Sukses

Unik, Aplikasi AI Ini Bisa Bantu Terdakwa Bela Diri di Pengadilan

Sebuah aplikasi berbasis AI alias kecerdasan buatan dirancang untuk bisa membantu terdakwa membela diri di pengadilan.

Liputan6.com, Jakarta - Menyewa kuasa hukum atau pengacara untuk membantu kasus seseorang di persidangan membutuhkan biaya tidak sedikit.

Namun, ada perusahaan yang menghadirkan aplikasi berbasis kecerdasan buatan alias AI untuk memberi tahu terdakwa apa yang harus dikatakan di pengadilan melalui earpiece smartphone.

Berdasarkan laporan Study Finds, aplikasi smartphone yang bisa membantu kasus hukum seseorang ini bernama DoNotPay.

Mengutip Phone Arena, Selasa (17/1/2023), cara kerja aplikasi ini adalah, aplikasi didukung artificial intelligence akan mendengarkan semua kesaksian dan pernyataan dibuat saksi, pengacara, dan hakim.

DoNotPay mengatakan, aplikasi tersebut akan dipakai bulan depan oleh terdakwa untuk persidangan tilang. Ini bakal jadi pertama kalinya AI dipakai sebagai alat di ruang sidang.

Meski kasusnya kecil, aplikasi tersebut dapat digunakan dalam situasi di mana terdakwa memiliki banyak kerugian.

Pada situs web perusahaan dikatakan bahwa platform ini bisa dipakai untuk mendapatkan nasihat mengenai cara melawan korporasi, mengalahkan birokrasi, menemukan uang tersembunyi, melakukan penuntutan, dan secara otomatis membatalkan percobaan penahanan.

Jika kamu bertanya-tanya bagaimana sebuah aplikasi diizinkan memberi nasihat hukum di persidangan di banyak negara, Pendiri DoNotPay Joshua Browder mengatakan, aplikasi tersebut perlu diklasifikasikan sebagai alat bantu dengar.

"Secara teknis, ini sesuai dengan aturan," katanya. Perusahaannya berjanji untuk membayar hukuman apa pun yang dikenakan kepada terdakwa karena pemakaian aplikasi tersebut.

DoNotPay juga menyebut, pihaknya akan membayar USD 1 juta kepada siapa pun dengan kasus yang akan datang untuk disidangkan oleh Mahkamah Agung AS, jika ada yang menggunakan aplikasi tersebut.

2 dari 3 halaman

Terus Dilatih

Program AI ini telah dilatih dalam berbagai kasus hukum, termasuk migrasi. Aplikasi ini hanya akan membuat pernyataan faktual ketimbang mengatakan apa pun dalam upaya memenangkan kasus.

Browder menyebut, "Kami berupaya meminimalkan tanggung jawab hukum kami. Tidak baik jika (aplikasi) benar-benar memutarbalikkan fakta dan terlalu manipulatif."

Ia juga menunjukkan program tersebut dirancang untuk tidak bereaksi secara otomatis terhadap penyataan tertentu. "Terkadang diam adalah jawaban terbaik," katanya.

Laporan sebelumnya menyebut, teknologi di aplikasi ini sudah diuji, yakni dipakai untuk berbicara dengan staf di bank menggunakan suara yang disintesis. Tanpa campur tangan manusia, program ini mampu mengembalikan biaya bank atas nama pelanggan perbankan.

Tujuan perusahaan membuat aplikasi ini adalah untuk menggantikan pengacara manusia. Menurut Browder, semua adalah tentang bahasa, dan itulah yang dikenai biaya ratusan atau ribuan dolar AS per jam untuk dilakukan sebagai manusia.

3 dari 3 halaman

Penggunaan Alat Langgar Aturan?

Rupanya tidak semua menyambut penggunaan teknologi di persidangan, Ilmuwan Komputer di Sheffield University Dr Nikos Aletras mengungkapkan kekhawatirannya atas legalitas aplikasi yang memberi saran hukum di ruang sidang.

Menurutnya, penggunaan alat perekam di persidangan bisa melanggar aturan hukum Inggris.

Selain itu, Neil Brown yang bekerja di firma hukum Decoded.Legal menyebut, penggunaan aplikasi ini melibatkan transmisi audio ke server pihak ketiga dan memproses audio di sistem komputer.

"Saya berpikir, hakim mungkin menyimpulkan bahwa (isi persidangan) direkam, bahkan jika dihapus setelahnya. Jadi mungkin itu bukan sesuatu untuk dicoba, kecuali Anda menyukai proses penghinaan, tanpa memeriksanya dulu dengan hakim," ia menuturkan.

Di AS, penggunaan rekaman video dan audio juga tidak diizinkan. Sehingga perlu dilihat apakah DoNotPay bisa mengatasi batasan ini dan dipakai secara luas untuk membela mereka yang dituduhkan kejahatan serius. Bahkan jika DoNotPay berhasil membela si terdakwa.

(Tin/Ysl)