Liputan6.com, Jakarta - Setelah hampir empat dekade di luar angkasa, satelit NASA, Earth Radiation Budget Satellite (ERBS) yang tidak aktif, akan jatuh kembali ke Bumi.
Selama 21 tahun dari waktunya di antariksa, ERBS secara aktif menyelidiki bagaimana Bumi menyerap dan memancarkan energi dari Matahari, dan melakukan pengukuran ozon stratosfer, uap air, nitrogen dioksida, dan aerosol.
Baca Juga
Kisah Mbah Malik Purwokerto yang Berdzikir selama 3 Tahun Tanpa Henti, Karomah wali
Viral Pungli Joki Pemandu Jalur Alternatif Puncak Bogor Rp850 Ribu, Apakah Permintaan Maaf Pelaku Cukup Loloskan dari Jerat Hukum?
Pegulat Rey Mysterio Meninggal Dunia di Usia 66 Tahun, Begini Perjalanan Kariernya yang Luar Biasa
Mengutip situs resmi NASA, Minggu (8/1/2023), pada Kamis, 5 Januari 2023, Departemen Pertahanan Amerika Serikat memperkirakan, satelit 5.400 pon itu akan kembali ke atmosfer pada 18.40 EST (Senin, 06.40 WIB).
Advertisement
NASA memperkirakan sebagian besar satelit akan terbakar saat bergerak melalui atmosfer, namun beberapa komponen diperkirakan akan bertahan ketika kembali ke Bumi.
Lembaga antariksa AS itu juga menyebut, risiko bahaya bangkai satelit akan menimpa sesuatu di Bumi juga dicatat sangat rendah, kira-kira satu dari 9.400.
ERBS diluncurkan dari Space Shuttle Challenger pada 5 Oktober 1984. Pesawat luar angkasa ERBS adalah bagian dari misi Earth Radiation Budget Experiment.
Benda itu membawa tiga instrumen, dua untuk mengukur anggaran energi radiasi Bumi, dan satu untuk mengukur konstituen stratosfer termasuk ozon.
Anggaran energi (energy budget), adalah keseimbangan antara jumlah energi dari Matahari diserap atau dipancarkan Bumi. Ini adalah indikator penting dari kesehatan iklim dan memahaminya membantu mengungkap pola cuaca.
Konsentrasi ozon di stratosfer memainkan peran penting dalam melindungi kehidupan di Bumi, dari radiasi ultraviolet yang merusak.
Satelit ini beroperasi hingga pensiun di tahun 2005, jauh melebihi masa layanan dua tahun yang diperkirakan. Pengamatannya membantu para peneliti mengukur efek aktivitas manusia pada keseimbangan radiasi Bumi.
NASA pun melanjutkan misi ERBE dengan beberapa proyek, termasuk rangkaian instrumen satelit Clouds and the Earth’s Radiant Energy System (CERES) pada saat ini.
Bos NASA Takut Tiongkok Kuasai Sumber Daya Bulan
Sementara, beberapa waktu lalu, bos NASA mengungkapkan kekhawatirannya soal perlombaan luar angkasa dengan Tiongkok, serta menyebut AS perlu mewaspadai dikuasainya sumber daya Bulan oleh negara itu.
Asumsi itu dinyatakan oleh Administrator NASA Bill Nelson. Ia juga memperingatkan Tiongkok pada akhirnya mungkin mengklaim "memiliki wilayah Bulan yang kaya sumber daya.
"Itu fakta: kita sedang dalam perlombaan luar angkasa," kata mantan astronaut dan senator Florida itu kepada Politico, seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (4/1/2023).
"Dan benar bahwa kita sebaiknya berhati-hati agar mereka tidak sampai ke suatu tempat di Bulan dengan kedok penelitian ilmiah. Dan bukan tidak mungkin mereka berkata, 'Menjauhlah, kami di sini, ini wilayah kami.'"
Mengutip Business Insider, Tiongkok baru saja menyelesaikan stasiun luar angkasa barunya, Tiangong. Bulan November 2022, mereka juga meluncurkan awak taikonaut (julukan untuk astronaut Tiongkok) menuju stasiun tersebut.
Advertisement
Tiongkok Bantah Mau Kuasai Bulan
Beijing pun berencana meluncurkan tiga misi ke bulan selama dekade berikutnya, sebagai bagian dari program Bulan Chang'e, setelah menyatakan telah menemukan mineral Bulan baru, yang bisa digunakan sebagai sumber energi.
Nelson pun menyebutkan kepada Politico bahwa Tiongkok, sudah menikmati "kesuksesan dan kemajuan yang luar biasa" dalam program luar angkasanya selama dekade terakhir.
Di sisi lain, Tiongkok menolak tuduhan AS, soal motifnya untuk mendorong sektor luar angkasa negara itu. "Luar angkasa bukanlah tempat gulat," kata Liu Pengyu, juru bicara kedutaan besar Tiongkok di Washington, kepada Politico.
Menurut Liu, beberapa pejabat AS telah berbicara secara tidak bertanggung jawab, untuk menggambarkan upaya luar angkasa Tiongkok yang normal dan sah.
"Tiongkok selalu menganjurkan penggunaan luar angkasa secara damai, menentang persenjataan dan perlombaan senjata di luar angkasa, dan bekerja aktif membangun komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia di domain antariksa," ujarnya.
Misi Artemis 1 Berhasil
NASA sebelumnya menyatakan Misi Artemis I (Artemis 1) berhasil, setelah kembali ke Bumi pasca perjalanan mengelilingi Bulan dinyatakan berhasil. Pesawat ini kembali pada Minggu, 11 Desember 2022 pukul 09.40 pagi Waktu Pasifik.
Wahana antariksa tanpa awak Orion mendarat di lepas pantai Baja, California, setelah berhasil menyelesaikan perjalanan hampir 26 hari. Ini memecahkan rekor penerbangan Apollo dan mengirimkan kembali foto-foto dari Bulan.
Mengutip laman resmi NASA, Senin (12/12/2022), misi Artemis I diluncurkan dengan roket Space Launch System NASA pada 16 November yang lalu, dari Launch Pad 39B di Kennedy Space Center NASA, Florida.
Selama 25,5 hari, NASA menguji Orion di lingkungan luar angkasa yang keras, sebelum menerbangkan astronaut di misi Artemis II.
Administrator NASA Bill Nelson menyebut, penerjunan pesawat luar angkasa Orion, yang terjadi 50 tahun sejak hari pendaratan Apollo 17 di Bulan, adalah puncak pencapaian Artemis I.
"Dari peluncuran roket terkuat di dunia hingga perjalanan luar biasa mengelilingi Bulan dan kembali ke Bumi, uji terbang ini merupakan langkah maju yang besar dalam eksplorasi bulan Generasi Artemis," kata Nelson.
(Dio/Ysl)
Advertisement