Liputan6.com, Jakarta - Istilah FOMO kembali menjadi sorotan dalam beberapa hari terakhir. Yang terbaru, istilah ini ramai menjadi perbincangan di Twitter usai konser Blackpink yang digelar akhir pekan lalu.
Ketika itu, sejumlah warganet menyorot beberapa penonton yang dianggap bukan penggemar Blackpink sungguhan atau dikenal sebagai Blink. Para penonton itu disebut hanya FOMO.
Baca Juga
Dari situ, istilah FOMO pun kembali menjadi perbincangan. Lantas, apa arti FOMO sebenarnya?
Advertisement
Mengutip informasi dari Forbes, Selasa (14/3/2023), FOMO merupakan singkatan dari fear of missing out. Istilah ini mulai muncul sejak tahun 2000-an ketika memasuki era media sosial.
"Psikolog mulai menggunakan istilah FOMO pada awal 2000-an untuk menggambarkan fenomena yang terkait dengan penggunaan situs jejaring sosial," tutur Natalie Christine Dattilo seorang instruktur psikologi dari Universitas Harvard.
Dijelaskan lebih lanjut, FOMO sendiri erat kaitannya dengan kondisi psikologi yang biasanya mencakup persepsi kehilangan yang memicu kecemasan dan perilaku kompulsif.
Dalam era media sosial, tindakan itu biasanya ditandai dengan selalu menyegarkan timeline aplikasi untuk menjaga hubungan sosial karena takut akan merasa dikucilkan.
Sebenarnya, FOMO sendiri sudah jauh ada sebelum era media sosial. Biasanya, hal ini erat kaitannya dengan ketakutan akan pengucilan sosial.
Meski saat ini FOMO bukan kondisi yang dapat didiagnosis, kondisi ini ternyata memiliki beberapa gejala spesifik. Menurut laporan Technological Forecasting and Social Change di 2021, ada beberapa gejala yang masuk dalam kategori FOMO:
Gejala yang masuk dalam Kategori FOMO
- Obsesif memeriksa media sosial untuk melihat apa yang dilakukan orang lain
- Mengalami perasaan negatif saat membandingkan kehidupan seseorang yang ditampilkan di media sosial
- Lelah secara mental ketika memakai media sosial
Selain beberapa hal di atas, psikolog sosial Erin Vogel dari Universitas Oklahoma Health Sciences Center juga menyebut beberapa gejala FOMO:
- Overscheduling (mencoba untuk berada di mana-mana setiap saat)
- Menarik diri dari orang lain
- Merasa lelah secara fisik
- Merasa sedih, cemas atau tertekan
- Sulit berkonsentrasi
- Mengalami kesulitan tidur
Meski bukan kondisi mental yang bisa didiagnosis, beberapa orang merasa tengah mengalami FOMO bisa melakukan sejumlah saran untuk mengatasinya:
- Selalu ingat apa yang ditampilkan di media sosial tidak selalu sama dengan kenyataan
- Fokus dengan waktu kamu punya, termasuk dengan hubungan dan aktivitas yang kamu lakukan
- Kenali apa yang menjadi pemicu rasa FOMO-mu
- Bertemu dengan terapis apabila kamu merasa terlalu banyak menggunakan media sosial
Media Sosial Meningkatkan Terjadinya Fenomena FOMO
Seperti disebutkan di atas, smartphone dan media sosial telah meningkatkan terjadinya FOMO. Sebab, kedua hal itu menciptakan situasi dimana pengguna terus-menerus membandingkan kehidupan mereka dengan pengalaman ideal yang mereka lihat secara online.
Aplikasi dan situs web seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan Snapchat memudahkan untuk melihat apa yang dilakukan orang lain. Kehidupan mereka yang glamor kerap dibagikan lewat Instagram Stories atau unggahan Facebook, sehingga mengubah perasaan orang yang mleihatnya.
Bahkan tidak jarang, orang yang melihat unggahan tersebut berpikir mereka melakukan hal yang tidak lebih baik dari para pengunggah konten tersebut.
Hal ini membuat banyak orang melihat pengalaman orang lain ketimbang hal-hal besar dalam hidup mereka. Namun, kecemasan dan ketidakpuasan yang diciptakan oleh fenomena FOMO juga dapat membuat orang menginginkan koneksi dan interaksi atau meningkatkan upaya mereka untuk tidak ketinggalan dengan lebih sering memeriksa situs jejaring sosial yang berbeda.
Advertisement
Efek FOMO dalam Kehidupan Seseorang
Beberapa efek FOMO yang terlihat termasuk takut ketinggalan acara-acara besar, menyiarkan semua yang dilakukan ke media sosial, dan panik membayangkan jika tak bisa turut serta dalam hal yang sedang ramai dibicarakan.
Semua efek yang terlihat ini mencerminkan dampak FOMO terhadap kesehatan mental. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perasaan depresi, takut, cemas, dan stres dapat muncul sebagai respons terhadap FOMO serta ketidakpuasan terhadap kehidupan.
Seseorang yang mengalami FOMO mungkin juga mendapati diri mereka terus-menerus menderita atas apa yang dilakukan orang lain, menyebabkan mereka kehilangan nyawanya sendiri. Namun, FOMO bukanlah kondisi kesehatan mental, melainkan emosi yang digerakkan oleh pikiran.
Pikiran menciptakan ketakutan yang dapat mengarah pada diagnosis. Oleh karena itu, FOMO bisa menjadi gejala dari masalah yang lebih besar.
(Dam/Ysl)