Sukses

Kulit Sintetis Baru Bisa Ungkap Rahasia Nyamuk Pengisap Darah

Nyamuk dikenal sebagai hewan paling mematikan di dunia, sebagai vektor berbagai penyakit yang menyebabkan ratusan ribu kematian setiap tahunnya. Oleh karena itu, mempelajari kebiasaan makan dan penularan penyakit dari nyamuk menjadi sangat penting bagi komunitas ilmiah.

Liputan6.com, Jakarta - Nyamuk dikenal sebagai hewan paling mematikan di dunia, sebagai vektor berbagai penyakit yang menyebabkan ratusan ribu kematian setiap tahunnya. Oleh karena itu, mempelajari kebiasaan makan dan penularan penyakit dari nyamuk menjadi sangat penting bagi komunitas ilmiah.

Secara tradisional, para peneliti telah menggunakan tikus dan manusia hidup untuk mempelajari pola makan nyamuk. Namun, metode ini terbukti mahal dan tidak konsisten.

Di sinilah kemitraan penelitian baru antara Tulane University dan Rice University berperan. Mereka memanfaatkan hidrogel--sejenis kulit sintetis seperti gelatin--untuk membuat studi perilaku nyamuk menjadi lebih terkontrol dan efisien.

Hidrogel ini telah digunakan di School of Public Health and Tropical Medicine di Tulane University, di mana tempat tersebut memproduksi lebih dari 1.000 nyamuk per minggu dan sebuah printer 3D untuk menciptakan hidrogel.

Sementara itu, para ahli bioteknologi di Rice University mengembangkan bahan hidrogel dan perangkat lunak berbasis machine learning yang menganalisis video pemberian makan nyamuk untuk mengidentifikasi polanya.

Hal ini telah menghasilkan sebuah studi baru, yang terbit di jurnal Frontiers in Bioengineering and Biotechnology.

Studi itu menunjukkan bahwa hidrogel menciptakan lingkungan yang lebih konsisten untuk pengujian nyamuk pengisap darah, apa pun spesiesnya. Dawn Wesson, profesor kedokteran tropis di School of Public Health and Tropical Medicine di Tulane University, menyebut perkembangan ini sebagai game changer.

 

2 dari 4 halaman

Gunakan DEET dan Kayu Putih untuk Alat Uji

Jika para peneliti dapat memahami bagaimana nyamuk makan dan apa yang mereka lakukan selama proses makan, mereka dapat lebih memahami potensi mereka untuk menularkan penyakit dan menemukan cara untuk menghentikan mereka dari proses makan.

Selain itu, sistem hidrogel dapat ditingkatkan untuk menguji atau menemukan pengusir nyamuk baru, mempelajari perilaku nyamuk secara lebih luas, dan bahkan membuat pengujian di laboratorium menjadi terjangkau.

Penelitian ini menggunakan penolak serangga Diethyl-meta-toluamide (DEET) dan pengusir nyamuk nabati yang terbuat dari minyak kayu putih. Terungkap bahwa keduanya efektif dalam mengusir nyamuk.

Nyamuk-nyamuk makan dengan lahap di atas hidrogel tanpa pengusir nyamuk, sehingga para peneliti dapat melakukan pengamatan secara konsisten dan terkontrol.

Setiap ruang pengujian dilengkapi dengan kamera yang merekam pola makan nyamuk, dan kecerdasan buatan digunakan untuk melacak dan mengurutkan lokasi gigitan yang umum dan lamanya waktu makan.

 

3 dari 4 halaman

Unik dan inovatif

Omid Veiseh, penulis utama studi ini dan asisten profesor bioteknologi di George R. Brown School of Engineering di Rice University, mengatakan bahwa harapannya adalah para peneliti dapat menggunakan sistem hidrogel untuk mengidentifikasi cara-cara mencegah penyebaran penyakit di masa depan.

Air liur nyamuk dianggap memainkan peran penting dalam penularan penyakit, dan dengan dapat mempelajari proses ini dengan cara yang lebih berskala kecil tanpa harus menggunakan hewan, hal ini dapat memiliki dampak besar dalam mengurangi jumlah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk.

Kesimpulannya, sistem hidrogel memberikan solusi yang unik dan inovatif untuk tantangan dalam mempelajari perilaku nyamuk dan penularan penyakit.

Sistem ini menciptakan lingkungan yang konsisten dan terkendali bagi para peneliti, mengurangi biaya dan ketidakkonsistenan yang terkait dengan penggunaan hewan hidup atau manusia.

Harapannya adalah bahwa dengan penelitian yang berkelanjutan, sistem hidrogel akan memainkan peran penting dalam mengurangi jumlah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dan menyelamatkan banyak nyawa dalam prosesnya.

4 dari 4 halaman

Infografis: Apa bedanya DBD dan Malaria?