Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 yang terjadi pada awal 2020 membuat banyak pihak, baik pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat terkejut. Alhasil, berbagai pihak pun harus beradaptasi dan mulai melakukan transformasi digital.
Baik itu UMKM, perusahaan, hingga pemerintah pun dipaksa untuk mengadopsi teknologi digital ini untuk dapat bertahan semasa pandemi.
Baca Juga
Dari sisi pemerintah, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap bagaimana digitalisasi membantu Indonesia bertahan saat Covid-19.
Advertisement
Dalam acara Google for Indonesia, Rabu (7/12/2022), pemerintah berupaya keras untuk dapat memberikan solusi ke seluruh sektor, baik itu ekonomi hingga kesehatan.
"Melihat ke belakang dua tahun lalu, kebijakan pengendalian Covid-19 kita selalu dikritik. Padahal strategi itu kita dapatkan melalui studi cepat dibantu Google, NASA, dan NOAA," kata Luhut.
Hasilnya, perekonomian di Indonesia tetap kuat selama dan setelah pandemi Covid-19.
"Pasca pandemi, ekonomi Indonesia tetap kuat, tingkat inflasi rendah, dan utang negara rendah," ucapnya.
Dia menambahkan, data ini tidak datang tiba-tiba melainkan dikelola dengan baik dan menjadi sorotan para kepala negara yang hadir di G20.
"Saya kasih tahu untuk anak-anak muda di sini, Indonesia mendapatkan pujian dari para kepala negara di G20 tentang strategi pengendalian Covid-19 dan ekonomi tetap berkembang," paparnya.
Ekonomi Digital Indonesia
Luhut juga menyoroti bagaimana ternyata digitalisasi itu sangat penting. "Saya baru sadar pentingnya digitalisasi dan pengembangan industri teknologi saat pandemi."
Karena hal tersebut, Luhut dan seluruh pihak di pemerintahan mulai mengadopsi digitalisasi, sehingga proses yang dulunya dikerjakan secara manual kini bisa dilakukan dengan lebih cepat dan efisien.
Dengan mengadopsi ini, ekonomi digital di Indonesia pun berkembang dengan pesat dari sebelumnya.
Dari ekonomi internet di Tanah Air, diketahui sudah menyentuh angka USD 77 miliar di 2022. Luhut menuturkan, "Diprediksi angka ini akan naik hingga USD 130 miliar pada 2025."
Sektor lainnya juga ikut mengalami kenaikan hingga double digit. Sektor e-commerce menjadi pemimpin dengan angka USD 59 miliar dan akan tembus USD 95 miliar pada 2025.
Advertisement
Tantangan Digitalisasi
Walau begitu, Luhut juga mengakui ada beberapa hal penghambat bagaimana transformasi digital di Indonesia berkembang dengan pesat.
Salah satu hal tersebut adalah penetrasi internet di Indonesia ketinggalan dari negara-negara, seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia.
"Walau ada peningkatan, saat ini baru 53,73 persen penduduk di Indonesia yang dapat menikmati internet," ujar Luhut.
Selain itu, kualitas sinyal telepon dan internet pun masih tidak merata khususnya di bagian Timur Indonesia.
"2018 ada sekitar 37 persen kota atau desa di Indonesia yang memiliki cakupan sinyal, sedangkan di 2021 tinggal 27 persen," paparnya.
Sementara saat ini masih ada 8 persen desa di Indonesia yang tidak memiliki sinyal internet, dimana pada 2018 mencapai 24 persen.
Luhut juga menyebutkan, koneksi internet di Tanah Air juga masih lambat daripada negara lain, seperti Jepang, Vietnam, Filipina, dan Thailand.
"Kecepatan koneksi internet di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lain, namun kecepatan koneksi internet seluler rata-rata di Indonesia meningkat hingga 3,40Mbps dalam 12 bulan hingga awal 2022," pungkasnya.
(Yus/Dam)
Infografis Akhir Riwayat Ponsel Black Market di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Advertisement