Sukses

Jaga Keamanan Siber dan Ruang Digital Perlu Libatkan Semua Komponen Bangsa

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyatakan bahwa menjaga keamanan ruang siber nasional tidak bisa hanya satu bagian atau satu institusi tertentu

Liputan6.com, Jakarta Serangan siber yang menyasar lembaga pemerintah, perusahaan, dan masyarakat luas di Indonesia, meningkat secara pesat. Sehingga, dibutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak untuk menjaga keamanan ruang digital.

Hal ini menjadi salah satu pesan yang dibawa dalam ITSEC Asia Cyber Security Summit 2023 beberapa waktu lalu di Jakarta.

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), melalui siaran persnya menyatakan bahwa menjaga keamanan ruang siber nasional tidak bisa hanya satu bagian atau satu institusi tertentu.

Menurut Kepala BSSN Hinsa Siburian, keamanan ruang siber nasional harus bersifat semesta dengan melibatkan semua komponen bangsa.

"Pemerintah harus berkolaborasi dengan pelaku bisnis dan akademisi dalam menjaga keamanan ruang digital," ujarnya, dikutip Senin (23/1/2023).

BSSN mencatat, data anomali traffic pada tahun 2022, hasil monitoring dari pusat operasi keamanan siber BSSN, ada hampir satu miliar atau 976 juta lebih, anomali ancaman di ruang siber.

Beberapa di antaranya yang tercatat seperti malware activity (56,84 persen), information leak (14,75 persen), trojan activity (10,90 persen), dan yang lain-lain (17,51 persen).

Andri Hutama Putra, Presiden Direktur ITSEC Asia dalam sesi konferensi pers menambahkan, untuk menjaga keamanan ruang digital, semua pihak harus bekerja sama secara konkret dan bergandengan tangan untuk saling membantu.

Sementara, Patrick Dannacher, CEO StoneTree Group mengatakan, perkembangan teknologi informasi yang pesat di Indonesia dalam berbagai sektor, mengharuskan meningkatkan kesadaran akan infrastruktur siber yang tangguh.

 

 

2 dari 4 halaman

Beberapa Tantangan

Peningkatan ini dimulai dari sumber daya manusia yang kompeten, hingga sistem keamanan yang tepat.

"Meningkatnya isu keamanan siber membuat kita harus cekatan dalam membantuseluruh elemen di Indonesia untuk melindung diri dari setiap ancaman siber yang ada," kata Patrick.

"Dimulai dengan mengedukasi masyarakat dalam memahami masalah yang terjadi, sehingga setiap orang dapat menjaga datanya tetap aman," dia menambahkan.

ITSEC Asia, dalam Cyber Security Summit 2023 sendiri, menjabakan beberapa tantangan yang perlu diwaspadai, dalam lanskap keamanan teknologi informasi tahun 2023 dan seterusnya.

Pertama adalah evolusi kecanggihan serangan siber, yag dipengaruhi munculnya teknologi generasi lanjutan seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligent), Cloud Computing, serta teknologi lainnya.

Penjahat siber menciptakan teknik yang lebih kompleks dan efektif yang diharapkan jauh lebih berbahaya, menjadi lebih canggih, dapat beroperasi secara mandiri, dan semakin sulit dideteksi.

 

3 dari 4 halaman

Kebutuhan Teknologi Digital

Lalu, ada peningkatan kebutuhan akan teknologi digital. Meningkatnya penggunaan perangkat pintar menghadirkan konektivitas yang memungkinkan mendorong produktivitas dan kemampuan dalam beraktivitas.

Penerapan kultur Hybrid Working telah diterapkan selama beberapa tahun, dan diprediksi akan berlanjut hingga tahun-tahun ke depan, menunjukan kebutuhan masyarakat akan teknologi semakin tinggi.

Di sisi lain, tren ini juga menciptakan peluang besar bagi penjahat siber untuk mengeksploitasinya.

Ketiga adalah soal Infrastruktur Informasi Vital (IIV). Yelah diberlakukan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2022 tentang perlindungan Infrastruktur Informasi Vital (IIV).

Para pemangku kebijakan pun perlu lebih serius dan waspada dalam menghadapi kemungkinan terjadinya kebocoran data atau pun kerugian lainnya, yang diakibatkan oleh serangan-serangan siber.

 

4 dari 4 halaman

Kesadaran Terhadap Risiko Kejahatan Siber

Hal lainnya yang juga menjadi pembahasan adalah mengenai perkembangan kesadaran akan risiko kejahatan siber.

Kejahatan siber tingkat tinggi baru-baru ini menyebabkan perusahaan di seluruh dunia, mengantisipasi kemungkinan adanya kerentanan dan implikasi negatif pada bisnis mereka.

Tahun lalu, total pengeluaran keamanan siber di Asia Tenggara diperkirakan mencapai USD 1,90 miliar dan diperkirakan akan tumbuh hingga USD 5,45 miliar pada tahun 2025.

Saat ini, banyak pihak menganggap penerapan sistem keamanan informasi yang canggih sebagai bentuk investasi jangka panjang, yang dapat meningkatkan peluang perusahaan dan organisasi, bertahan dari serangan siber yang makin gencar.

(Dio/Ysl)