Sukses

Meta Gugat Perusahaan Pengawasan yang Ambil Data 600 Ribu Pengguna Facebook

Meta mengajukan gugatan terhadap Voyager Labs, diduga membuat puluhan ribu akun palsu untuk mengorek data lebih dari 600.000 pengguna Facebook.

Liputan6.com, Jakarta - Meta mengajukan gugatan terhadap Voyager Labs, diduga membuat puluhan ribu akun palsu untuk mengorek data lebih dari 600.000 pengguna Facebook.

Perusahaan pengawasan itu dituding mengeruk informasi seperti posting, suka, daftar teman, foto, dan komentar, bersama dengan detail lainnya dari grup dan halaman.

Meta mengklaim Voyager menutupi aktivitas mereka dalam menggunakan perangkat lunak pengawasannya sendiri. Perusahaan tersebut juga diduga telah mengumpulkan data dari Instagram, Twitter, YouTube, LinkedIn, serta Telegram untuk dijual dan dilisensikan untuk mendapatkan keuntungan.

Dalam gugatan yang diperoleh Gizmodo, seperti dikutip dari Engadget, Sabtu (14/1/2023), Meta telah meminta hakim untuk melarang Voyager secara permanen dari Facebook dan Instagram.

"Sebagai akibat langsung dari tindakan melanggar hukum Tergugat, Meta telah menderita dan terus menderita kerugian yang tidak dapat diperbaiki--tidak ada upaya hukum memadai, dan itu akan terus berlanjut kecuali tindakan Tergugat diperintahkan," demikian bunyi pengajuan tersebut.

Meta mengatakan tindakan Voyager telah menimbulkan kerugian, termasuk biaya investigasi, dalam jumlah yang akan dipaparkan dalam pengadilan.

Meta mengklaim bahwa Voyager mengorek data dari akun milik karyawan organisasi nirlaba, universitas, organisasi media berita, fasilitas kesehatan, angkatan bersenjata Amerika Serikat, lembaga pemerintah lokal, negara bagian, dan federal, serta orangtua, pensiunan, dan anggota serikat.

Perusahaan mencatat dalam posting blog bahwa akun yang dinonaktifkan ditautkan ke Voyager, mengajukan gugatan untuk menegakkan syarat dan kebijakannya.

 

2 dari 5 halaman

Melacak Aktivitas Pengguna

"Perusahaan seperti Voyager adalah bagian dari industri yang menyediakan layanan scraping kepada siapa pun terlepas dari pengguna yang mereka targetkan dan untuk tujuan apa, termasuk sebagai cara untuk membuat profil orang untuk perilaku kriminal," tulis Jessica Romero, direktur penegakan platform dan litigasi Meta.

"Industri ini secara diam-diam mengumpulkan informasi yang dibagikan orang dengan komunitas, keluarga, dan teman mereka, tanpa pengawasan atau pertanggungjawaban, serta dengan cara yang dapat melibatkan hak-hak sipil orang," paparnya.

Pada tahun 2021, The Guardian melaporkan bahwa Departemen Kepolisian Los Angeles telah menguji alat pengawasan media sosial Voyager pada tahun 2019.

Perusahaan disebut telah memberi tahu departemen bahwa polisi dapat menggunakan perangkat lunak untuk melacak akun teman tersangka di media sosial, dan bahwa sistem tersebut dapat memprediksi kejahatan sebelum terjadi dengan membuat asumsi tentang aktivitas seseorang.

 

3 dari 5 halaman

Meta Rilis Penargetan Iklan Berbasis AI Baru untuk Redam Diskriminasi

Di sisi lain, Meta selalu menggaungkan untuk mengurangi diskriminasi iklan melalui teknologi. Baru-baru ini perusahaan meluncurkan teknologi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) bernama Variance Reduction System (VRS) di Amerika Serikat (AS).

Teknologi besutan induk Facebook ini memastikan iklan akan dilihat oleh audiens yang lebih sesuai target dan tidak boleh condong ke kelompok budaya tertentu.

Setelah cukup banyak orang yang melihat iklan, sistem pembelajaran mesin itu akan membandingkan demografi agregat audiens dengan demografi yang ingin dijangkau pemasar.

Kemudian mengubah nilai lelang iklan (yaitu, kemungkinan kamu akan melihat iklan tersebut) untuk menampilkannya lebih sering atau lebih jarang ke grup tertentu.

Mengutip Engadget, Rabu (11/1/2023), VRS akan terus berfungsi selama penayangan iklan karena Meta menyadari potensi masalah privasi.

Langkah ini menekankan bahwa sistem itu tidak dapat melihat usia, jenis kelamin, atau perkiraan etnis seseorang. Teknologi privasi diferensial juga memperkenalkan inovasi yang mencegah AI mempelajari informasi demografis individu dari waktu ke waktu.

"VRS akan diterapkan pada iklan yang berkaitan dengan kredit dan pekerjaan di negara tersebut selama tahun berikutnya," kata Meta.

Fitur ini muncul setelah lebih dari satu tahun bekerja sama dengan Departemen Kehakiman serta Departemen Perumahan dan Pembangunan Perkotaan.

4 dari 5 halaman

Meta Tak Sendirian

Meta (sebelumnya Facebook) didakwa pada 2019 karena memungkinkan diskriminasi dalam iklan perumahan dengan membiarkan pengiklan mengecualikan demografi tertentu, termasuk yang dilindungi oleh Undang-Undang Perumahan Adil.

Dalam penyelesaian Juni 2022, raksasa media sosial itu mengatakan bakal menyebarkan VRS dan menghapus alat "Special Ad Audience" yang algoritmenya diduga menyebabkan diskriminasi.

Meta bahkan telah membatasi penargetan iklan pada tahun 2019 sebagai tanggapan atas gugatan lain.

Meta tidak sendirian dalam mencoba membatasi iklan diskriminatif. Google melarang pengiklan menargetkan iklan kredit, perumahan, dan lowongan pekerjaan mulai tahun 2020.

Namun, teknologi yang digunakan untuk melawan diskriminasi tersebut relatif baru. Tidak mengherankan jika layanan internet lain menerapkan sistem mirip VRS mereka sendiri selama AI Meta terbukti efektif.

5 dari 5 halaman

Infografis penggunaan emoji di Facebook dan Messenger (Foto: Facebook)