Sukses

FHUI, Microsoft, dan BSSN Gembleng Ratusan ASN Jadi Ahli Keamanan Siber

Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Microsoft Indonesia, dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) meluncurkan ‘Akademi Ketangguhan Digital dan Keamanan Siber’.

Liputan6.com, Jakarta - Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Microsoft Indonesia, dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) meluncurkan ‘Akademi Ketangguhan Digital dan Keamanan Siber’.

Kegiatan itu merupakan program yang dirancang bagi aparatur sipil negara (ASN) dari total 20 lebih kementerian dan BUMN, untuk menyiapkan talenta digital keamanan siber di masing-masing institusi dan organisasi.

Berbekal 12 kali rangkaian pelatihan yang akan berlangsung secara online, sebanyak 40 dari 200 ASN yang berpartisipasi akan dipilih oleh institusi dan organisasinya untuk menjalani 4 kali pelatihan offline tambahan yang bersifat praktik.

Harapannya, ke-40 ASN ini dapat menjadi pengajar bagi rekan-rekan di institusi dan organisasinya masing-masing pada 2023 mendatang, sehingga menghasilkan semakin banyak talenta digital keamanan siber di lembaga negara.

Dalam acara peluncuran yang dilakukan bersamaan dengan penyelenggaraan webinar ‘Kompetensi Keamanan Siber untuk Aparatur Negara’, sebanyak lebih dari 100 pembuat kebijakan dan ASN ikut berpartisipasi.

“Selaras dengan capacity building pada GCI, maka bidang keamanan siber memerlukan SDM nasional dengan kapabilitas yang sesuai dengan perkembangan teknologi maupun ancaman siber yang ada," kata Direktur Kebijakan Sumber Daya Manusia Keamanan Siber dan Sandi BSSN, Mohammad Iqro, melalui keterangannya, Jumat (2/12/2022).

Ia menilai peningkatan kapabilitas SDM merupakan suatu kebutuhan yang mutlak perlu menjadi perhatian nasional. 

2 dari 4 halaman

Model Keamanan Baru

Sementara Direktur Corporate Affairs Microsoft Indonesia, Ajar Edi, mengatakan organisasi saat ini membutuhkan model keamanan baru yang dapat beradaptasi secara lebih efektif dengan kompleksitas lingkungan modern, menyambut model kerja hybrid, dan melindungi orang, perangkat, aplikasi, serta data di mana pun mereka berada.

"Keberadaan in-house talents yang memiliki kemampuan di bidang keamanan siber menjadi krusial. Talenta-talenta ini dapat menempati berbagai macam posisi. Mulai dari peran kepemimpinan, arsitektur, hingga posture dan compliance," ujarnya.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Edmon Makarim, menyampaikan akademi ini merupakan wadah triple helix untuk saling berkolaborasi dalam hal pendidikan, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat.

Harapannya, kolaborasi tersebut dapat meningkatkan kualitas ekosistem digital Indonesia. Sehingga, setiap penyelenggaraan sistem elektronik di Indonesia dapat beroperasi secara aman, andal, dan bertanggungjawab.

“Pemrosesan serta proteksi data merupakan tanggung jawab seluruh individu, organisasi, dan negara, sehingga semua harus saling bahu membahu, membangun ketahanan digital dan siber yang kuat bagi Indonesia,” ucap Edmon memungkaskan.

 

3 dari 4 halaman

Perhatian Besar

Topik keamanan siber memang menjadi salah satu perhatian besar Indonesia. Pada tahun 2020 saja, Indonesia berhasil menempati peringkat 24 pada Global Security Index (GCI); meningkat dari urutan 41 di tahun 2018.

Pencapaian ini menjadikan Indonesia sebagai kelompok negara dengan komitmen keamanan siber tinggi. Di tingkat regional sendiri, Indonesia menempati peringkat 16 untuk Asia Pasifik dan peringkat 3 di ASEAN, setelah Singapura dan Malaysia.

Akademi Ketangguhan Digital dan Keamanan Siber pun diharapkan dapat semakin membukakan jalan bagi lebih banyaknya profesi keamanan siber di Indonesia, dimulai dari lembaga negara.

Selengkapnya mengenai beragam peran dan tanggung jawab keamanan siber yang dapat dikembangkan di setiap organisasi bisa dilihat di ‘Security Organizational Functions’ Microsoft Learn melalui aka.ms/securityroles.

Selain dari sisi talenta, adopsi dan akselerasi penggunaan teknologi cloud di Indonesia juga dilihat sebagai aspek lain yang tidak kalah penting untuk membantu mencegah serta mengelola serangan siber.

Itulah sebabnya, sejalan dengan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, serta merujuk pada rekomendasi yang dihasilkan dari gelaran G20, penting bagi pembuat kebijakan untuk mengadopsi konsep Data Free Flow with Trust (DFFT) dan Cross Border Data Flow.

DFFT adalah prinsip-prinsip panduan bagi kerja sama internasional seputar aliran data. Sementara Cross Border Data Flow artinya kepercayaan untuk memfasilitasi pertukaran data, baik secara domestik maupun lintas negara.

4 dari 4 halaman

Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)