Sukses

Peneliti Israel Kembangkan Robot dengan Kemampuan Penciuman Berbasis Sensor Biologis

Perkembangan teknologi baru dari Universitas Tel Aviv telah memungkinkan robot untuk mendeteksi bau menggunakan sensor biologis

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan teknologi baru dari Tel Aviv University, Israel memungkinkan robot untuk mendeteksi bau menggunakan sensor biologis.

Sensor ini mampu mengirimkan sinyal listrik sebagai respons terhadap bau di sekitar, yang dapat ditafsirkan dan diidentifikasi oleh robot.

Dalam sebuah studi, para peneliti menghubungkan sensor biologis ke sistem elektronik. Melalui penggunaan algoritma machine learning, sensor itu mampu mengidentifikasi bau dengan tingkat sensitivitas 10.000 kali lebih tinggi daripada perangkat elektronik yang biasa digunakan.

Para peneliti meyakini teknologi ini akan dapat digunakan di masa depan untuk mengidentifikasi bahan peledak, obat-obatan, dan penyakit.

Tim peneliti Israel dipimpin oleh mahasiswa doktoral Neta Shvil dari Sagol School of Neuroscience, Dr. Ben Maoz dari Fleischman Faculty of Engineering dan the Sagol School of Neuroscience, serta Prof. Yossi Yovel dan Prof. Amir Ayali dari School of Zoology and the Sagol School of Neuroscience di Tel Aviv University. Mereka menerbitkan studi di jurnal Biosensor and Bioelectronics.

Dr. Maoz dan Prof. Ayali memaparkan bahwa teknologi buatan manusia masih kalah bersaing dengan jutaan tahun evolusi.

"Satu bidang di mana kita sangat tertinggal dari dunia binatang adalah persepsi penciuman. Contohnya dapat ditemukan di bandara tempat kita melewati magnetometer yang harganya jutaan dolar dan dapat mendeteksi apakah kita membawa perangkat logam apa pun," ujar Maoz dan Ayali dalam keterangan resmi yang Tekno Liputan6.com kutip, Selasa (24/1/2023).

2 dari 4 halaman

Tantangan Biosensor

Namun, kata mereka, saat petugas hendak memeriksa apakah ada penumpang yang menyelundupkan narkoba, misalnya, mereka perlu bantuan seekor anjing untuk mengendus.

"Di dunia hewan, serangga unggul dalam menerima dan memproses sinyal sensorik. Seekor nyamuk, misalnya, dapat mendeteksi perbedaan 0,01 persen kadar karbon dioksida di udara. Saat ini, kita jauh dari menghasilkan sensor yang kemampuannya mendekati serangga," tutur mereka berdua.

Mereka menyatakan bahwa tantangan biosensor adalah menghubungkan organ sensorik, seperti hidung, ke sistem elektronik yang dapat memecahkan kode sinyal listrik yang diterima dari reseptor.

Sementara itu, Prof. Yovel mengatakan bahwa mereka menghubungkan sensor biologis ke sistem elektronik, dan membiarkannya mencium bau berbeda sambil mengukur aktivitas listrik yang diinduksi oleh masing-masing bau. Sistem itu memungkinkan mereka mendeteksi setiap bau pada tingkat organ sensorik utama serangga.

 

3 dari 4 halaman

Pemanfaatan Machine Learning

Kemudian, mereka menggunakan machine learning untuk membuat 'perpustakaan' bau. Dalam studi itu, mereka mampu mengkarakterisasi 8 aroma, seperti geranium, lemon, dan marzipan, sedemikian rupa sehingga memungkinkan mereka mengetahui kapan aroma lemon atau marzipan muncul.

Mereka bahkan dapat mengidentifikasi bau tambahan yang berbeda dan tidak biasa, seperti berbagai jenis wiski Scotch. Mereka menemukan bahwa sensitivitas hidung serangga dalam sistem mereka sekitar 10.000 kali lebih tinggi daripada perangkat yang digunakan saat ini.

Maoz menyimpulkan bahwa alam jauh lebih maju daripada teknologi, dan prinsip ini dapat diterapkan pada indera lain, seperti penglihatan dan sentuhan.

Dalam penelitian selanjutnya, tim peneliti berencana memberi robot kemampuan untuk bernavigasi, yang memungkinkan robot untuk menemukan dan mengidentifikasi sumber bau.

4 dari 4 halaman

Infografis 7 Tips Pulihkan Penciuman Akibat Terpapar Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)