Sukses

Telkomsel-IndiHome Mau Merger, Ini Perkembangan Terbarunya

Telkomsel mengungkap perkembangan rencana penggabungan atau merger Telkomsel dan Indihome.

Liputan6.com, Jakarta - Telkomsel berkoordinasi bersama dengan TelkomGroup sebagai induk usaha, terkait dengan merger antara Telkomsel dan Indihome.

Ditemui di Hutan Kota Pelataran Jakarta, Kamis (26/1/2023) malam, Vice President Corporate Communications Telkomsel Saki Hamsat Bramono, menyebut koordinasi antara Telkomsel dan TelkomGroup dilakukan secara intensif.

Menurutnya, dengan berkembangnya sektor industri telekomunikasi yang kian dinamis, Telkomsel terus berupaya untuk tetap relevan di setiap peta jalan transformasi perusahaan.

"Kami tentunya telah mempertimbangkan berbagai potensi yang menjanjikan untuk pengembangan portofolio perusahaan melalui setiap rencana strategi bisnis yang akan dijalankan, termasuk salah satunya implementasi Fixed Mobile Convergence," katanya.

Dalam koordinasi seputar merger Telkomsel Indihome, operator pelat merah ini berupaya memastikan seluruh proses operasional dan pengambilan kebijakan perusahaan telah mengedepankan prinsip Good Governance (GCG) dan Business Judgement Rules sesuai aturan yang berlaku.

Sebelumnya dikatakan bahwa bisnis layanan fix broadband milik TelkomGroup, Indihome, akan dialihkan ke Telkomsel.

Dengan demikian, nantinya Indihome akan menjadi layanan di bawah Telkomsel yang kini jadi operator seluler terbesar di Indonesia.

 

2 dari 3 halaman

Sebelumnya XL Axiata Akuisisi Layanan Fiber LinkNet

Menyoal implementasi bisnis Fixed Mobile Convergence, rencana penggabungan antara layanan seluler Telkomsel dan fixed broadband Indihome bukan yang pertama dalam industri.

Sebelumnya, perusahaan telekomunikasi lainnya, XL Axiata, juga telah tuntas mengakuisisi penyedia layanan fixed broadband Link Net. 

Dalam keterangannya pertengahan Juni lalu, XL Axiata resmi mencaplok 66,03 persen saham PT Link Net (Link Net) seharga Rp 8,72 triliun (RM 2,63 miliar). Jumlah tersebut setara dengan pembelian Rp 4.800 per lembar saham Link Net. Adapun untuk 100 persen total saham Link Net setara Rp 13,21 triliun.

Pasca akuisisi selesai, Axiata Investment Sdn Bhd, anak perusahaan yang secara tidak langsung memiliki Axiata dan XL Axiata memegang masing-masing sebesar 46,03 persen dan 20 persen dari gabungan keseluruhan saham Link Net yang sebesar 66,03 persen. Saham ini sebelumnya dimiliki oleh Asia Link Dewa dan First Media.

Total kepemilikan Axiata atas saham Link Net melalui Axiata Investment dan XL Axiata setelah akuisisi adalah 58,33 persen.

Dengan akuisisi ini, Link Net dan XL Axiata akan berada di posisi yang tepat untuk memanfaatkan sinergi melalui kombinasi posisi bersama di dalam penyediaan layanan komunikasi wireless dan layanan-layanan lainnya, berbagi jaringan tulang punggung dan transmisi, dan hubungan luas antara kedua pelanggan di Indonesia.

Dengan bergabungnya layanan korporasi milik XL Axiata termasuk koneksi seluler, Link Net akan lebih siap untuk memanfaatkan pasar korporasi yang tengah berkembang di Indonesia.

3 dari 3 halaman

Merger Bakal Tingkatkan Jumlah Pelanggan

Penggabungan bisnis seluler dengan fix broadband bakal membuka pasar yang lebih luas bagi perusahaan-perusahaan yang bergabung. Pasalnya, riset pasar independen menyebut, Indonesia merupakan salah satu pasar layanan pita lebar berbasis kabel yang paling menarik secara global dengan tingkat penetrasi di pasar rumah tangga yang masih sangat kecil, yakni 13,4 persen.

Rata-rata penggunaan layanan data per koneksi di jaringan pita lebar berbasis kabel di Indonesia tumbuh dengan Tingkat Pertumbuhan Tahunan Gabungan (CARG) meningkat sebesar 44,4 persen dari 2016 ke 2020 dan diperkirakan meningkat lagi sebesar 27,9 persen dari 2020 ke 2026.

Menurut keterangan, Indonesia juga merupakan salah satu pasar layanan pita lebar berbasis kabel dengan pertumbuhan tercepat di dunia dengan sambungan tetap yang siap untuk ekspansi dengan CAGR sekitar 14,4 persen.

Selain itu, penetrasi rumah tangga di Indonesia diperkirakan akan meningkat menjadi 27,5 persen pada tahun 2026, didorong oleh pasar yang terus berkembang, peningkatan penggunaan data, dan pertumbuhan yang kuat dalam pendapatan per kapita yang dapat dibelanjakan (disposable income).

(Tin/Isk)