Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Selandia Baru beberapa waktu lalu menyatakan bakal mewajibkan perusahaan digital seperti Google dan Meta untuk membayar media lokal, apabila membagikan berita milik mereka ke platform-nya.
Pernyataan itu disampaikan secara langsung oleh Menteri Penyiaran Willie Jackson pada awal bulan Desember 2022.
Baca Juga
Undang-undang ini akan meniru aturan serupa di Australia dan Kanada, dan bakal bertindak sebagai insentif bagi platform digital, untuk mencapai kesepakatan sukarela yang berkualitas tinggi dengan outlet berita lokal.
Advertisement
Mengutip siaran pers dari laman resmi pemerintah Selandia Baru Beehive.govt.nz, Kamis (19/1/2023), Inggris dan Uni Eropa juga mau memperkenalkan aturan serupa.
"Tidak adil jika platform digital besar seperti Google dan Meta (induk Facebook) menjadi tuan rumah dan berbagi berita lokal secara gratis," kata Jackson.
Menurutnya, ada biaya untuk menghasilkan berita, yang adil apabila platform-platform tersebut membayar.
Jackson menambahkan lebih lanjut, media berita Selandia Baru, khususnya surat kabar daerah dan komunitas kecil, berjuang untuk tetap layak secara finansial, karena semakin banyak iklan yang berjalan secara daring.
"Jadi sangat penting bagi mereka yang mendapat manfaat dari konten berita mereka untuk benar-benar membayarnya," kata Jackson.
Jackson juga menjelaskan, penurunan pendapatan media berdampak pada pembuatan berita, dengan menurunnya jumlah jurnalis di Selandia Baru secara signifikan, dan pengurangan produksi konten berita lokal.
Â
Memastikan Semua Mendapatkan Kesempatan
Dengan demikian, langkah yang diterapkan pemerintah ini memastikan mereka bisa terus memproduksi berita di Selandia Baru.
"Kami tidak menginginkan sistem di mana hanya pemain besar yang bisa mendapatkan kesepakatan," kata Jackson.
"Regulator persaingan Australia menemukan bahwa pemain online besar memiliki daya tawar yang besar, jadi kami memerlukan undang-undang untuk mendukung setiap negosiasi sukarela yang membantu menyamakan kedudukan," sambungnya.
Pemerintah mengungkapkan, sudah ada beberapa kesepakatan yang dicapai secara sukarela. Namun, outlet media daerah kecil, pedesaan, Maori dan Pasifik, serta etnis, mungkin akan tertinggal.
Maka dari itu, menurut Jackson, ini adalah cara untuk memastikan semua pihak mendapatkan kesempatan yang adil.
Nantinya, undang-undang ini akan dirancang sebagai penopang untuk mendorong perusahaan mencapai kesepakatan sukarela yang berkualitas tinggi sejak awal.
"Jika perusahaan seperti Google dan Meta melakukan kesepakatan yang baik, maka mereka dapat menghindari penerapan undang-undang baru," kata Jackson menambahkan.Â
Advertisement
Merujuk Australia dan Kanada
"Jika kesepakatan antara media berita Selandia Baru dan platform digital global tidak dapat dicapai, undang-undang menetapkan proses negosiasi dan perundingan wajib," ujar Jackson.
Berkaca dari Australia, ia melanjutkan, undang-undang semacam ini tidak pernah digunakan karena perusahaan telah melakukan kesepakatan sukarela, agar terhindar dari aturan tersebut.
Sementara di Kanada, Google sudah mencapai kesepakatan dengan lebih dari 150 publikasi sebelum undang-undang masuk.
Namun, belum ada informasi mengenai tanggapan resmi dari Google soal rencana aturan di Selandia Baru tersebut.
Mengutip Gizmodo, kepada Wall Street Journal, Direktur Kebijakan Regional Meta Mia Garlick mengatakan, "Kami prihatin tentang dampak yang tidak diinginkan dari undang-undang di masa depan terhadap inovasi di media dan sektor teknologi yang lebih luas."