Sukses

Komisi Uni Eropa Masih Belum Restui Langkah Microsoft Akusisi Activision Blizzard

Menurut laporan terbaru, Komisi Uni Eropa telah menyatakan kekhawatirannya terhadap langkah Microsoft mengakuisis Activision Blizzard.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana Microsoft untuk mengakuisisi Activision Blizzard ternyata belum berjalan mulus. Kali ini, tantangan berasal dari komisi Uni Eropa yang tidak yakin akuisisi tersebut akan menguntungkan pasar.

Menurut sumber yang mengetahui soal masalah ini, seperti dikutip dari GSM Arena, Kamis (17/1/2023), komisi antimonopoli Uni Eropa telah menyatakan kekhawatirannya terkait akusisi tersebut, dan sedang menyiapkan pernyataan keberatan.

Berdasarkan laporan, komisi tersebut juga telah memilih 11 April sebagai tenggat waktu terakhir penentuan akusisi tersebut. Terkait hal ini, Microsoft menyatakan telah bekerja sama dengan komisi Uni Eropa untuk mengatasinya.

"Kami terus bekerja sama dengan Komisi Eropa untuk mengatasi masalah pasar apa pun. Tujuan kami adalah menghadirkan lebih banyak game ke lebih banyak orang," tutur Microsoft dalam pernyataannya.

Terlepas dari laporan ini, ada pula desas-desus yang menyebut Microsoft dan pengawas antimonopoli Uni Eropa telah melakukan pembicaraan inforamal mengenai kesepakatan tersebut.

Sebagai bagian dari pembicaraan tersebut, Microsoft disebut tengah mencoba melakukan menawarkan beberapa jaminan untuk bisa mempercepat proses akuisisi.

Untuk diketahui, selain Komisi Uni Eropa, akusisi ini juga menarik perhatian FTC (Federal Trade Commision) Amerika Serikat. Hingga saat ini, regulator AS tersebut juga belum memberikan restu pada langkah Microsoft mengakusisi Activision Blizzard.

Selain Amerika Serikat, Inggris juga dilaporkan belum menyatakan kekhawatirannya terkait akusisi ini. Kendati demikian, sejumlah negara seperti Brasil, Serbia, Arab Saudi, hingga Chili telah memberikan persetujuannya.

2 dari 4 halaman

Google dan Nvidia Cemas Atas Putusan Microsoft Beli Activision Blizzard

Terbaru, tidak hanya soal regulasi, sejumlah perusahaaan lain juga menyatakan kecemasannya terkait rencana Microsoft tersebut. Berdasarkan laporan Bloomberg, setidaknya ada dua perusahaan yang menyatakan hal tersebut, yakni Google dan Nvidia.

Mengutip informasi dari Gamerant, Selasa (17/1/2023), Google dan Nvidia berpendapat Microsoft dapat berpotensi mendapatkan keuntungan yang tidak adil dari ceruk pasar cloud, mobile game, hingga layanan berlangganan.

Lalu Nvidia secara khusus juga menekankan pentingnya untuk mendapatkan akses yang sama dalam sebuah game. Keduanya juga sudah melayangkan kekhawatiran tersebut secara resmi ke FTC (Federal Trade Commision) Amerika Serikat.

Sebelumnya, Sony sebagai pembesut PlayStation juga sempat menyatakan kekhawatiran serupa.

Perlu diketahui, FTC memang tengah mempertanyakan keputusan akuisisi ini, karena dianggap akan memberikan Microsoft kepemilikan pada beberapa judul game besar seperti Call of Duty, World of Warcraft, dan Candy Crush.

Kondisi tersebut membuat potensi persaingan di industri akan berkurang. Adapun uji untuk proses akuisisi ini akan dilakukan pada Agustus 2023. 

3 dari 4 halaman

Microsoft Akuisisi Activision Blizzard Seharga Rp 986 Triliun

Sebagai informasi, Microsoft mengumumkan telah secara resmi mengakuisisi studio gim kenamaan di dunia, yakni Activision Blizzard pada Januari 2022. 

Adapun kesepakatan membeli penerbit gim Call of Duty, World of Warcraft, dan Diablo tersebut mencapai harga USD 68.7 miliar atau Rp 986 triliun.

Langkah Microsoft beli Activision Blizzard ini merupakan cara perusahaan bentukan Bill Gates itu bersaing dengan Sony dan Tencent di industri gim.

Mengutip The Verge, Rabu (19/1/2022), Microsoft sudah berencana untuk menambahkan deretan judul gim Activision ke Xbox Game Pass dan PC Game Pass setelah kesepakatan ini rampung.

“Setelah rampung, kami akan menawarkan sebanyak mungkin gim Activision Blizzard di dalam Xbox Game Pass dan PC Game Pass,” kata CEO Game Microsoft, Phil Spencer. 

4 dari 4 halaman

Siap Manjakan Pelanggan Xbox Game Pass

Lebih lanjut, Xbox Game Pass saat ini sudah memiliki 25 juta pelanggan. Agar dapat memuaskan player yang berlangganan dengan layanan mereka, Microsoft terus mengakuisisi studio untuk meningkatkan layanannya.

“Kami berinvestasi besar-besaran dalam konten, komunitas, dan cloud untuk mengantarkan era baru gim yang mengutamakan pemain dan pembuat konten," kata kata CEO Microsoft, Satya Nadella.

Tak hanya itu, dia juga menyebutkan, Microsoft ingin menjadikan gim aman bagi seluruh player, inklusif, dan dapat diakses oleh semua orang.” 

Di sisi lain, Microsoft secara resmi mengumumkan bahwa mereka berhenti memproduksi salah satu konsol game-nya yaitu Xbox One.

Diketahui, Microsoft awalnya menghentikan Xbox One X dan Xbox One S digital sebelum peluncuran Xbox Series X. Mereka lalu diam-diam berhenti memproduksi Xbox One S di akhir 2020. 

(Dam/Ysl)