Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyayangkan terjadinya dugaan tindak pidana dalam proyek pembangunan BTS yang melibatkan BAKTI Kominfo.
Padahal menurut APJII, tujuan pembentukan BAKTI Kominfo adalah merencanakan dan melakukan percepatan penyediaan layanan telekomunikasi di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Baca Juga
Maka dari itu, Ketua APJII Muhammad Arif pun berharap agar Kejaksaan Agung (Kejagung) dapat mengusut tuntas dugaan tindak pidana ini.
Advertisement
"Sebab apa yang dilakukan management BAKTI Kominfo ini mencederai rasa keadilan masyarakat Indonesia. Khususnya di daerah 3T," kata Arif, melalui siaran pers, Selasa (17/1/2023).
APJII berharap penyalahgunaan dana masyarakat dalam proyek pembangunan jaringan telekomunikasi ini merupakan yang terakhir, dan praktik korupsi pembangunan jaringan telekomunikasi bagi masyarakat di 3T tak terjadi lagi di kemudian hari.
APJII menjelaskan, dalam Undang-Undang 36 Tahun 1999 pasal 16 ayat 1 dijelaskan, setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.
Di ayat 2, dijelaskan kontribusi pelayanan universal tersebut berupa penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau kompensasi lain.
Selanjutnya di PP 52 Tahun 2000 pasal 26, disebutkan bahwa Kewajiban Pelayanan Universal dapat berupa penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi, kontribusi dalam bentuk komponen biaya interkoneksi, atau kontribusi lainnya.
Arif menyebut, selama ini Kominfo memfokuskan kewajiban pelayanan universal pada bentuk kompensasi lainnya, yaitu dana USO sebesar 1,25 persen dari pendapatan kotor operator.
Â
Kembalikan ke Filosofi UU 36 Tahun 1999
"Padahal filosofi di UU Telekomunikasi adalah memberikan penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi," kata Arif.
"Oleh karena itu, jika arah kebijakan berubah dan operator diminta menghidupkan layanan telekomunikasi di daerah USO, maka APJII siap membantu pemerintah untuk mewujudkan kesetaraan akses digital di Indonesia," ia menambahkan.
Arif melanjutkan, Presiden Joko Widodo bisa mempertimbangkan skema pendanaan dan pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah 3T. Selain itu, pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah 3T juga disebut harus dikembalikan pada filosofi UU 36 tahun 1999.
Tujuannya, ketimbang disalahgunakan, lebih baik operator ditugaskan membangun langsung di daerah 3T lalu diperhitungkan sebagai kontribusi pelayanan universal penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi.
Menurutnya, hal ini karena masih banyak daerah yang membutuhkan layanan telekomunikasi.
"Oleh karena itu APJII meminta agar Pemerintahan Presiden Joko Widodo dapat meredefinisi ulang kriteria daerah dan skema pembangunannya tujuannya agar pembangunan dapat dilaksanakan seefektif mungkin," Arif menambahkan.
Advertisement
Pemerataan Akses Terlebih Dulu
Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut, masih ada 12.548 desa di Indonesia yang belum mendapatkan layanan Telekomunikasi.
Dari jumlah tersebut, 9.113 desa berada di daerah terdepan, tertinggal dan terluar (3T). Sisanya, 3.435 merupakan desa non 3T yang tidak komersial.
Dengan masih banyaknya daerah yang belum mendapatkan akses ke internet, APJII pun mendesak pemerintah melakukan terobosan dalam membangun jaringan telekomunikasi di daerah 3T.
Selain itu, dalam memberikan layanan di daerah 3T, Arif mengatakan, pendekatan yang paling utama adalah jangkauan atau pemerataan akses internet terlebih dahulu.
Setelah pemerataan, target bandwidth yang dapat direncanakan pada level basic dengan kisaran bandwidth 3 sampai 8 Mbps per user, atau 12 sampai 25 Mbps per keluarga, baru direalisasikan. Di internal APJII, ini dikenal dengan istilah coverage over quality.
Pertanyakan Fungsi Dewan Pengawas
Arif juga mengatakan, pembangunan yang dilakukan BAKTI Kominfo di kemudian hari harus tepat sasaran dan transparan.
Ia pun meminta agar ketika melakukan perencanaan dan pembangunan jaringan telekomunikasi, seluruh pemangku kepentingan dilibatkan.
Arif melihat, selama ini pembangunan dan transparansi progres capaian pembangunan BTS yang dilakukan BAKTI Kominfo tak dilakukan.
"Karena seluruh penyelenggara jasa telekomunikasi memberikan sumbangan USO, ke depannya APJII secara intens dapat dilibatkan dalam perencanaan dan pembangunannya bersama stakeholder yang lain," kata Arif.
Menurutnya, BAKTI Kominfo memang memiliki dewan pengawas. Namun, dengan adanya kasus korupsi ini, APJII mempertanyakan tugas dan fungsi mereka selama ini, yang berasal dari Kominfo dan Kementerian Keuangan.
"Ke depannya seluruh pemangku kepentingan dapat dapat dilibatkan secara aktif. Dan progres pembangunan diumumkan secara berkala kepada publik," pungkas Arif.
(Dam/Ysl)
Advertisement