Sukses

Departemen Kehakiman Desak Google Tutup Bisnis Iklan

Departemen Kehakiman AS menuntut Google untuk membubarkan bisnis periklanan perusahaan.

Liputan6.com, Jakarta - Departemen Kehakiman (Department of Justice/DOJ) Amerika Serikat menuntut Google untuk membubarkan bisnis periklanan perusahaan.

Dalam pengaduan yang diajukan ke pengadilan federal di Virginia, mereka menuduh Google secara ilegal memonopoli pasar periklanan digital.

“Perilaku antipersaingan Google memaksa para pesaingnya untuk meninggalkan pasar iklan digital, menghalangi pesaing potensial untuk masuk ke pasar, serta membuat beberapa pesaing Google yang tersisa terpinggirkan dan dirugikan secara tidak adil,” demikian tuduhan Departemen Kehakiman.

Terkait tuntutan dari DOJ, Google tak tinggal diam dan langsung bereaksi.

"Gugatan dari DOJ berupaya untuk memilih pemenang dan pecundang di sektor teknologi periklanan yang sangat kompetitif," kata juru bicara Google kepada Engadget, dikutip Rabu (25/1/2023).

“Ini sebagian besar menduplikasi gugatan tidak berdasar oleh Jaksa Agung Texas, yang sebagian besar baru-baru ini dibatalkan oleh pengadilan federal. DOJ menggandakan argumen cacat yang akan memperlambat inovasi, menaikkan biaya iklan, dan mempersulit pertumbuhan ribuan bisnis kecil dan penerbit," sambungnya memaparkan.

Menurut laporan Bloomberg, gugatan tersebut mewakili upaya signifikan pertama pemerintahan Joe Biden untuk membendung kekuatan salah satu perusahaan teknologi terbesar di AS. Departemen Kehakiman sebelumnya menggugat Google pada tahun 2020.

Pada saat itu, Departemen Kehakiman, di bawah Jaksa Agung William Barr, mengatakan bahwa Google memonopoli pencarian dan iklan terkait pencarian.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penjegalan Bisnis Iklan Google

Departemen Kehakiman juga mempermasalahkan persyaratan seputar Android, yang menurut mereka menguntungkan Google dan secara tidak adil memaksa produsen untuk memuat perangkat mereka terlebih dahulu dengan aplikasi dan mesin pencari perusahaan.

Google menghadapi pengawasan peraturan yang ketat atas cengkeramannya di pasar periklanan digital. Pada tahun 2020, Texas mengajukan gugatan multi-negara yang menuduh perusahaan tersebut menggunakan 'kekuatan monopolistik untuk mengontrol' penetapan harga iklan.

Satu tahun kemudian, Komisi Eropa membuka penyelidikan terhadap bisnis periklanan perusahaan, sebuah langkah yang tampaknya memaksa Google untuk mempertimbangkan kembali cara menangani iklan di YouTube.

Tahun lalu, Senat juga memperkenalkan undang-undang yang dirancang untuk mencegah perusahaan seperti Google berpartisipasi di lebih dari satu bagian ekosistem periklanan digital.

“Setelah memasukkan dirinya ke dalam semua aspek pasar periklanan digital, Google telah menggunakan cara antipersaingan, eksklusivitas, dan melanggar hukum untuk menghilangkan atau sangat mengurangi ancaman terhadap dominasinya atas teknologi periklanan digital,” kata Departemen Kehakiman dalam keluhan terbarunya.

Mereka juga menuduh Google menggunakan akuisisi untuk mengontrol pesaing "aktual atau potensial", selain menyalahgunakan dominasi pasarnya guna mencegah penerbit dan pengiklan menggunakan produk pesaing secara efektif.

“Setiap kali pelanggan dan pesaing Google merespons dengan inovasi yang mengancam cengkeraman Google atas salah satu alat teknologi iklan ini, respons antipersaingan Google cepat dan efektif,” tuduh Departemen Kehakiman.

3 dari 4 halaman

Bantahan Google

Dalam posting blog yang diterbitkan setelah berita gugatan Departemen Kehakiman mencuat, Google menuduh agensi tersebut berusaha menulis ulang sejarah dengan mengorbankan penerbit, pengiklan, dan pengguna internet.

Secara khusus, Google mengatakan bahwa ini mempermasalahkan permintaan Departemen Kehakiman agar perusahaan memisahkan AdMeld dan DoubleCheck, dua perusahaan teknologi iklan yang diakuisisi Google lebih dari satu dekade lalu.

“Kesepakatan ini telah ditinjau oleh regulator, termasuk oleh DOJ, dan diizinkan untuk dilanjutkan,” kata Google.

Selain itu, Google berpendapat persaingan di sektor teknologi iklan telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Sebagai contoh, perusahaan menunjuk ke pembelian Microsoft baru-baru ini atas mantan sayap teknologi iklan AT&T yaitu Xandr dan mencatat akuisisi tersebut memungkinkan kesepakatan periklanan Microsoft dengan Netflix.

“Pemerintah tidak menantang akuisisi ini,” ucap Google menegaskan.

Google juga menuduh Departemen Kehakiman salah menggambarkan cara kerja produk periklanannya. Perusahaan mengatakan deretan produknya bekerja dengan teknologi yang bersaing, membuatnya "mudah" bagi penerbit dan pengiklan untuk memilih layanan yang ingin mereka gunakan.

“Tidak seorang pun dipaksa untuk menggunakan teknologi periklanan kami, mereka memilih untuk menggunakannya karena efektif,” Google memungkaskan.

4 dari 4 halaman

Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.