Sukses

Polisi Tiongkok Razia Pengguna Ponsel yang Instal Aplikasi Instagram, Twitter, dan Telegram

Polisi di Tiongkok merazia beberapa pengguna ponsel untuk mengecek keberadaan aplikasi asing, termasuk Instagram, Twitter, dan aplikasi pesan terenkripsi Telegram.

Liputan6.com, Jakarta - Polisi Tiongkok merazia beberapa pengguna ponsel untuk mengecek keberadaan aplikasi asing, termasuk Instagram, Twitter, dan aplikasi pesan terenkripsi Telegram.

Menurut laporan dari The Wall Street Journal dan CNBC, polisi terlihat menghentikan warga di pusat transportasi di Shanghai. DW News juga melaporkan hal serupa juga terjadi di Beijing dan Hangzhou.

Menurut laporan dari TechCrunch dan The Washington Post, masyarakat China banyak yang mengakses 'layanan terlarang' seperti Twitter, Telegram, dan Instagram melalui jaringan pribadi virtual (virtual private networks/VPN) untuk berkomunikasi dan mengorganisir protes terhadap kebijakan nol-covid China.

Unggahan tentang protes tersebut disensor dengan ketat di media sosial China, dan banjir spam--diduga diposting oleh akun yang memiliki hubungan dengan pemerintah China--menghapus laporan tentang protes tersebut di Twitter.

Koresponden DW News, William Yang, mengatakan pihak berwenang di ibu kota China menuliskan informasi pribadi kepada siapa pun yang mereka tangkap dengan aplikasi asing dan memberi mereka peringatan.

“Jika mereka menghadapi perlawanan, polisi akan melaporkan orang tersebut. Razia pengguna ponsel ini dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan dan di pintu masuk mal," Yang menambahkan, dikutip dari The Verge, Selasa (29/11/2022).

Diwartakan BBC, polisi China juga mengancam akan menangkap orang-orang yang tidak menghapus foto-foto protes tersebut.

Aksi protes mencuat di seluruh China dan Hong Kong setelah kebakaran di sebuah gedung apartemen di provinsi Xinjiang China menewaskan 10 orang pada Jumat (25/11/2022).

Begitu berita kebakaran tersebar, masyarakat mulai mempertanyakan apakah pembatasan Covid-19 di China menghambat upaya tanggap darurat atau mencegah penyewa bangunan untuk mengungsi.

Api baru bisa dipadamkan setelah tiga jam, dan seorang warga mengatakan kepada BBC bahwa pihak berwenang mengendalikan kapan mereka diizinkan meninggalkan rumah.

Pekan lalu, demonstrasi kekerasan di Foxconn pecah setelah para pekerja, yang terdampak lockdown Covid-19 selama berminggu-minggu, mengetahui bahwa pembayaran bonus mereka akan ditunda.

2 dari 4 halaman

Gambar Aksi Protes Warga China Dijual sebagai NFT di OpenSea

Gambar yang diambil dari aksi protes warga China terhadap kebijakan nol-Covid-19 China sekarang dijual di OpenSea, pasar NFT terbesar di dunia, sebagai Non Fungible Token (NFT). 

Dilansir dari Yahoo Finance, Selasa (29/11/2022), ada 135 koleksi foto NFT berbasis blockchain Polygon berjudul "Silent Speech" yang menangkap gambar dari aksi protes. Koleksi NFT ini dibuka dengan tawaran harga awal 0,01 ETH (USD 11,74) atau sekitar Rp 184.818 dalam masa lelang tujuh hari yang dimulai pada sejak Minggu (27/11/2022).

Koleksi NFT lainnya, dinamai “Gerakan Kertas Kosong”, terdiri dari 24 gambar bergaya yang sebagian besar menampilkan kerumunan pengunjuk rasa yang memegang kertas kosong, melambangkan penindasan terhadap kebebasan berbicara. ‘

NFT berbasis blockchain Ethereum ini memiliki harga dasar 10 Ether (USD 11.720) atau sekitar Rp 184,6 juta pada Senin (28/11/2022). 

Protes meletus setelah kebakaran mematikan Kamis lalu di Urumqi, ibu kota provinsi Xinjiang di barat laut China, ketika warga kemudian bergegas ke jalan-jalan dan internet untuk menyuarakan kemarahan dan keraguan mereka tentang penguncian nol-Covid.

Pemerintah kota menyalahkan ketidakmampuan para korban untuk menyelamatkan diri atas tragedi tersebut, yang mempercepat perluasan protes. Selama akhir pekan, protes besar-besaran pecah di jalan-jalan kota-kota besar China, termasuk Urumqi, Beijing, Shanghai, Wuhan, dan Guangzhou.. 

Pada Minggu, waktu Hong Kong, mahasiswa dari setidaknya 79 universitas di 15 provinsi China dilaporkan terlibat dalam protes publik atau duka skala kecil, menurut Initium Media.

DisclaimerSetiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

3 dari 4 halaman

Demi Kurangi Risiko, Inggris Bakal Atur NFT

Sebelumnya, Anggota parlemen Inggris ingin mendengar pendapat publik tentang pengaturan Non Fungible Token (NFT) yang mereka khawatirkan sering dinilai terlalu tinggi dan berpotensi menjadi gelembung yang siap meletus suatu saat.

Komite Digital, Budaya, Media dan Olahraga (DCMS) yang terdiri dari anggota dari berbagai partai politik meluncurkan penyelidikan pada Kamis tentang operasi, risiko dan manfaat NFT, aset digital pada blockchain yang mewakili kepemilikan barang virtual atau fisik.

NFT telah mengumpulkan perhatian dari dukungan selebriti, sementara popularitas dunia maya yang memungkinkan orang untuk membeli dan menjual token ini, yang diduga hanya memompa nilainya. 

Pada akhir Maret 2021, penjualan NFT global mencapai USD 17 miliar atau sekitar Rp 267,5 triliun menurut sebuah laporan. Padahal, penjualan NFT mingguan telah turun lebih dari 90 persen dari Agustus 2021 hingga Maret 2022.

Sekarang anggota Parlemen Inggris khawatir spekulasi NFT mungkin menjadi "gelembung." Contoh yang diangkat oleh komite adalah NFT dari tweet pertama Jack Dorsey yang awalnya dijual seharga USD 2,9 juta tetapi ketika didaftar ulang di lelang, tawaran tertingginya hanya USD 280.

"Sekarang pasar berbelok liar, dan ada kekhawatiran gelembung mungkin pecah, kita perlu memahami risiko, manfaat, dan persyaratan peraturan dari teknologi inovatif ini," kata ketua Komite DCMS, Julian Knight, MP, dikutip dari CoinDesk, Senin (7/11/2022).

Inggris terus maju dengan rencananya untuk mengatur sektor kripto. Baru-baru ini menambahkan amandemen yang akan mengakui kripto sebagai aktivitas yang diatur dan akan memastikan iklan perusahaan yang tidak sepenuhnya berwenang untuk beroperasi di negara tersebut dapat dibatasi.

4 dari 4 halaman

Infografis Ponsel Black Market Diblokir via IMEI