan (false positive) lebih tinggi, jika dibandingkan dengan metode biometrik lain, seperti sidik jari dan iris mata.

Kendati demikian, seiring dengan perkembangan teknologi kecerdasan buatan, tingkat akurasi teknologi ini sudah mengalami peningkatan yang sangat tajam.

Menurut pengujian NIST (National Institute of Standards anda Technology), algoritma face recognition memiliki akurasi lebih dari 99 persen, terutama yang memiliki beberapa contoh gambar objek.

Sebagai contoh, sejumlah beberapa bank di Jepang juga sudah mulai menerapkan face recognition di mesin ATM untuk mengidentifikasi pemilik kartu agar bisa mencegah fraud.

"Meskipun secara teknis face recognition memiliki akurasi lebih rendah dibandingkan pemindaian sidik jari dan iris, tapi teknologi ini memiliki keunggulan contactless process atau proses pemindaian jarak jauh sehingga sangat membantu ketika digunakan saat pandemi," tutur Alfons.

Selain itu, proses pemindaian bahkan dapat dilakukan hanya melalui kamera dan tidak disadari objek yang dipindah. Hal ini tentu mempermudah dan mempercepat pemindaian, tapi di sisi lain, cara ini dapat merugikan objek yang dipindai jika data pemindaian disalahgunakan.

 

3 dari 4 halaman

Pengamanan Data Biometrik

Di sisi lain, data biometrik merupakan data pribadi dan pemiliknya dilindungi oleh Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi. Untuk itu, pengelolaannya harus mengikuti standar penyimpanan dan pengamanan yang baik, salah satunya dengan memanfaatkan metode enkripsi yang baik.

"Hal yang sama sebenarnya diterapkan pada sensor sidik jari di HP dimana data sidik jari disimpan dalam keadaan terenkripsi, sehingga jika data sidik jarinya bocor dan barhasil disalin, data tersebut adalah data yang terenkripsi," ucap Alfons.

Hanya, Alfons menuturkan, satu hal yang membedakan antara penyimpanan data biometrik layanan publik adalah sifatnya one to many. Beda dari penyimpanan data biometrik ponsel yang sifatnya one to one.

"Belajar dari kebocoran data yang banyak terjadi di Indonesia terutama pada lembaga publik pengelola data, saya mengharapkan lembaga publik untuk memberikan perhatian ekstra dalam pengamanan data biometrik face recognition ini," tutur Alfons menutup pernyataannya. 

4 dari 4 halaman

KAI Uji Coba Teknologi Face Recognition Boarding Gate Saat Naik Kereta

KAI mengatakan, Face Recognition Boarding Gate merupakan kado ulang tahun ke-77 KAI, yang baru dirayakan pada 28 September 2022, bagi para pelanggannya.

Inovasi ini juga merupakan salah satu tindak lanjut dari kerja sama antara KAI dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada 2 Februari 2022 yang lalu.

Menurut KAI, dalam laman resminya dikutip Jumat (7/10/2022), fasilitas Face Recognition Boarding Gate ini ditargetkan sudah dapat diterapkan di seluruh stasiun KA jarak jauh di berbagai daerah, di awal tahun 2023.

Fasilitas ini merupakan layanan boarding dilengkapi kamera, berfungsi mengidentifikasi dan memvalidasi identitas seseorang melalui wajah yang datanya sudah diintegrasikan dengan data tiket dimiliki hingga status vaksinasi pelanggan.

Untuk menggunakan fasilitas ini, pelanggan kereta jarak jauh harus melakukan satu kali registrasi di awal, yang kemudian berlaku selamanya.

Registrasi dilakukan dengan menempelkan e-KTP pada alat e-KTP Reader, kemudian menempelkan jari telunjuk kanan atau kiri pada alat pemindai di e-KTP Reader. Jika sudah registrasi, pelanggan tidak perlu lagi melakukan cetak boarding pass.

Nantinya, pelanggan dapat langsung ke Face Recognition Boarding Gate, jika waktunya sudah mendekati jam keberangkatan. Mereka lalu cukup mengarahkan wajah ke mesin pemindai dan jika data tiket, identitas, dan syarat vaksinasi sudah sesuai, gate akan dibuka otomatis.

"Cukup 1 detik waktu yang dibutuhkan untuk memastikan wajah pelanggan dan proses verifikasi seluruh data yang tersimpan di sistem KAI," kata VP Public Relations KAI Joni Martinus.

"Hal tersebut akan sangat mempermudah pelanggan dan memperlancar antrean proses boarding," imbuh Joni.

Terkait keamanan data, Joni mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir. Ia mengklaim KAI sudah memiliki manajemen keamanan informasi yang baik dan secara rutin meningkatkan keamanan data yang dikelola perusahaan.

(Dam/Ysl)