Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan teknologi Tiongkok Baidu, dilaporkan sedang menggarap sebuah bot berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) ala ChatGPT besutan OpenAI.
Kabarnya, perusahaan mesin pencari terbesar di Tiongkok itu sudah merencanakan untuk merilis layanan chatbot AI tersebut pada bulan Maret mendatang.
Baca Juga
Bloomberg melaporkan, layanan ini nantinya bakal berfungsi mirip dengan ChatGPT, di mana pengguna bisa memakainya untuk mencari jawaban dari hasil percakapan.
Advertisement
Dikutip dari Engadget, Selasa (31/1/2023), Chatbot AI Baidu ini akan dibuat berdasarkan sistem Ernie dari perusahaan.
Baidu menyebut di 2021, sistem tersebut sebuah model pembelajaran mesin (machine-learning) berskala besar, yang dilatih selama beberapa tahun yang "unggul dalam pemahaman dan pembuatan bahasa alami."
Mengutip The Straits Times, menurut narasumber anonim, alat yang belum diketahui namanya ini, akan terlebih dulu disematkan ke mesin pencari utama Baidu.
Baidu sendiri diketahui sudah menghabiskan miliaran dolar untuk melakukan penelitian terhadap AI, sebagai upaya bertahun-tahun, untuk beralih dari pemasaran online ke teknologi yang lebih dalam.
Perwakilan Baidu menolak berkomentar soal kabar chatbot AI ala ChatGPT itu.
Meski masih dalam pengembangan, ChatGPT sendiri tampaknya sudah cukup untuk membuat sejumlah perusahaan raksasa seperti Facebook dan Google merasa terancam.
Baru-baru ini, Microsoft memperpanjang kemitraan mereka dengan perusahaan pembuat layanan chatbot berbasis kecerdasan buatan ChatGPT, OpenAI.
Â
ChatGPT Picu Tekanan di Google dan Meta
Menurut wawancara dengan enam mantan dan karyawan Google dan Meta saat ini, lonjakan perhatian ke ChatGPT memicu gelombang tekanan di dalam perusahaan.
Di Meta, staf baru-baru ini membagikan memo internal yang mendesak perusahaan untuk mempercepat proses persetujuan proyek AI untuk memanfaatkan teknologi terbaru.
Google juga baru-baru ini mengeluarkan "kode merah" seputar peluncuran produk AI dan mengusulkan apa yang disebutnya "jalur hijau" untuk mempersingkat proses penilaian dan mengurangi potensi bahaya AI.
Bahkan kabarnya, CEO Google Sundar Pichai memanggil dua pendiri perusahaan mesin pencari tersebut, yakni Larry Page dan Sergey Brin, dilansir The New York Times, Senin (23/1/2023).
Adapun pertemuan Sundar dengan duo pendiri Google ini untuk membahas tentang strategi kecerdasan buatan (AI) buatan Google, setelah ChatGPT menjadi sorotan pada Desember tahun lalu.
Advertisement
Amazon Ikut Waspada Kemunculan ChatGPT
Di sisi lain, mengutip Gizchina, Minggu (29/1/2023), Amazon juga sangat waspada dan dengan tegas memperingatkan seluruh staf dan karyawannya untuk tidak berinteraksi dengan ChatGPT.
Amazon belum lama ini memperingatkan para sfat untuk tidak menggunakan ChatGPT untuk menulis kode atau membagikan kode yang sudah ditulis dengan ChatGPT untuk penyelesaian.
Kanal internal Slack milik Amazon disebut-sebut banyak mendapat pertanyaan dari staf mengenai penggunaan ChatGPT. Sejumlah staf bertanya pada Amazon, apakah ada petunjuk resmi penggunaan ChatGPT pada perangkat kerja.
Sementara sejumlah staf lainnya bertanya-tanya apakah mereka diizinkan untuk bekerja menggunakan tool berbasis AI.
Seorang karyawan bahkan meminta divisi cloud computing Amazon Web Service (AWS) untuk mengklarifikasi pendiriannya tentang penggunaan alat AI generatif (AIGC).
Amazon Larang Karyawan Pakai ChatGPT
Tidak butuh waktu lama, seorang pengacara Amazon pun bergabung dengan diskusi di Slack internal karyawan itu.
Hasil screenshot di saluran komunikasi internal tersebut memperlihatkan pengacara memberi peringatan kepada para staf, untuk tidak memberi info rahasia Amazon apa pun kepada ChatGPT, termasuk kode yang sedang tulis.
Pengacara ini juga menyarankan staf untuk mengikuti kebijakan rahasia perusahaan yang ada, karena beberapa tanggapan ChatGPT terlihat sangat mirip dengan situasi internal Amazon.
"Ini sangat penting, karena masukan kamu dapat digunakan sebagai data pelatihan berulang bagi ChatGPT. Kami tidak ingin hasilnya mengandung atau menyerupai informasi rahasia perusahaan," tulis pengacara tersebut.
Hal ini memperlihatkan bahwa kemunculan tiba-tiba dari chatbot AI tersebut telah menimbulkan banyak pertanyaan etis yang baru.
(Dio/Ysl)
Advertisement