Liputan6.com, Jakarta - Setiap tahun, 15 juta ton limbah tekstil di Amerika Serikat berakhir di tempat pembuangan sampah atau dibakar. Limbah ini mewakili 85 persen dari tekstil yang diproduksi dalam setahun, dan ini merupakan masalah lingkungan yang semakin meningkat.
Massachusetts menjadi negara bagian pertama yang mengeluarkan undang-undang pada tahun 2022, melarang pembuangan tekstil ke tempat sampah dalam upaya meningkatkan tingkat daur ulang.
Baca Juga
Namun, mendaur ulang limbah tekstil tidak selalu mudah, dan menyortirnya dengan tangan bisa menjadi proses melelahkan, dipersulit oleh label yang usang atau hilang.
Advertisement
Dalam hal ini, teknik canggih untuk mengidentifikasi bahan kimia kain tidak selalu akurat, khususnya untuk mengidentifikasi bahan dalam campuran kain, yang terdiri dari sebagian besar pakaian.
Untuk meningkatkan proses penyortiran, tim peneliti dari MIT Lincoln Laboratory dan University of Michigan telah mengembangkan cara baru untuk memberi label pada kain dengan menganyam serat dengan reflektifitas yang direkayasa ke dalamnya. Serat ini hanya reflektif di bawah panjang gelombang cahaya inframerah tertentu.
Saat dipindai, pendaur ulang dapat mengidentifikasi jenis kain yang diwakili oleh serat berdasarkan panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh kain tersebut. Intinya, serat kain itu bertindak seperti kode batang optik (optical barcode) untuk mengidentifikasi suatu produk.
Terbit di jurnal Advanced Materials Technologie
Penelitian bertajuk "Polymeric Photonic Crystal Fibers for Textile Tracing and Sorting" tersebut baru-baru ini diterbitkan di jurnal Advanced Materials Technologies.
"Memiliki cara untuk mengidentifikasi jenis kain dengan cepat dan menyortirnya saat datang dapat membantu meningkatkan proses daur ulang. Kami ingin temukan cara untuk mengidentifikasi bahan untuk penggunaan lain setelah siklus hidup garmen," ujar Erin Doran, salah satu peneliti, sebagaimana Tekno Liputan6.com kutip dari rilis pers via MIT News.
Doran adalah seorang spesialis tekstil di Defense Fabric Discovery Center (DFDC) di Lincoln Laboratory, di mana dia bekerja dengan para peneliti di Advanced Materials and Microsystems Group untuk menciptakan "kain masa depan". Mereka mengupayakan itu dengan mengintegrasikan serat dengan elektronik kecil dan sensor.
Sementara itu, penulis utama di penelitian ini Brian Iezzi, berasal dari University of Michigan. Dia berfokus pada peningkatan kemampuan daur ulang tekstil di Shtein Lab dengan menerapkan fotonik ke perangkat berbasis serat.
Â
Advertisement
Mengajukan perlindungan paten
Tim peneliti menciptakan serat yang berfungsi sebagai cermin sempurna dengan melapisi bahan tertentu untuk memantulkan panjang gelombang tertentu.
Dengan mengontrol kecepatan penarikan serat, mereka dapat "menyesuaikan" serat tersebut untuk memantulkan dan menyerap rentang panjang gelombang spesifik dan periodik, menciptakan kode batang optik unik di setiap serat.
Saat ini tim peneliti sedang melakukan evaluasi cara-cara untuk beralih ke tahap komersialisasi setelah mengajukan perlindungan paten pada teknologi mereka.
Serat yang dihasilkan dalam penelitian ini masih agak tebal dibandingkan serat pakaian, sehingga tim sedang meneliti cara menipiskannya sambil mempertahankan reflektifitasnya pada panjang gelombang yang diinginkan.
Mereka juga mempertimbangkan untuk membuat serat lebih mirip dengan benang jahit, yang memungkinkannya dijahit menjadi pakaian jika menenunnya menjadi jenis kain tertentu dapat memengaruhi penampilan atau nuansanya.
Selain itu, para peneliti berpikir tentang bagaimana serat warna struktural dapat membantu memecahkan masalah lingkungan lainnya di industri tekstil, seperti limbah beracun dari pewarna.
Infografis 7 Penyebab Sampah Makanan. (Liputan6.com/Triyasni)
Advertisement