Sukses

APJATEL: Raperda SJUT Jakarta Berpotensi Hambat Transformasi Digital

Ketua Umum APJATEL, Jerry Mangasas Swandy, mengaku seluruh anggotanya tidak keberatan dengan rencana Pemprov DKI untuk menata kabel udara yang ada di Jakarta asalkan tidak menambah beban masyarakat yang saat ini belum pulih pasca pandemi Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) mengkritisi revisi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta.

Ketua Umum APJATEL, Jerry Mangasas Swandy, mengaku seluruh anggotanya tidak keberatan dengan rencana Pemprov DKI untuk menata kabel udara yang ada di Jakarta asalkan tidak menambah beban masyarakat yang saat ini belum pulih pasca pandemi Covid-19. Terlebih, penataan kabel udara di Jakarta merupakan keniscayaan.

Namun demikian, Raperda SJUT yang tengah dibahas Pemprov DKI dan DPRD akan mengenakan beban biaya baru kepada seluruh badan usaha yang menggelar jaringaan telekomunikasi, listrik, air dan gas di Jakarta.

"Dalam Raperda tersebut salah satu poinnya adalah mengenai pengenaan biaya sewa barang milik daerah dan SJUT. Jika operator telekomunikasi dikenakan beban biaya baru yang berpotensi meningkatkan biaya pembangunan infrastruktur, tentu ini akan menghambat rencana besar Presiden Joko Widodo yang ingin mewujudkan transformasi digital di Indonesia," ujar Jerry melalui keterangannya, Jumat (10/2/2023).

Padahal, ia menambahkan, Presiden Jokowi ingin memberikan layanan broadband kepada masyarakat seluruh Indonesia dengan harga terjangkau.

Dalam Pasal 4 Poin D perubahan Perda Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas, operator pengguna SJUT akan diwajibkan membayar retribusi atau tarif rutin kepada Pemprov DKI.

Perda tersebut diperkuat dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta 106 tahun 2019. Melalui Ingub no 69 tahun 2020, Jakpro sebagai BUMD diperintahkan untuk melaksanakan pembuatan SJUT.

Namun kenyataannya Jakpro menyerahkan pembangunan SJUT itu ke Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP) yang merupakan anak usaha dari Jakpro.

Jerry memaparkan saat ini ada lebih dari 40 operator telekomunikasi di Jakarta yang menggelar jaringan telekomunikasi.

"Jika Pemprov DKI Jakarta menerapkan harga sewa SJUT berdasarkan pendekatan bisnis dan peningkatan PAD, harga layanan internet di Jakarta diyakini akan mengalami kenaikan. Padahal 40 operator tersebut merupakan pemain utama di industri internet di Indonesia," ucapnya menambahkan.

 

2 dari 4 halaman

Belum Ada Titik Temu

Diakui Jerry, memang selama ini 40 operator telekomunikasi di Jakarta sudah melakukan dialog dengan Pemprov DKI sejak tahun 2019. Namun, hingga saat ini belum ditemukan titik temu antara Jakpro dengan operator penyelenggara jaringan telekomunikasi yang diwakili oleh APJATEL.

Jerry menjelaskan, hingga saat ini APJATEL dan Pemprov belum menyepakati desain dan harga sewa yang akan dikenakan.

Bahkan dalam draft revisi Perda yang dikirimkan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) masih bertentangan dengan regulasi diatasnya. APJATEL sudah menyampaikan daftar inventaris masalah (DIM) yang ada di revisi Perda tersebut.

"DIM yang disampaikan APJATEL tak digubris sama sekali oleh Pemprov DKI. Perlu ada pembahasan khusus antara pelaku usaha dan anggota DPRD agar dapat menciptakan gambaran yang utuh kepada anggota DPRD dalam operasional pembangunan infrastruktur telekomunikasi," katanya.

Menurut Jerry, ketika Pemprov DKI membuat regulasi, harusnya mereka mengacu pada UU dan regulasi yang lebih tinggi tingkatannya. Seperti merujuk UU Telekomunikasi serta turunannya, UU Cipta Kerja serta turunannya, dan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

 

3 dari 4 halaman

Harga Sewa Terbilang Mahal

"Seharusnya ketika Pemprov DKI ingin membuat kebijakan yang berdampak signifikan bagi masyarakat dan pelaku usaha di Jakarta, mereka harus mendapatkan persetujuan dari pemangku kepentingan. Apalagi harga yang diberikan Jakpro untuk sewa SJUT terbilang sangat mahal," ucap Jerry.

"Kami sudah berkali-kali mengingatkan ke Pemrov jangan gegabah menggenakan tarif sewa SJUT yang sangat mahal. Sebab pengenaan sewa yang mahal ini akan memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat," sambungnya.

Jerry memberikan contoh, di UU Cipta kerja jelas disebutkan pemerintah pusat atau daerah dapat membangun jaringan pasif. Di Perdanya disebutkan wajib, sehingga menurutnya Raperda yang digadang Pemprov DKI sudah bertentangan dengan UU Cipta Kerja.

"Jika Pemprov DKI tetap ngotot untuk melanjutkan pembahasan Raperda SJUT tanpa mengindahkan regulasi yang lebih tinggi, maka APJATEL akan menempuh Judicial Review ke Mahkamah Agung," ia menegaskan.

Sebab, Jerry menyebut, apabila Raperda disetujui beserta substansinya yang jelas-jelas bertentangan dengan regulasi, bisa menjadi yurisprudensi bagi pemda lain dan tumpang tindih regulasi akan semakin menjadi.

4 dari 4 halaman

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)