Sukses

Check Point: Perusahaan Indonesia Harus Melek Keamanan Siber

Check Point Software Technologies Ltd meminta perusahaan Indonesia meningkatkan keamanan siber mereka di tengah ratifikasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Liputan6.com, Jakarta - Check Point Software Technologies Ltd meminta perusahaan Indonesia meningkatkan keamanan siber mereka di tengah ratifikasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang baru-baru ini disahkan.

"Meningkatnya tingkat serangan siber di Indonesia dan pelanggaran keamanan besar membuktikan, ancaman keamanan siber semakin canggih dan sulit dideteksi," kata Deon Oswari, Country Manager, Indonesia, Check Point Software Technologies dalam keterangannya, Kamis (1/12/2022).

"Dengan disetujuinya RUU PDP di Indonesia, dan pengesahan UU PDP langkah ke arah tepat dan akan membantu menjaga kepercayaan masyarakat karena banyak informasi pribadi dan sensitif telah dijual oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab."

Di UU baru itu, baik bisnis lokal atau perusahaan internasional akan bertanggung jawab untuk penanganan data pribadi konsumen Indonesia.

Dengan UU PDP ini, perusahaan akan didenda hingga 2 persen dari pendapatan tahunan mereka. Selain itu, secara individu juga dapat didenda hingga 6 miliar apabila terjadi kasus kebocoran data.

Dengan menerapkan solusi keamanan siber terintergrasi, mencakup vektor serangan potensial untuk perusahaan dan institusi.

"Asia akan mengalami serangan siber paling banyak pada Q3 2022 dibandingkan wilayah lain mana pun di dunia dengan rata-rata 1,778 serangan mingguan per organisasi," tulis laporan Check Point.

Di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat teratas risiko pada bulan Oktober, dan menempati peringkat kelima secara global.

Tahun lalu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengumumkan, setidaknya 1,6 miliar serangan siber terjadi di Indonesia.

Formalisasi UU PDP ini bertujuan untuk memerangi serangan-serangan ini dan mengurangi risiko serangan siber.

 

2 dari 3 halaman

Tantangan Keamanan Siber di Indonesia

Ilustrasi: Salah satu serangan siber yang kerap terjadi adalah DDoS. (Foto: Dewaweb)

Meskipun ada perubahan dalam undang-undang, Deon menyatakan tantangan keamanan siber yang dihadapi oleh perusahaan dan individu masih ada di Indonesia.

Tantangan ini termasuk kurangnya kesadaran keamanan siber, penegakan hukum untuk perlindungan data pelanggan, dan keterampilan manajemen keamanan siber itu sendiri.

Meningkatnya kecanggihan serangan siber dan software berbahaya yang digunakan, lemahnya kesadaran keamanan siber, kurangnya keterampilan terhadap keamanan siber menjadi alasan utama untuk dikhawatirkan.

Menurut laporan Amazon Web Services dan AlphaBeta, di tahun 2025 nanti, hampir 17,2 juta orang Indonesia membutuhkan pelatihan kompetensi digital.

Hal ini untuk mengikuti kemajuan teknologi dengan tiga keterampilan digital teratas, yaitu penggunaan perangkat berbasis cloud, keamanan siber, dan dukungan teknis.

"Phishing dan pencurian identitas, ekosistem keamanan yang tidak diungkapkan, dan ketidakmampuan untuk melakukan deteksi dini ancaman akan terus menjadi masalah besar bagi banyak orang di Indonesia dan merupakan masalah yang akan terus berlanjut hingga tahun 2023," kata Deon.

 

3 dari 3 halaman

Sektor Rentan Serangan Siber

Indonesia Kena Serangan Siber, Pakar: Jangan Sepelekan Keamanan. (Doc: PCMag)

Industri sedang berkembang, seperti industri keuangan, fintech, manufaktur, pertambangan, minyak dan gas di Indonesia adalah sektor rentan kena serangan siber.

Faktanya, Check Point Research menemukan industri keuangan global telah mengalami peningkatan 40 persen dalam serangan siber, dengan industri manufaktur mengalami peningkatan sebesar 20 persen.

Meskipun angka-angka ini terus meningkat, tren dalam membentuk kembali sistem IT dan jaringan di Indonesia, akan membantu memerangi serangan ini.

Deon mengatakan, "Membentuk kembali sistem IT dan jaringan akan sangat penting dalam menangkis serangan siber."

Tahun ini, lebih banyak perusahaan telah mengkonsolidasikan keamanan mereka di pusat data, cloud, dan lingkungan pengembangan aplikasi.

Banyak juga telah beralih ke penggunaan machine learning dan AI untuk mendeteksi, mencegah, dan menanggapi ancaman siber, membantu mengurangi kemungkinan serangan.

Deon menambahkan, "Mengadopsi pendekatan yang mengutamakan pencegahan ketika berhadapan dengan serangan siber adalah cara terbaik untuk memeranginya."

Dengan teknologi tepat, sebagian besar serangan hingga paling canggih sekalipun dapat dicegah tanpa mengganggu aliran bisnis normal.

Setelah undang-undang baru ini diberlakukan, Indonesia akan bergabung dengan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina dalam memiliki undang-undang khusus tentang perlindungan data pribadi.

(Ysl/Isk)