Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Inggris Raya (United Kingdom) bakal melarang aplikasi TikTok dipasang di HP pegawai negeri sipil (PNS) serta pegawai kementerian dan pemerintahan lainnya.
Ini menjadi satu lagi jalan terjal bagi aplikasi besutan perusahaan Tiongkok, ByteDance itu untuk beroperasi di wilayah Amerika Serikat dan Eropa.
Baca Juga
Pengumuman ini dinyatakan pada Kamis waktu setempat oleh Oliver Dowden, menteri Kantor Kabinet di Commons. Dia mengatakan, larangan ini "dengan segera berlaku."
Advertisement
Dowden mengatakan, keputusan ini sudah mengikuti peninjauan TikTok oleh pakar keamanan siber pemerintah Inggris Raya, yang dimulai sejak November.
Meski begitu Dowden mengatakan, pelarangan ini hanya berlaku untuk perangkat telepon kantor PNS dan pegawai kementerian, tetapi bukan untuk perangkat pribadi mereka.
"Ini adalah langkah proporsional berdasarkan risiko spesifik dengan perangkat pemerintah," ujarnya, seperti dilansir The Guardian, dikutip Jumat (17/3/2023).
Kantor Kabinet Inggris mengatakan, TikTok mengharuskan pengguna memberikan izin ke aplikasi untuk mengakses data yang disimpan di perangkat, yang kemudian dikumpulkan dan disimpan oleh perusahaan.
Memberikan izin tersebut, menurutnya, memberikan perusahaan akses ke berbagai data termasuk kontak, konten pengguna, serta data geolokasi, di mana Dowden mengatakan ini menjustifikasi larangan pemerintah Inggris.
Seorang juru bicara TikTok pun menyatakan bahwa perusahaan merasa kecewa dengan pembatasan tersebut.
"Kami percaya larangan ini didasarkan pada kesalahpahaman mendasar dan didorong oleh geopolitik yang lebih luas, di mana TikTok, dan jutaan pengguna kami di Inggris, tidak berperan," kata pihak Tiktok.
"Kami tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah untuk mengatasi masalah apa pun," imbuh TikTok.
Â
AS Minta ByteDance Pilih TikTok Dijual atau Diblokir
Â
TikTok juga menyatakan sudah mulai mengerjakan "rencana komprehensif" untuk melindungi data pengguna di Eropa, termasuk menyimpan data pengguna Inggris di pusat data Eropa, serta mencakup pengawasan independen pihak ketiga.
TikTok juga sempat mengakui, bahwa data pribadi Inggris dikirimkan ke luar negeri termasuk ke Tiongkok, agar staf globalnya dapat melakukan "fungsi penting" tertentu.
Kabar ini sendiri menyusul adanya pemberitaan bahwa pemerintah Amerika Serikat (AS), mendesak TikTok untuk memilih menjual sahamnya atau diblokir di negara itu.
Dilansir The Verge, dikutip Jumat (15/3/2023), ancaman pemerintahan Joe Biden ini merupakan eskalasi dari larangan terbatas, serta undang-undang tertunda yang telah menggelembung selama beberapa waktu.
Akhir Februari 2023, Gedung Putih mengatakan, lembaga federal punya waktu 30 hari untuk menghapus aplikasi TikTok dari perangkat pemerintah. Pembatasan serupa telah menyebar ke puluhan negara bagian AS.
RUU yang diperkenalkan awal bulan ini akan memberikan Kementerian Perdagangan AS, kuasa untuk melarang perusahaan asing beroperasi di sana jika ada ancaman keamanan nasional.
Â
Advertisement
Keamanan Jadi Alasan Pelarangan
Â
Seperti yang diketahui, ancaman keamanan nasional menjadi alasan beberapa pejabat, yang menilai platform berbagi video asal Tiongkok itu harus dilarang.
Di sisi lain, TikTok menegaskan data pengguna tidak disimpan di Tiongkok. Mereka juga mengusulkan kesepakatan dengan pemerintah, yang akan membatasi operasional AS dari ByteDance, untuk mengurangi kekhawatiran.
Wall Street Journal di bulan Desember melaporkan, negosiasi antara TikTok dan pemerintah telah terhenti. Masa depan kesepakatan itu pun menjadi tidak pasti.
Juru bicara TikTok Brooke Oberwetter kepada Reuters mengatakan "jika melindungi keamanan nasional adalah tujuannya, divestasi tidak menyelesaikan masalah: perubahan kepemilikan tidak akan memaksa pembatasan baru pada aliran atau akses data."
Sementara itu, soal kabar tersebut, mengutip New York Post, Gedung Putih belum mengeluarkan pernyataan resmi.
Tekanan dari pemerintah AS ini terjadi jelang TikTok yang akan menjawab pertanyaan tentang operasional mereka dan hubungannya dengan pemerintah Tiongkok. CEO Shou Zi Chew, direncanakan akan berbicara di Kongres AS pada pekan depan.
Â
Larangan Pegawai Komisi Eropa Pasang TikTok
Sebelumnya, Badan eksekutif Uni Eropa, Komisi Eropa (European Commission), juga meminta pegawainya untuk tidak memasang aplikasi jejaring sosial dan berbagi video populer, TikTok, di perangkat kerjanya.
Para staf pun diminta untuk menghapus aplikasi besutan ByteDance tersebut dari HP atau tablet pribadi yang menjadi bagian dari layanan perangkat selulernya, atau dalam hal ini perangkat apa pun yang dipakai untuk bekerja.
"Langkah ini bertujuan untuk melindungi Komisi dari ancaman dan tindakan keamanan siber yang dapat dieksploitasi untuk serangan siber terhadap lingkungan korporat Komisi," kata Komisi Eropa dalam pernyataannya.
"Pengembangan keamanan platform media sosial lainnya juga akan terus ditinjau," tambah Komisi Eropa, seperti dikutip dari Engadget, Sabtu (25/2/2023).
Menurut laporan dari BBC, sekitar 32 ribu pekerja kontrak dan tetap di Komisi Eropa, diminta untuk sesegera mungkin menghapus aplikasi TikTok dari perangkatnya, paling lambat 15 Maret 2023.
Apabila tidak mematuhi aturan itu, pegawai Komisi Eropa tersebut bakal kehilangan akses ke aplikasi perusahaan, termasuk layanan email Komisi Eropa dan Skype for Business.
Menanggapi hal tersebut, TikTok mengatakan penangguhan ini adalah sesuatu yang "salah arah dan berdasarkan miskonsepsi yang mendasar."
(Dio/Isk)
Advertisement